Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Garis Kemiskinan dan Hak Si Miskin

25 Juli 2018   17:45 Diperbarui: 26 Juli 2018   03:53 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Miskin, ya kata terseebut pasti sangat familiar dengan kita semua, dari waktu kita kecil hingga dewasa. Miskin sering diasosiasikan dengan kehidupan yang susah, kekurangan, tidak bahagia, banyak hutang dan sederet stigma buruk lainnya. Bahkan seringkali kata miskin digunakan dalam dunia pendidikan untuk memotivasi siswa-siswa sekolah supaya giat belajar sehingga nantinya tidak menjadi orang miskin.

Saking pentingnya terminologi miskin, maka konstitusi Indonesia mencantumkan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara". Tentu maksud dipelihara disini bukan lantas orang miskin itu dipelihara dan ditumbuhkembangkan, namun negara memberikan jaminan keberlangsungan hidup mereka dan sebisa mungkin mengentaskannya.

Terminologi miskin juga sering digunakan para politisi baik sebagai janji kampanyenya maupun partainya dalam rangka mengurangi kemiskinan Indonesia. Seringkali juga pihak oposisi menjadikan kemiskinan sebagai bahan serangan terhadap pemerintah yang berkuasa karena dianggap gagal mengurangi angka kemiskinan. 

Pun sebaliknya, ketika hitung-hitungan statistik menunjukkan angka kemiskinan warga negara Indonesia berkurang maka serta merta pemerintah yang berkuasa dan partai-partai pendukungnya akan gencar memberitakan keberhasilan tersebut.

Definisi Miskin

Menurut para ustad ahli fiqh miskin adalah orang yang tidak punya harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, namun masih ada sedikit kemampuan untuk mendapatkannya. Dia punya sesuatu yang bisa menghasilkan kebutuhan dasarnya, namun dalam jumlah yang teramat kecil dan jauh dari cukup untuk sekedar menyambung hidup dan bertahan.

Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). 

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.

Data per-Oktober 2015 dari Bank Dunia
Data per-Oktober 2015 dari Bank Dunia
Sementara itu sejak Oktober tahun 2015 Bank Dunia telah menetapkan garis kemiskinan internasional sebesar $1.90 per hari. Jika menggunakan kurs 1 dollar US adalah Rp. 14.500, maka garis kemiskinan internasional adalah sebesar Rp 27.550 perhari atau sekitar Rp. 826.500 per hari.

Statistika Kemiskinan atau Pengentasan Kemiskinan

Menengok tabel yang dikeluarkan BPS maka memang benar selama kurun waktu 10 tahun terakhir maka angka kemiskinan cenderung menurun dari tahun ke tahun. Dikutip dari Tirto.id, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2018 ada sebanyak 25,95 juta orang. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 633,2 ribu orang, dari yang sebelumnya tercatat sebesar 26,58 juta orang pada September 2017. 

"Persentase kemiskinan pada Maret 2018 adalah 9,82 persen, ini pertama kalinya Indonesia mendapatkan tingkat angka kemiskinan satu digit. Sementara persentasenya pada September 2017 itu 10,12 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta pada Senin (16/7/2018).

Angka rata-rata garis kemiskinan pada Maret 2018 adalah Rp401.220 per kapita per bulan, yang mana naik sedikit sekali dari September 2017. Angka ini kalau dibagi 30 hari maka ketemu Rp 13.374, artinya penduduk yang pengeluarannya dibawah Rp 13.374 dianggap miskin. Saya sendiri tidak mempermasalahkan angka kemiskinan sebesar itu karena bagi saya orang yang pengeluarannya dibawah itu sudah pasti orang yang sangat irit atau sangat miskin sekalian.

Sekali makan di WARTEG dengan menu nasi, sayur, tahu tempe dan air putih, rata-rata saya harus mengeluarkan 10 ribu rupiah untuk sekali makan. Maka kalau sehari makan 3 kali maka minimal pengeluaran saya adalah 30 ribu rupiah. Dengan uang sebesar Rp. 13.374 rupiah maka saya hanya bisa sekali makan. Jadi wajar kalau orang yang pengeluarannya dibawah angka ini pastilah sangat miskin.

Memang saya sendiri merasa angka kemiskinan sebesar Rp401.220 per kapita per bulan terlalu rendah. Menurut saya angka Bank Dunia sebesar 1,9 USD lebih masuk akal daripada perhitungan yang ditetapkan BPS, itupun dengan pengeluaran sebesar1,9 USD hanya habis untuk makan, belum kebutuhan lainnya seperti, sandang, papan, transportasi, pendidikan, dan lain-lain.

Betul bahwa harus ada angka tertentu sebagai acuan kemiskinan, namun angka ini harus memenuhi kewajaran. Janganlah kemudian menggunakan rumus otak atik matuk dan garis kemiskinan disetel rendah sehingga jumlah penduduk miskin secara prosentase menjadi sedikit. Semestinya dengan realita dan perasaan yang ada kita bisa mendefinisikan garis kemiskinan dengan lebih bijak dan tidak perlu memaksakan garis kemiskinan yang kurang tepat.

Hak Orang Miskin

Allah berfirman dalam surat Az-Zariyat Ayat 19

"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian."

Selanjutnya dalam surat At-Taubah Ayat 60 dikatakan:

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Jadi di dalam islam, orang miskin berhak mendapatkan zakat, juga mendapatkan sedekah mengingat dalam harta orang-orang yang berkecukupan terdapat hak-hak orang miskin. Pun demikian tafsir atas definisi miskin menurut ulama seperti dijelaskan di bagian awal tulisan ini masih cukup luas, serta tidak bersifat kuantitatif dengan merujuk pada angka tertentu baik diambil dari pemasukan atau pengeluaran seseorang.

Mengingat tidak ada patokan khusus dari para ulama, maka definisi miskin yang bisa diikuti adalah mengacu pada angka yang ditetapkan oleh BPS sebagai representasi pemerintah. Hal ini sesuai dengan perintah agama agar kita taat pada ulil amri atau dalam hal ini pemerintah Republik Indonesia.

Namun demikian hal ini bagi saya masih menyisakan masalah, karena angka garis kemiskinan yang ditetapkan BPS terlalu rendah atau terasa tidak wajar. Menurut saya angka garis kemiskinan internasional Bank Dunia sebesar 1,9 USD atau Rp 27.550 per hari lebih masuk akal dan wajar. Artinya kalau kita memakai acuan Bank Dunia maka dipastikan jumlah penduduk miskin Indonesia akan mengalami kenaikan karena angka kemiskinan berubah dari Rp 13.374 menjadi Rp 27.550.

Sementara kalau memakai acuan BPS maka orang yang memiliki pengeluaran antara Rp 13.374 hingga Rp. 27.550 tidak termasuk kategori miskin. Ketika orang pada golongan ini tidak dikategorikan miskin, maka hak-haknya sebagai orang miskin seperti yang disebutkan dalam kedua ayat Al Qur'an di atas menjadi tidak berlaku.

Oleh karenanya perlu sangat hati-hati dalam menetapkan garis kemiskinan mengingat konsekuensi tersebut, minimal tidak menzalimi dan menghilangkan orang yang sebenarnya miskin hanya gara-gara garis kemiskinan yang tidak wajar angkanya.

Sebagai penutup, saya ingin memberikan sedikit masukan:

  • Evaluasi ulang kewajaran dari angka garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS
  • Naikan angka garis kemiskinan minimal seperti standar Bank Dunia, karena semakin tinggi nilainya berarti kita memang serius untuk menaikkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat
  • Survei yang dilakukan sesaat setelah pemberian bantuan beras sejahtera dan bantuan langsung non tunai lainnya hanyalah sebagai sarana pengecekan keterhubungan dan efektivitas program jaring pengaman sosial pemerintah bagi penduduk miskin.
  • Perlu dilakukan aktivitas pengentasan kemiskinan secara riil, tidak sekedar bermain-main dengan angka garis kemiskinan dan survei BPS.

MRR, Cbn-25/07/2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun