Mohon tunggu...
Mohamad Syarif Hidayatullah
Mohamad Syarif Hidayatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi UIN Walisongo Semarang

Halo saya Mohamad Syarif Hidayatullah, Mahasiswa Psikologi UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berdamai dengan Stres Melalui Strategi Coping Stress

18 Desember 2021   00:47 Diperbarui: 18 Desember 2021   01:46 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BERDAMAI DENGAN STRES MELALUI STRATEGI COPING STRESS

Hallo reader, bagaimana aktivitas anda hari ini? Apakah anda menjalani hari yang produktif atau bermalas-malasan di tengah deadline yang terus berjalan? Sudahkah anda mengetahui penyebab malas yang anda alami? Jika penyebabnya karena anda merasa lelah dengan banyaknya beban pikiran yang sedang anda pikirkan sampai mengganggu aktivitas harian coba yuk baca artikel berikut mungkin saja anda sedang mengalami stres dan belum menemukan coping stres yang tepat untuk membantu diri anda.

Berdasarkan data yang dilansir dari Databoks, The Least and Most Stressful Cities Index 2021 melaporkan bahwa salah satu kota dari negara Indonesia atau lebih tepatnya Ibu Kota negara kita yakni Jakarta menempati posisi ke 9 sebagai kota dengan tingkat stress tertinggi pada tahun 2021 dari 100 kota di dunia dengan perolehan skor akhir 41,8/100 poin. Angka ini memiliki ketentuan, yaitu semakin rendah skornya maka semakin tinggi tingkat stress kota tersebut. Penilaian ini dianalisis melalui empat kategori; kota, pemerintahan, keuangan, dan kesehatan masyarakat yang kemudian dibagi menjadi 16 faktor, diantaranya ada dampak dari pandemi covid-19, tekanan sosial, tata kelola, dan lain sebagainya.

Selain itu, dengan pandemi yang tak kunjung selesai hingga membawa kita pada kenyataan dimana kesehatan mental telah menjadi masalah besar untuk tahun 2021 ini. Melalui pengalaman yang diperoleh selama pandemi seperti; kesepian karena isolasi, kesulitan keuangan karena menurunnya pendapatan, selalu waspada demi menjaga keamanan, dan lain-lainnya, mengakibatkan kita untuk hidup di bawah banyak tekanan dan tantangan. Terjadinya hal ini tentu bukanlah pertanda yang baik, karena seperti yang diungkap oleh Lisa Carlson yakni seorang mantan presiden American Public Health Association, dirinya berkata bahwa "kita tidak memiliki vaksin untuk kesehatan mental seperti yang akan kita dapatkan untuk kesehatan fisik. Jadi, butuh waktu lebih lama untuk keluar dari tantangan itu" (CNNIndonesia.com).

Folkman dan Lazarus (1984) mendefinisikan stres sebagai interaksi atau hubungan timbal balik terkait penilaian antara individu dengan lingkungan mengenai tuntutan atau tekanan yang berasal dari stimulus eksternal. Sejalan dengan itu, Selye memperkenalkan model stress General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga tahapan; yaitu 1) Alarm (tanda bahaya), 2) resistance (perlawanan), 3) exhausted (kelelahan). Secara alami tubuh memberikan rangsangan dengan mengaktifkan respon fight or flight sebagai bentuk adanya potensi yang mengancam diri individu. 

Penyebab Stres

Kita perlu mengetahui Stressor atau faktor penyebab stres yang sedang kita alami agar stres bisa segera ditangani karena jika stres yang berlangsung lama dan tidak segera ditangani maka akan menimbulkan masalah kesehatan. Stressor digolongkan menjadi 3 yaitu stressor fisik-biologis, stressor psikologis maupun stressor sosial. Stressor fisik-biologis disebabkan karena seseorang memiliki penyakit yang sulit disembuhkan juga postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal. Stressor psikologis bisa disebabkan karena negative dan over thinking, adanya keinginan diluar kemampuannya, dan adanya konflik pribadi. Wujud stresor sosial seperti interaksi sosial. Begitu juga dengan perasaan dan pikiran individu yang dianggap sebagai salah satu ancaman, baik yang nyata maupun imajinasi, hal tersebut juga menjadi stressor. Usia merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan stres, semakin bertambahnya usia seseorang, maka semakin mudah pula seseorang mengalami stres, hal ini disebabkan oleh faktor fisiologis dimana mengalami kemunduran kemampuan visual seperti berpikir, mengingat dan mendengar. Menurut Lazarus dan Cohen (1977) ada 2 faktor penyebab stres diantaranya, yang pertama Daily Hassles dimana  daily hassles ini merupakan kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari seperti masalah di sekolah maupun di tempat kerja, yang kedua adalah personal stressor yang merupakan ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau sangat kehilangan pada sesuatu yang terjadi pada level individual, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan ekonomi, dan juga masalah pribadi. 

0001-14811916302-20211217-223901-0000-61bccf9506310e1ef043cca4.png
0001-14811916302-20211217-223901-0000-61bccf9506310e1ef043cca4.png
Gejala-Gejala Stres

Seseorang yang mengalami stres gejala-gejalanya dapat dilihat secara fisik maupun psikologis. Gejala fisik yang biasanya timbul saat individu mengalami stres antara lain: gangguan jantung, tekanan darah tinggi, ketegangan pada otot, sakit kepala, telapak tangan, kaki terasa dingin, pernapasan tersengal-sengal, kepala terasa pusing, perut terasa mual-mual, gangguan pada sistem pencernaan, susah tidur, bagi wanita akan mengalami gangguan pada menstruasi dan gangguan seksual (impotensi). Sedangkan gejala psikologis yang biasanya timbul saat  individu mengalami stres antara lain perasaan selalu gugup dan cemas, peka dan mudah tersinggung, gelisah, kelelahan yang hebat, malas melakukan kegiatan, kemampuan kerja menurun, adanya perasaan takut, pemusatan diri yang berlebihan, hilangnya spontanitas, mengasingkan diri dari kelompok, dan phobia (Waitz, Stromme, Rallo, 1983:41-50). Seseorang yang mengalami stres memiliki gejala perilaku seperti merokok, mengkonsumsi obat-obatan atau alkohol secara berlebihan, berjalan mondar-mandir, kehilangan ketertarikan pada penampilan fisik, perilaku sosial berubah secara tiba-tiba. Stres dapat meningkatkan tubuh untuk bereaksi, baik itu stres dalam tingkat rendah maupun sedang. Stres bisa membuat individu melakukan tugasnya lebih baik, lebih cepat atau lebih intensif (eustress). Namun, terlalu stres juga tidak baik bagi seseorang hal demikian akan berakibat pada menjadi terganggu misalnya kinerja menjadi lebih rendah (distress).

Menerapkan Strategi Coping Stress

Menurut Folkman dan Lazarus (1984), cara seseorang dalam melakukan strategi coping tergantung dengan kepribadian masing-masing orang dan sumber stres yang dimiliki. Menurut para ahli psikologi coping stress dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu Appraisal-focused strategies, Problem-focused strategies, dan Emotion-focused strategies.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun