Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tarutung, Kota yang Tumbuh dari Sepohon Durian

9 Desember 2019   09:38 Diperbarui: 9 Desember 2019   15:06 2915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat dikatakan Perang Batak (1878-1907) yang melibatkan pasukan Belanda dan pasukan Sisingamangaraja XII untuk sebagian adalah atas "undangan" Nommensen dalam rangka percepatan dan perluasan Kristenisasi. 

Nommensen sendiri waktu itu bertindak sebagai "penunjuk jalan" bagi pasukan Belanda. Desa-desa yang mau menerima Kristen waktu itu selamat, sedangkan yang menolak, berarti memihak Sisingamangaraja XI, dibumi-hanguskan.

Maka Perang Batak pada dasarnya adalah "koalisi Injil dan bedil". Penguasaan Tanah Batak oleh Belabda berbanding lurus dengan perluasan Kristenisasi oleh RMG. 

Betapapun ini kontroversial, tapi harus diakui, Kristenisasi telah membawa kemajuan bagi orang Batak di bidang kesehatan, pendidikan, dan pertanian. Tiga bidang ini melekat pada gerakan Kristenisasi oleh Nommensen.

Salah seorang tokoh Silindung yang mendukung langkah Nommensen adalah Raja Pontas Lumbantobing, seorang Raja Huta Saitnihuta, penentang kekuasaan Sisingamangaraja XII. Semula Raja Pontas menentang Nommensen.

Tapi kemudian berbalik menerimanya dan meminta agar dia dan keluarganya dibaptis menjadi Kristen. Bahkan memberikan tanah Pearaja Hutatoruan untuk didiami dan dibangun oleh Nommensen. Sebelumnya Nommensen tinggal di Saitnihuta, sebelah timur Pearaja dan membangun gereja Kristen Protestan pertama di situ.

Nommensen kemudian membangun Pearaja sebagai pusat karya penginjilannya di Tanah Batak. Di situ dibangun gereja dan bangunan-bangunan untuk keperluan pelayanan sosial-ekonomi.

Sejak itu Pearaja dikenal sebagai pusat penyebaran agama Kristen Protestan di Tanah Batak, kemudian dikenal sebagai Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Pimpinan tertinggi HKBP, disebut Ephorus dan Nommensen adalah yang pertama, berkedudukan di Pearaja Tarutung. Di bawahnya adalah para Praeses, pendeta-pendeta yang dipilih sebagai pimpinan distrik HKBP yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sebenarnya seluruh dunia.

Boleh dibilang, Pearaja Tarutung itu adalah "ibu kota" Kristen Batak (HKBP). Dari kota inilah Ephorus, sebagai pimpinan gereja tertinggi, memimpin umat HKBP di seluruh dunia. Ini sedikit mirip dengan Vatikan, pusat Gereja Katolik Roma, tempat kedudukan Paus sebagai pemimpin tertinggi.

Status "ibu kota" Kristen Batak itu disempurnakan dengan pembangunan "Salib Kasih" raksasa tahun 1993 di atas bukit Siatas Barita, sebelah timur kota Tarutung. "Salib Kasih" itu dibangun sebagai penghormatan atas jasa I.L. Nommensen, sekaligus menjadi lokasi wisata rohani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun