Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Mendikbud Muhadjir, Tolong Berpikir Ilmiah Sedikit

9 Agustus 2016   10:07 Diperbarui: 9 Agustus 2016   10:31 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau tak bisa berpikir ilmiah, tolong jangan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Pernyataan keras itu, dengan segala maaf, harus saya tuliskan untuk (mudah-mudahan) dibaca oleh Mendikbud Muhadjir Effendy.

Itu terkait dengan gagasan “Full Day School” (FDS) untuk jenjang SD-SMP yang diusulkannya baru-baru ini.

Pokok soalnya, Pak Mendikbud  mengajukan gagasan FDS tanpa didukung argumen ilmiah yang kuat. Beliau justru mengajukan argumen spekulatif yang lemah.

Saya akan tunjukkan, berdasar apa yang telah disiarkan ke khalayak (kompas.com, 8.8.16). Saya akan kutipkan argumen-argumen Pak Mendikbud Muhadjir dan langsung menanggapinya.

Argumen 1: “…sistem ‘full day school’ untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta. Alasannya, agar anak tidak sendiri ketika orang tua mereka masih bekerja.”

Tanggapan saya: Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ketika anak pulang sekolah siang hari mereka tidak bersama orangtua di rumah. 

Argumen tersebut sangat bias-kota. Mengandaikan pasutri pergi kerja pagi dan pulang sore hari. Faktanya tidak semua ibu di kota bekerja di luar rumah. Terbukti, pertemuan orangtua murid pagi hari di sekolah kota umumnya dihadiri kaum ibu.

Faktanya juga, mayoritas murid SD-SMP berada di wilayah pedesaan dan orangtua mereka tidak bekerja kantoran. Banyak siswa pedesaan yang justru membantu orangtua bekerja sepulang sekolah. Mereka pulang sendiri, tanpa dijemput.

Argumen 2: "Dengan sistem ‘full day school’ ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang dari kerja."

Tanggapan saya: Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya korelasi negatif antara jumlah jam sekolah dengan tingkat keliaran anak di luar sekolah. Sehingga tak bisa disimpulkan bahwa semakin pendek jam sekolah semakin liar anak di luar sekolah.

Kekecualian adalah sekolah berasrama seperti pesantren, seminari, dan sejumlah sekolah unggulan. Sebab siswanya berada di dalam lingkungan sekolah sepanjang siang-malam.

Argumen itu sangat lemah karena menempatkan “jam sekolah” sebagai variabel pengaruh dan “keliaran anak” sebagai variabel gayut. Mungkin saja siswa dengan jam sekolah pendek punya waktu panjang untuk “berkeliaran” di luar rumah. Tapi itu tak berarti mereka menjadi “anak liar”. 

Argumen 3:  “… kalau anak-anak tetap berada di sekolah, mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas sekolah sampai dijemput orang tuanya usai jam kerja.”

Tanggapan saya: Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa siswa FDS tidak memiliki beban “pekerjaan rumah” (PR) dari gurunya. 

Bahkan di sekolah berasrama yang menerapkan FDS sekalipun, siswa masih wajib belajar malam hari untuk menyelesaikan tumpukan PR. Sekolah senacam itu membedakan PR dengan PS (pekerjaan sekolah).

Argumen 4:  “Aktivitas lain misalnya mengaji bagi yang beragama Islam … pihak sekolah bisa memanggil guru mengaji atau ustaz yang sudah diketahui latar belakang dan rekam jejaknya. … kalau mereka mengaji di luar, dikhawatirkan ada yang mengajarkan hal-hal yang menyimpang.”

Tanggapan saya: Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa pengajian dalam-sekolah lebih baik dibanding pengajian luar-sekolah. 

Juga tidak ada bukti bahwa seseorang menjadi sesat imannya   karena dia mendapat pelajaran agama di luar sekolah.

Tanggapan saya pada intinya adalah sebuah permintaan kepada Pak Mendikbud Muhadjir, agar selalu mendasarkan setiap gagasan inovatifnya pada argumen ilmiah yang kuat.  

Janganlah menggunakan argumen spekulatif yang lemah, karena berpotensi fitnah atau sekurang-kurangnya “asal bunyi”.

Tolong diingat Pak Mendikbud, Anda memimpin institusi pendidikan, penegak cara berpikir ilmiah. Jadi, tolonglah berpikir ilmiah sedikit.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun