Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajaran Kepemimpinan dari Solat Ied

16 Juni 2018   18:34 Diperbarui: 16 Juni 2018   18:41 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran tahun ini terasa istimewa di Kabupaten Purbalingga. Seperti tahun-tahun sebelumnya saya mengikuti solat Ied yang diselenggarakan di alun-alun Kabupaten Purbalingga. Kalau tahun-tahun yang lalu, sesaat sebelum solat Ied dimulai Bupati menyampaikan sambutannya, tahun ini sambutan pemerintah daerah tidak disampaikan oleh Bupati namun wakilnya. Bupati tidak bisa hadir karena sedang berlebaran di Jakarta, setelah berurusan dengan KPK dan kena OTT.

Wakil Bupati dalam sambutannya menyapa seluruh tokoh masyarakat, alim ulama dan warga masyarakat Purbalingga. Tak lupa Wakil Bupati yang seorang wanita ini meminta dukungan pada segenap elemen masyarakat, peserta solat Ied, agar bisa menjalankan amanah yang diembannya hingga selesai. Begitulah tradisi yang biasa dilakukan sebelum solat Ied di alun-alun Purbalingga dimulai. Menurut saya tradisi tersebut tradisi yang baik sebagai bagian dari sapaan seorang pemimpin terhadap rakyatnya.

Namun demikian ada juga beberapa tradisi dalam solat Ied yang perlu dikritisi. Yang pertama adalah siapa yang berhak untuk menempati shaf pertama di belakang Imam. Sepagi apapun kita datang meskipun shaf pertama masih kosong maka jangan berharap bisa menempati shaf pertama di belakang imam persis atau dekat-dekat imam. Separuh bagian dari shaf pertama di belakang dan dekat imam telah dibooking oleh panitia dan diperuntukkan untuk imam, khatib, bupati dan jajaran pimpinan daerah lainnya (dikenal sebagai MUSPIDA).

Untuk imam dan khatib menurut saya tidak menjadi masalah karena memang mereka adalah petugas dan pengisi kegiatan solat Ied, namun untuk unsur MUSPIDA sangat bisa diperdebatkan. Biasanya lima menit sebelum acara solat Ied dimulai, rombongan MUSPIDA datang sembari tersenyum melambaikan tangan pada para jamaah yang telah lebih dulu datang. Segera setelah para MUSPIDA itu datang solat Ied pasti dimulai.

Memberikan keistimewaan pada para pemimpin/pejabat untuk menempati shaf pertama belakang imam bukan sesuatu yang baik dan bijak apalagi mereka datangnya belakangan setelah para rakyat sebagai jamaahnya sudah hadir terlebih dahulu. Bukankah di hadapan Allah semua orang itu sama ketika melakukan ibadah terutama solat. Apalagi ketika orang tahu keutamaan shaf pertama, maka atas hak apa bagian dari shaf pertama diperuntukkan bagi para pejabat.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi." (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437).

Seharusnya para pejabat tersebut datang lebih pagi seperti jamaah lainnya apabila ingin mendapatkan shaf pertama, dan merasa malu pada rakyat yang telah sangat lebih dulu datang. Janganlah kebiasaan di birokrasi pemerintahan dimana pejabat datang belakangan sementara anak buah harus datang lebih dulu dipraktekkan dalam urusan ibadah terutama solat Ied. Para pejabat pemerintahan harus bisa memberikan contoh dan pendidikan yang bagus bagi masyarakatnya bukan malah sebaliknya.

Kebiasaan kedua yang perlu dikritisi adalah tidak rapatnya shaf solat Ied. Seperti diketahui bahwa solat Ied diselenggarakan di alun-alun, oleh karenanya panitia tidak mempersiapkan karpet layaknya di dalam masjid. Karpet biasanya hanya disiapkan untuk shaf pertama. Pengaturan atau batas shaf ditandai dengan bentangan tali rafia. Oleh karenanya jamaah solat Ied biasanya membawa sajadah atau tikar masing-masing.

Saat para jamaah datang biasanya mereka akan mengalasi sajadah dengan kertas koran dan kemudian duduk di atas sajadah sembari melantunkan takbir menunggu dimulai solat Ied. Saat imam maju ke depan dan memulai solat, di sinilah permasalahan dimulai. Imam memberikan tanda lewat ucapan dimulainya solat Ied dan sontak para jamaah langsung berdiri di atas sajadah atau tikar masing-masing. Saat duduk saja sudah renggang, apalagi saat jamaah berdiri membentuk shaf pasti tambah renggang.

Saat jamaah berdiri, biasanya ada jarak sekitar 15 cm antara jamaah satu dan lainnya yang menunjukkan bahwa shaf solat sangat renggang. Biasanya orang di shaf belakang maju mengisi shaf depannya atau sesama jamaaf di shaf yang sama saling merapatkan satu sama lain. Namun fakta yang terjadi orang malas untuk berpindah shaf mengisi kerenggangan shaf depannya atau merapatkan shafnya sendiri sehingga terjadilah shaf yang renggang  dengan jarak bisa 15 cm antar jamaah dalam satu shaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun