Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Revolusi Benih, Basis Modernisasi Pertanian

15 Mei 2019   18:30 Diperbarui: 15 Mei 2019   19:48 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan padi varietas Tropiko, hasil iradiasi nuklir Batan (Dokumentasi Pribadi)

Pertama, kelangkaan sumberdaya air. Pertumbuhan penduduk dan industri meningkatkan permintaan air untuk keperluan konsumsi dan industri. Akibatnya volume air irigasi pertanian terpangkas. 

Kedua, keterbatasan lahan pertanian. Pertumbuhan penduduk dan industri meningkatkan konversi lahan pertanian menjadi areal pemukiman, bisnis/perkantoran, pabrik, dan perkebunan tanaman bahan bio-fuel. 

Ketiga, keterbatasan sumberdaya tak-terbarukan. Persediaan bahan mentah pupuk kimia semakin menipis sehingga peningkatan produksi pangan melalui teknologi pupuk akan terkendala. Sumberdaya fossil untuk bahan bakar juga menipis sehingga memicu peningkatan penggunaan pangan serealia sebagai bahan baku bio-fuel.

Keempat, perubahan iklim global akibat pemanasan global. Peningkatan suhu udara mengganggu pertumbuhan tanaman dan memicu perkembangan hama dan penyakit.  Perubahan pola curah hujan, banjir dan kekeringan ekstrim,  merusak pertanaman. Kenaikan permukaan air laut menyebabkan salinisasi lahan.  

Ringkasnya peningkatan produksi pangan, khususnya padi, dihadapkan pada kendala kelangkaan air irigasi, keterbatasan lahan, keterbatasan sumberdaya tak-terbarukan, dan dampak negatif perubahan iklim global.

Dengan empat kendala itu maka dua pendekatan konvensional modernisasi pertanian untuk peningkatan produksi padi, ekstensifikasi dan intensifikasi, tidak lagi relevan. Ekstensifikasi, berupa perluasan lahan baku pertanian padi, tidak dimungkinkan karena luas ketersediaan lahan semakin mengecil. 

Intensifikasi budidaya padi, berupa peningkatan jumlah asupan pupuk, pestisida, dan irigasi, juga tak dimungkinkan karena kendala keterbatasan air irigasi, kelangkaan sumberdaya terbarukan (bahan mentah pupuk), dan perubahan perilaku hama dan penyakit akibat ketakpastian iklim global.

Pada kondisi seperti itu, pendekatan yang paling relevan adalah "revolusi benih padi" . Targetnya menemukan benih padi yang mampu mengatasi empat kendala peningkatan produksi pangan tersebut.

Keharusan Revolusi Benih Padi 
Sasaran besar "revolusi benih padi " adalah inovasi benih padi varietas super dengan lima nilai unggul. Pertama, produktivitasnya tinggi, minimal 10 ton gabah kering giling (GKG) per hektar, sehingga bisa menghemat penggunaan lahan. 

Kedua, umurnya pendek yang memungkinkan frekuensi tanam tinggi , 2.5-3.0 kali/tahun, sehingga menghemat lahan juga. Ketiga, super-responsif pada pupuk kimia sehingga hemat penggunaan pupuk, sekaligus ramah ekologis.

Keempat, tahan cekaman abiotik seperti kekeringan, banjir, dan salinisasi akibat perubahan iklim global.  Kualitas tahan kekeringan dibutuhan untuk antisipasi keterbatasan air irigasi. Kelima, tahan cekaman biotik yaitu hama dan penyakit sehingga hemat penggunaan pestisida. Kualitas ini perlu sebagai antisipasi terhadap anomali serangan hama dan penyakit akibat ketak-pastian iklim global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun