Mohon tunggu...
Ms Febiana
Ms Febiana Mohon Tunggu... Freelancer

Perempuan Indonesia - Yang Bisa Motto, Suka Nulis, Suka Jalan, Suka belajar, Suka banget kalau bisa bantu Ig: @msfebiana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kakap Merah yang tak Merah dan Udang yang Rendah Hati

19 Agustus 2025   09:07 Diperbarui: 19 Agustus 2025   10:57 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di dapur sederhana rumah itu, aroma tumisan bawang putih dan cabai menguar, memenuhi udara dengan rasa lapar yang menggelitik. Panci besar berisi gulai kakap mendidih pelan, mengeluarkan kuah kekuningan pekat dengan minyak merah mengapung di permukaannya. Di sebelahnya, wajan berisi udang goreng tersusun rapi, kulitnya memerah cantik seperti baru saja disapu cat.

"Ya Allah, Kak! Kenapa kakap merahnya malah nggak merah?!" suara Naya meledak sambil menatap panci itu penuh kecewa.

Kakaknya, Dina, sedang sibuk menaruh sendok ke mangkok. "Lah, memangnya kenapa? Namanya kakap merah, ya spesies ikannya disebut begitu. Warnanya bisa pudar kalau dimasak."

Naya melotot. "Tapi namanya kakap merah! Harusnya ya tetap merah! Masa udang yang bukan bernama udang merah malah jadi merah waktu dimasak? Gimana sih logikanya?"

Dina menoleh, lalu terkekeh. "Dek, ini dapur, bukan kelas logika. Udang itu memang kalau dimasak berubah warna karena ada astaxantin nya yg dilepasin udang saat dimasak. Kalau kakap merah, ya nama spesies dari ikan yang merah saat masih hidup. Setelah dimasak, warnanya tergantung kuahnya."

"Jadi intinya nama itu cuma label?!" Naya bersungut-sungut, meletakkan tangannya di pinggang. "Berarti kita bisa aja bohong dong. Misalnya aku kasih nama kamu Dina Bahagia, padahal aslinya kamu galak kayak singa."

Kakaknya nyaris tersedak tertawa. "Eh, enak aja! Jangan main-main sama nama orang. Nama itu doa, bukan sekadar label."

"Lah, sama aja kan. Nama 'kakap merah' ternyata nggak menjamin dia merah. Sama kayak nama 'manis' nggak menjamin orangnya nggak judes. Ironi hidup banget, Kak."

Mereka duduk di meja makan. Naya masih manyun, menatap gulai kakap dengan curiga, seolah ikan di dalamnya menipu dunia.

"Aku tuh cuma nggak terima," ujar Naya akhirnya, "bahwa sesuatu bisa disebut dengan nama tertentu tapi nggak menunjukkan kenyataan. Rasanya kayak ditipu."

Kakaknya menyuapkan nasi. "Dek, hidup ini memang penuh label. Ada orang kelihatan alim, bajunya putih-putih, rajin ceramah. Tapi bisa jadi hatinya kotor. Ada juga orang terlihat urakan, tapi hatinya lembut dan dermawan. Nama dan penampilan luar itu bukan jaminan isi dalam."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun