Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misa di Masa Corona, Serasa Terlempar ke Era Gereja Perdana

30 Maret 2020   20:21 Diperbarui: 31 Maret 2020   09:59 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Altar sederhana untuk Misa Prapaskah Minggu V secara on-line di rumah (Dokpri)

Suasana Misa di masa corona, masa pandemi Covid-19, terbayangkan seperti suasana ibadah-ibadah umat Gereja Perdana itu. Keluarga-keluarga Katolik harus “sembunyi” di rumah, menjalankan ibadah secara tertutup, untuk menghindari “aniaya” (sakit) atau bahkan “pembunuhan” (meninggal dunia) oleh “massa Covid-19”.  

Ada ketakutan yang mencekam karena ketidak-tahuan dan kekalutan massal. Ketakutan akan sosok misterius, jasad renik tak kasat mata, yang berkeliaran mencari korban di luar sana.  Sosok misterius itu, virus corona 19, bisa ada di mana saja dan bisa menyerang siapa saja, kapan saja, di luar sana.

Maka tidak ada pilihan yang lebih bijak dari "sembunyi di rumah".  Berkumpul di gereja adalah penyodoran diri terhadap serbuan Covid-19.  Sebab jika ada seorang umat yang tanpa sadar sudah terpapar Covid-19, maka besar kemungkinan virus itu diam-diam menulari umat lainnya dalam laju eksponensial.

Memang ada beda nyata umat Katolik masa Covid-19 dan umat Gereja Perdana. Umat Gereja Perdana, jika terbunuh oleh pembencinya, maka dia mati sebagai martir. Umat Katolik sekarang, jika sampai meninggal karena serangan Covid-19, maka hanya menorehkan kesia-siaan yang pedih.

Maka, sebagai ikhtiar menghindari kesia-siaan semacam itu, sudah benar keputusan Yang Mulia Para Uskup untuk mempersembahkan Misa on-line untuk umatNya yang “diam di rumah”.

Tuhan pasti hadir di rumah-rumah umat. Sebab Yesus sendiri sudah bersabda, “Di mana ada dua tiga orang berkumpul atas namaKu, di situ Aku ada.”  Ya, Yesus hadir di rumah-rumah yang hening di masa pandemi Covid-19.

Tepatlah puisi K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus), “Tuhan Mengajarkan Melalui Corona”, yang viral baru-baru ini.  Saya petikkan beberapa baris penuh makna di bawah ini.

Ketika Corona datang/Engkau dipaksa mencari Tuhan … Pada kesendirianmu/ Pada mulutmu yang terkunci/Pada hakikat yang senyap/Pada keheningan yang bermakna.”

Begitulah, pandemi Covid-19 seolah menjadi  mesin waktu yang melemparkan umat Katolik ke era Gereja Perdana.  Era umat memuliakan Tuhan secara sembunyi-sembunyi, tanpa keriuhan massa, di rumah-rumah atau lorong-lorong bawah tanah yang hening.  

Tetapi justru di dalam hening itulah Tuhan berkenan hadir menolong umatNya. Sebab hening adalah ruang bagi Tuhan untuk dapat mendengar doa umatNya. Sekaligus ruang bagi umat untuk dapat mendengar jawaban Tuhannya.

Masa corona dengan demikian seharusnya menjadi  momen pendefinisian ulang cara beriman bagi umat beriman. Dari kemewahan kepada kesahajaan. Dari keriuhan kepada keheningan. Dari keramaian kepada kesendirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun