Mohon tunggu...
Arsyad Maulana
Arsyad Maulana Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti dan mahasiswa Ph.D di UST, Korea Selatan

Menyukai banyak hal, termasuk matematika, sains, komputer, filsafat, agama, dsb. Belajar sepanjang hayat demi bisa membaca seluruh realita yang diciptakan-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[:\ikan dungu]

8 Maret 2024   09:00 Diperbarui: 8 Maret 2024   12:42 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh 성두 홍: https://www.pexels.com/

Avisena meneteskan air mata saat menyemayamkan jasad seekor kura-kura terdampar yang mati karena kedunguan; juga seekor kera yang hangus karena tak memahami prinsip konduktivitas listrik; juga seekor kucing yang gagal memperhitungkan kinetika otomotif. Setelah menyaksikan jutaan kematian makhluk bernyawa, sang dokter yang gagal bertindak hanya bisa menyalahkan kedunguan. Harus berapa lama mereka menderita karena kedunguan? Harus berapa kali lagi ia menangisi kedunguan?

.

Avisena telah melihat bagaimana dunia bergerak dengan ditopang oleh kedunguan universal. Demi menyelamatkan kaumnya dari kedunguan, sang dokter meracik obat penawar yang disebut pendidikan. Namun, orang-orang berkepala kosong yang menutup matanya dari realitas dunia tak memahami esensi pendidikan. Sebuah paradoks, di mana satu-satunya penawar kedunguan di dunia tidak dapat dilihat oleh si dungu. Namun, Avisena tidak menyerah. Ia tak tahan melihat kaumnya menjadi ikan dungu yang gantung diri pada kail hingga kering kerontang.

.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun