(HRM #098)
Adakah kemungkinan 1.128 suku bangsa di Nusantara ini sebenarnya berkerabat? Sehingga lahir semboyan Bhinneka Tunggal Ika?
Mungkin hanya Poltak yang pernah berpikir seperti itu. Itupun sudah lama kejadiaannya. Awal 1980-an, ketika Poltak masih menjadi seorang seminaris di SMP Seminari Menengah Pematang Siantar.
Suatu hari dalam pelajaran Ilmu Bumi, Pak Guru Matius mengajarkan asal-usul suku-suku bangsa di Nusantara.
Sebelum masuk pada materi pelajaran, sudah menjadi kebiasaan Pak Guru Matius selalu mengajukan sebuah pertanyaan pre-test.
“Poltak!” teriak Pak Guru Matius. Nah, kali ini giliran Poltak yang jadi “korban” acak.
“Kau tahu dari mana asal usul orang Batak?” lanjut Pak Guru Matius bertanya.
Karuan, Poltak tergagap-gagap mendapat pertanyaan maha sulit seperti itu.
“Jangan ngak nguk ngak, jawab saja,” tekan Pak Guru Matius. Sudah menjadi hukum untuk Pak Guru ini, setiap pertanyaan guru harus dijawab. Benar atau salah, urusan belakangan.
“Dari Cianjur, Jawa Barat, Pak!” jawab Poltak keras, merasa dirinya tiba-tiba cerdas kali ini.
“Hah!? Poltaaak … maksudmu leluhur orang Batak itu orang Sunda?” Nada suara Pak Guru Matius melengking naik satu oktaf.