Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Memanjakan Mata Sepanjang Tol Surabaya-Malang

27 Juni 2019   14:55 Diperbarui: 28 Juni 2019   03:56 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesona matahari terbit di pangkal tol Surabaya-Malang (Dokumentasi Pribadi)

Jadwal rembug petani pukul 8.00 WIB, Rabu 26 Juni 2019, di Malang memaksaku mengambil penerbangan subuh dari Cengkareng ke Juanda, Surabaya. Tidak berhasil mendapat tiket  penerbangan Jakarta-Malang terpagi.
 
Pesawat mendarat 6.30 WIB di bandara Juanda. Menurut hitunganku lebih cepat 15 menit dari jadwal. Mungkin pilot ngebut kejar setoran. Atau karena udara bebas hambatan pagi itu.
 
"Satu jam bisa, Pak. Lewat tol", jawab Mas Agus, supir yang menemputku, menjawab pertanyaan tentang waktu tempuh ke Malang. "Gila!" pikirku. Maha hemat jalan tol terhadap jarak dan waktu.  
 
Saya teringat perjalanan pertama dari Surabaya ke Malang tahun 1988. Naik bus dari Terminal Purabaya ke Malang, sekitar 2.5 jam. Karena diselingi turun dan naik penumpang sepanjang jalan. Tol memangkas waktu tempuh itu kini sekitar 50 persen.
 
Keluar dari area bandara Juanda langsung masuk tol. Langsung pula disambut keindahan "sunrise" di ufuk timur. Luar biasa.  

Dua tahun lalu saya bersama keluarga harus terpontal-pontal di atas jip "tanpa nurani" untuk menyaksikan "sunrise" di Bromo. Gagal pula, karena awan kelewat tebal. Sekarang, cukup keluar dari bandara Juanda, bisa menikmati "sunrise" gratis.
 
Maksud hati mau bayar tidur yang terampas bangun subuh untuk ngejar pesawat. Apa daya, selewat Gempol pandangan tertumbuk pada "gunung kembar" Arjuna dan Welirang di sebelah kanan tol. Terpesona. Kantuk langsung menguap.

Pesona | dokpri
Pesona | dokpri
Sorot sinar matahari dari timur menerpa pucuk Welirang yang mengepulkan asap. Bias cahaya berpendar menghasilkan citra keemasan di pucuk gunung itu. Seakan-akan di puncaknya ada bongkah emas raksasa yang memanggil untuk ditambang.
 
Itu imajinasiku, tentu saja. Tapi jujur, itu membuatku senang.  Bisa berimajinasi puitis di pagi hari. Kemewahan untuk seorang warga Jabodetabek yang selalu pasrah tersiksa sepanjang tol Jakarta-Cikampek.  Ruas tol yang paling sadis, menurut pengalamanku kini.
 
Menjelang Lawang, ke sebelah kiri jalan, mataku dimanjakan pemandangan lapis-lapis perbukitan dan pegunungan yang berselaput kabut tipis. Itulah jajaran Bromo sampai Semeru. 

Selaput kabut tipis itu mencitrakan perempuan yang masih tergolek di peraduan pagi hari. Dengan gaun tidur tipis menerawangnya. Entah apa yang terjadi tadi malam, sehingga sepagi ini dia masih lelap.

Bromo-Semeru yang masih lelap di pagi hari (Dokumentasi Pribadi)
Bromo-Semeru yang masih lelap di pagi hari (Dokumentasi Pribadi)
Tapi itu, sekali lagi, hanya imajinasi indahku. Setidaknya itu lebih menyenangkan. Ketimbang mencemaskan sawahku yang mungkin digerogoti kawanan tikus.
 
Menjelang gerbang tol Singosari, pintu masuk kota Malang, mataku dimanjakan hamparan  kebun tebu yang sedang berbunga. Bunganya putih berbentuk sulak, seakan membersihkan debu di udara pagi Malang. Mungkin itu sebabnya udara kota tersebut menjadi segar.

Ketika tebu berbunga (Dokumentasi Pribadi)
Ketika tebu berbunga (Dokumentasi Pribadi)
Dari sudut pandang tertentu, hamparan tebu berbunga itu tampak seperti bentang kasur putih sehalus sutera. Lalu lihatlah, di atasnya tergolek perempuan "Bromo-Semeru" dalam balutan baju tidur menerawangnya. Betapa pemandangan mempesona.
 
Sekali lagi, itu imajinasi peluluh kantuk. Sebelum pikiran realistis petaniku mengganggu. Sebab bunga tebu bagi petani adalah penanda petaka. Artinya rendemen gula tebunya telah merosot. Alamat merugi. 

Jangan kau biarkan fakta itu mengganggu imajinasi indahmu. Ketika kau saksikan hamparan tebu berbunga indah. 

Manjakan saja matamu, sobat. Nikmatilah kurnia alam indah selagi mata belum rabun.  Agar  tak timbul sesal dalam dadamu kelak.
 
Mobil sudah keluar dari gerbang tol Singosari. Sudah masuk kota Malang. Cerita pemanjaan mata sepanjang tol Surabaya-Malang selesai sudah. 

Ya, pemanjaan bagiku. Mungkin tidak, bagi mereka yang saban hari wara-wiri di jalur itu. Betapa malang mereka, jika benar begitu.
 
Itulah ceritaku, Felix Tani, petani mardijker, orang sawah yang sedang belajar imajinasi sehat.***
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun