Tapi tulisan adalah penjara paling aneh. Begitu banyak orang ingin menjadi penulis, pemenjara kata, pembentuk dan pembagi makna. Entah sekadar penulis picisan, atau bahkan penulis profesional. Nah, bukankah aneh beroleh uang dari profesi pemenjara kata?
Di lain pihak banyak pula orang yang sudi mengunjungi penjara kata. Berharap beroleh makna di situ. Ada yang berkunjung gratisan, ada pula yang membayar. Lagi, bukankah aneh kalau ada yang mau membayar untuk menikmati penjara?
Jelas sudah, saya masih tetap pada paham tulisan sebagai penjara suara dalam wujud kata dan rangkaian kata yang membentuk makna. Penulis adalah diktator pemenjara, pembaca adalah pengunjung penjara.
Saya memang diktator, tapi dengan faham anarkisme, memenjarakan kata-kata di bawah hukum logika, etika, dan estetika.
Akhirul kalam, “Ji, mari kita rayakan perbedaan ini.” (*)