Sementara Anies sukses dipersepsikan sebagai "teman rakyat", dengan sikapnya yang santun dan kata-kata yang selalu memihak rakyat lemah. Terang benar, Anies dipersepsikan sebagai figur "cinta damai". Sedangkan Ahok sebagai figur "dajjal songong" (istilah Amien Rais).
Maka, jika rakyat harus memilih antara Si "Cinta Damai" dan Si "Dajjal Songong" untuk menjadi Gubernur, siapakah yang akan tampil sebagai pemenang? Tak perlu dijawab lagi, karena Si "Dajjal Songong" itu kini sudah mendekam di penjara, menjalani hukuman sebagai "musuh rakyat".
"Jakarta sudah Anies!" Tapi itu tidak berarti buku ini kehilangan relevansinya. Â Buku ini tetap relevan untuk membantu memahami sebagian dari proses "penumpasan" Â Ahok. Sehingga dia tidak saja gagal menjadi Gubernur DKI lagi tapi, lebih dari itu, juga masuk penjara sebagai "musuh rakyat".
Dan bila warga Jakarta bercengkerama di RPTRA Kalijido, atau lewat melingkar di Jembatan Semanggi Baru, ingatlah bahwa semua itu terwujud berkat niat baik, kejujuran dan keteguhan hati seorang "musuh rakyat" bernama Ahok.***