Mohon tunggu...
Suciati Lia
Suciati Lia Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar mengungkapkan sebuah kata agar bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Rileksasi Ramadan: Memanjakan Jiwa dengan Ngabuburit di Pematang Sawah

16 Maret 2024   14:46 Diperbarui: 16 Maret 2024   15:04 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rileksasi Ramadan: Memanjakan Jiwa dengan Ngabuburit di Pematang Sawah

 Saat di kampung orang tua, tempat yang menjadi favorit untuk menunggu waktu berbuka adalah menikmati senja di pematang sawah. Jikalau diajak saudara ke pasar Ramadan memang kurang begitu merespon. Maklum, sedari dahulu tak memiliki kebiasaan nyemil dan biasa menyantap makanan pokok. Itu lebih dari  cukup. Kalau pun berminat ya hanya sesekali saja untuk memenuhi harapan agar tidak kecewa. Jika ada yang ingin dibeli lebih memilih menitip daripada pergi berburu, kecuali kalau ada yang dibeli kebutuhan yang urgen baru ada niat pergi.

Menikmati hiruk pikuk memang tantangan sendiri. Itulah kadang saya tidak menyukai kepadatan dan melihat reaksi pengguna jalan semaunya. Belum lagi macet dan asap kendaraan bermotor menjadi hirupan saat ke pasar Ramadan. Dengan dasar itulah saya lebih memilih tempat yang menyejukkan untuk menghabiskan waktu menunggu berbuka puasa.

Dengan berkendara motor, saya menikmati udara segar di sore hari. Dengan sesekali mengambil gambar untuk mengabadikan momen tersebut. Pemadangan yang terbentang luas sawah dengan hamparan padi yang masih berusia 2 bulan. Ada juga yang berusia 1 bulan dan 3 minggu. Melihatnya dari dekat seakan menghadirkan ketentraman batin yang tak mampu dilukiskan dengan kata-kata. Tempat inilah dari kecil hingga waktu SMK sering saya lewati dan rasanya jiwa begitu damai.

Selain itu, ditambah aneka burung yang hinggap dari tanaman padi yang satu ke tanaman padi yang lain. Sungguh pesona alam yang mengagumkan. Tempat inilah membuat hati rileks dari rutinitas pekerjaan yang terkadang tak ada habisnya. Pikiran saya akan terbawa ke nostalgia masa kecil dahulu. Berjalan kaki menuju ke sawah meskipun jaraknya berkilo-kilo. Karena, yang dilalui hamparan sawah dan padi tentu rasa capek terobati.

Belum lagi jika saya berjumpa penduduk sekitar, sapaan begitu ramah seolah menyiratkan kekeluargaan. Suasana inilah yang dirindukan. Sesekali mengobrol dan bertanya kabar lalu melanjutkan perjalanan hingga  berhenti di pondok sawah orang tua. Saya senang berkeliling dengan mengabadikan momen. Sambil sesekali mengintip buah jeruk favorit. Bila dibanding makan kue, saya lebih senang dengan mengonsumsi terutama buah jeruk. Buah yang begitu lebat, yang memiliki cita rasa manis asam. Saya mengambil sesuai kebutuhan lalu membawanya menikmati pematang sawah orang tua.

Di tanggul inilah kenangan masa lalu terukir di benak. Usaha keras orang tua membuat sistem minapadi dengan mengandalkan tenaganya. Apalagi saat kemarau panjang melanda, dari bawah tanggul mengangkat timba untuk menyiram tanaman cabai agar tetap hidup. Kenangan itu membuat saya bersyukur sampai di titik ini. Perjuangan orang tua yang tidak kenal lelah kini sepanjang sawah terdapat tanggul-tanggul yang telah ditanami pisang, jeruk, dan tanaman cabai untuk menyambung hidup.

Momen yang ditunggu adalah senja. Di pematang sawah inilah sebagai tempat yang penuh pesona apalagi senja yang diharapkan datang menghampiri. Saya merasakan kesejukan dan kedamaian untuk melepas rasa di dada. Suara ikan dari kolam, hijaunya tanaman padi yang terhampar, sejuknya udara sore menjadi latar belakang yang sempurna untuk merenung dan menyegarkan pikiran.

Tak hanya itu, menghabiskan waktu di pematang sawah juga memberikan kesempatan untuk menikmati keindahan alam. Sepanjang jalan tadi saya sudah dimanjakan dengan keindahan luar biasa. Begitu pun di pematang sawah orang tua saya juga menyaksikan kembali tanaman cabai tumbuh subur yang hasil kerja keras orang tua menanam dan memeliharanya. Selain itu, para petani yang pulang dari bekerjanya yang memberikan persepektif baru tentang kehidupan. Dari sinilah kadang saya belajar mengenai siklus alam dan arti kerja keras para petani yang terus berusaha kerja untuk memenuhi kebutuhan meskipun jauh dari kecukupan. Tapi semangat itulah yang terus tertanam untuk selalu berusaha tanpa mengenal lelah demi mencari keberkahan hidup di bawah terik mentari dan getirnya harga kebutuhan yang terkadang tidak bersahabat.

Dalam kesempatan itu membuat saya bersyukur bahwa apa yang saya nikmati adalah kerja keras dari orang tua. Renungan itu yang menjadikan pribadi untuk mengingat jasanya agar tidak pernah lupa saat kita diberikan rezeki berlebih. Orang tua tidak pernah meminta anaknya untuk memberikan sesuatu namun jika kita ikhlas berbagi jauh lebih indah sebagai bentuk kepeduliaan atas jasanya selama ini apalagi saya tidak tinggal bersama orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun