Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lelaki Batak Dilarang Memberi Ikan Kepada Mertua

18 Oktober 2019   11:20 Diperbarui: 18 Oktober 2019   17:01 3375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen hulahula memberi ikan kepada boru dalam upacara adat Batak Toba. Perhatikan tangan hulahula, kanan, menelungkup di atas piring sebagai gestur memberkati. Sedangkan tangan boru, kiri, menengadah di bawah piring sebagai gestur menerima berkat. Jumlah ikan ganjil dan kepalanya harus menghadap ke arah boru (Foto: tapanulinadeges.blogspot.com)

Ikan, khususnya ikan mas, memang dijenal sebagai ikan yang hidup di air jernih (Danau Toba). Juga diketahui sebagai ikan yang suka berenang beriringan dalam kelompok. Usianya juga panjang jika hidup tanpa gangguan di Danau Toba. 

Begitulah aturan adatnya. Lalu, kalau dilarang memberi ikan, lantas lauk apa yang boleh diberikan boru (menantu lelaki) saat kunjungan adat kekeluargaan kepada hulahula (mertua)? Jawabnya ada pada satu frasa umpasa pemberkatan ini: "Sai sinur na pinahan gabe na niula."

Kata pinahan di situ menunjuk pada ternak berkaki empat seperti babi, kambing, kerbau, lembu, dan kuda. Lazimnya untuk acara adat kekeluargaan, lauk yang diberikan boru kepada hulahula adalah lauk daging babi.

Jika dihitung, nilai ekonomi seekor babi yang diberikan boru pasti jauh lebih besar dari nilai ekonomi 3 atau 5 atau 7 ekor ikan mas yang diberikan hulahula. Terkesan tidak adil, tapi di situ letak inti nilai "pemberian" jika merujuk teori sosiologi Marcel Mauss (The Gift: forms and functions of exchange in archaic societies. London: Routledge, 1990).

Pemberian itu mengandung bobot "prestasi" menurut Mauss. Artinya jika seseorang menerima pemberian pada satu waktu, maka pada waktu lain dia harus membalasnya dengan pemberian yang bernilai "prestasi" lebih besar.

Demikianlah boru dalam masyarakat Batak membalas pemberian ikan dari hulahula dengan memberi balik ternak babi. Dengan cara itu, boru sedang menyatakan, berkat limpahan berkah dan doa dari hulahula maka boru telah mencapai hamoraon dan hagabeon, kekayaan dan keturunan besar dalam hidupnya.

Pemberian berupa lauk seekor babi kepada hulahula adalah simbol keberhasilan boru dalam hidupnya. Boru telah mencapai kondisi "sinur na pinahan, gabe na niula, horas namangulahon." Pemberian bernilai lebih besar kepada hulahula adalah wujud syukur kepada Sang Pencipta, yang direpresentasikan hulahula. Nilainya sebenarnya terlalu kecil jika dibanding limpahan rejeki yang dikaruniakan Tuhan kepada boru.

Sekaligus nilai pemberian dari boru yang semakin besar semakin baik menjadi etos kerja bagi orang Batak. Suatu etos yang memacu orang Batak bekerja keras meraih prestasi dan prestise hamoraon-hagabeon-hasangapon, kekayaan-keturunan-kemuliaan.

Setiap orang Batak harus membuktikan dirinya sebagai orang yang terberkati dengan cara mencapai prestasi dan prestise itu. Kurang lebih ini sejajar dengan "Etika Protestan" yang menjadi "Jiwa Kapitalisme" menurut Max Weber. (Topik ini memerlukan artikel khusus).

Begitulah. Barang siapa lelaki yang sudah atau hendak beristerikan perempuan Batak (Toba), jangan pernah memberikan lauk ikan kepada mertua, tetapi lauk daging babi, atau kambing bagi yang memantangkan babi.

Sekian penuturan dari saya, Felix Tani, petani mardijker, kadang hulahula, kadang boru, kadang dongan tubu.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun