Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taat Antrian, Akar Sebagian Masalah Bangsa?

11 Desember 2019   18:35 Diperbarui: 11 Desember 2019   18:38 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ekonomi.kompas.com/

Suatu pagi di hari Sabtu awal Desember 2019, saya mengejar penerbangan pertama dari Bandara Adisujipto Yogyakarta menuju Halim Perdanakusuma Jakarta. 

Mengingat jadwal penerbangan jam 06.00 WIB, maka selepas subuh sekitar jam 04.30 WIB saya sudah harus beranjak dari hotel menuju bandara. Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi ketika akhirnya saya masuk di are check-in bandara.

Melalui layar display yang terpampang di atas konter check-in, saya tahu hanya ada dua konter yang melayani rute penerbangan tersebut. Saya lihat antrian di masing-masing konter (kanan dan kiri) ada sekitar 10 orang. 

Bergegas saya mengantri di konter sebelah kiri sembari menenteng koper dan oleh-oleh. Selepas kira-kira sepuluh menit mengantri, tiba-tiba terdengar kegaduhan di konter sebelah kanan. Banyak orang-orang terlihat melakukan protes pada petugas maskapai yg pesawatnya akan saya naiki.

Rupa-rupanya konter sebelah kanan tiba-tiba tutup dan petugas yang sebelumnya melayani tiba-tiba pergi. Saya tidak tahu persis kemana perginya, namun petugas lainnya dari maskapai swasta tersebut yang kebetulan ada di sekitar tempat itu tidak bisa memberikan jawaban dan seolah-olah bingung sendiri atas apa yang harus mereka lakukan. Kebetulan konter dimana saya mengantri masih aman terkendali, sehingga saya cukup memperhatikan situasi yang terjadi.

Tiba-tiba ada pria separuh baya yang berada di antrian sebelah kanan dan posisi antriannya juga di belakang saya (meskipun antrian saya di sebelah kiri) beranjak maju ke petugas konter sebelah kiri. Kebetulan posisi saya berada di antrian ke dua di belakang seorang lelaki usia 35 tahunan. 

Pria separuh baya dari antrian sebelah kanan tersebut langsung menanyakan pada petugas konter mengapa konter di sebelah kanan tutup dan begitu khawatir ketinggalan pesawat karena tidak ada kepastian kapan konter buka. Sementara pada saat bersamaan banyak pengantri di konter sebelah kanan juga tenang-tenang saja menunggu konter buka kembali.

Mungkin karena tidak enak terhadap si Pria paruh baya, petugas konter kemudian melayani orang tersebut dan lantas memberikan tiket check-in. Segera saya bilang pada si Pria paruh baya "Bapak menyerobot antrian saya". Dengan perasaan yang tidak enak (terlihat dari mimik wajahnya) dan tanpa meminta maaf, dia mempersilahkan saya dan lelaki di depan saya untuk dilayani oleh petugas konter. 

Lelaki di depan saya berkata pada si Pria paruh baya dengan pedas "Orang tua harusnya menjadi contoh, tidak main selonong seenaknya saja" tanpa dibalas dengan sepatah katapun oleh si Pria paruh baya. Melihat kejadian itu, petugas maskapai yang berada di sekitar lokasi meminta agar barisan antrian di sebelah kanan untuk pindah mengantri ke sebelah kiri.

Begitulah sekelumit ujian tentang tertib dalam antrian dan tidak menyerobotnya menjadi sesuatu yang susah kita jalankan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anda yang suka mengantri di gubuk kambing guling saat menghadiri resepsi perkawinan pasti pernah melihat orang menyerobot antrian. 

Biasanya ada dua modus, yang pertama orang ini akan datang dari arah berlawanan dengan arah antrian seharusnya sehingga dia akan langsung maju ke gubuk kambing guling dan meminta pelayan melayaninya sembari menyodorkan piring agar diisi kambing guling sambil pura-pura tidak melihat antrian. 

Kebanyakan pelayan tidak akan menegur orang ini untuk antri di tempat seharusnya. Modus kedua adalah orang ini akan melihat ada kawannya atau tidak pada posisi antrian di depan. Pada saat ada kawannya maka dia langsung mengajak ngobrol haha hehe sembari pelan-pelan masuk ke dalam antrian baik di depan atau belakang kawannya. Kedua metode ini yang sering orang lakukan dan lumayan memotong panjang jalur antrian.

Masalah bangsa ini kalau dipikir-pikir lagi ternyata karena masyarakatnya tidak taat pada antrian. Coba saja jika orang mau mengantri pada saat membuat SIM, KTP, mengurus perijinan dan lain-lain serta tidak minta untuk diprioritaskan atau didahulukan maka perilaku suap, maraknya calo tidak akan terjadi. 

Jika saja semua orang sadar, untuk menjadi pejabat, direksi BUMN, mereka harus menunggu antrian dan seleksi dari ribuan orang yang mengantri dan pantas untuk mendudukinya, maka saya yakin tidak ada peluang transaksional dengan pemilik kekuasaan yang menyuburkan praktek korupsi. Seandainya semua orang taat dalam antrian lampu lalu lintas, maka macet yang panjang gampang terurai karena orang tidak saling serobot jalur yang pada akhirnya mengunci.

Menjadi taat dalam antrian itu mudah diucapkan namun banyak godaannya saat diterapkan. Saya tidak mememungkiri bahwa dalam beberapa kesempatan gagal untuk tidak tergoda menyerobot antrian. Namun saya tidak akan mencari pembenaran untuk tindakan saya tersebut, karena salah tetap saja salah. 

Budaya antri harus ditanamkan dalam benak dan perilaku anak cucu kita semua sedari kecil. Hal ini akan membuat budaya antri bisa secara inheren melekat pada masyarakat Indonesia sejak mereka masih kecil. 

Budaya antri yag sudah tertanam dengan baik sedari kecil, akan membuat orang malu untuk menyerobot antrian, malu untuk diperlakukan istimewa atau meminta prioritas, dan membuat orang berani menegur ketika ada orang yang melanggar antrian. Jadi jangan sampai kita memberi contoh buruk pada generasi penerus dengan menyerobot antrian.

MRR, Bks-11/12/2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun