Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kasus Elios dan Malau, Etika "Kapitalisme Batak" dan Wisata Danau Toba

27 Januari 2020   11:31 Diperbarui: 28 Januari 2020   11:58 5338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Danau Toba di Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Minggu (19/4/2015). |Sumber: Kompas.com /Roderick Adrian Mozes

Di lingkar Danau Toba sendiri juga selalu bisa ditemukan rumah makan khas Batak dengan harga-harga wajar.

Penjelasan yang lebih kuat mesti dicari pada kultur atau budaya Batak itu sendiri. Untuk ini perlu sedikit memahami struktur sosial asli Batak dan nilai budaya yang menjiwainya.

Struktur masyarakat Batak sejatinya bersifat tertutup. Hanya terdiri dari tiga kelompok sosial genealogis yang disebut struktur Dalihan Na Tolu (Tiga Batu Tungku) yaitu hulahula (pemberi isteri) sekaligus marga raja atau raja huta (raja kampung), dongan tubu (kerabat sedarah hulahula) dan boru (marga lain yang mengambil isteri dari hulahula). 

Para pihak di luar tiga kelompok sosial itu disebut sileban, orang asing, pendatang yang tak punya hubungan kekerabatan.

Di antara hulahula, dongan tubu dan boru berlaku nilai budaya pengatur keselarasan relasi sosial Dalihan Na Tolu yaitu "Somba marhula, manat mardongan tubu, elek marboru". Artinya: Memuliakan hulahula, menghargai dongan tubu, mengasihi boru.

Berpedoman pada nilai budaya Dalihan Na Tolu itu maka relasi antara hulahula, dongan tubu dan boru mengharamkan eksploitasi. Hulahula tidak boleh memeras tenaga dan dana boru karena ada kontrol nilai "mengasihi boru". 

Sebaliknya juga boru tidak elok meminta berlebihan pada hulahula karena ada kontrol nilai somba marhulahula.

Begitulah, dalam aktivitas jual-beli di pasar Tanah Batak lazim terjadi saling tanya marga antara penjual dan pembeli. Istilahnya martarombo, menelusur relasi kekerabatan, sehingga diketahui apakah relasinya hulahula - boru atau sesama dongan tubu. 

Kesadaran atas relasi itu kemudian menjadi dasar untuk tiba pada harga kesepakatan yang memuaskan kedua pihak, penjual dan pembeli.

Relasi dan nilai Dalihan Na Tolu itu tidak berlaku jika orang Batak berurusan dengan sileban, orang asing. Dulu sileban adalah orang asing, pejalan atau pendatang, yang bukan orang Batak. Jadi pasti bukan hulahula, dongan tubu, ataupun boru. 

Karena itu dalam transaksi dagang, sah-sah saja mengenakan harga tinggi pada kelompok sileban. Itu yang disebut parsahalian, hanya sekali kejadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun