Pagi hari di ruang keluarga. Televisi menyala tanpa suara di latar belakang. Aku duduk termenung di kursi rotan, sementara Minul sedang menyeduh kopi. Cahaya pagi menyusup dari jendela, dan dari sela-sela tirai tampak bayangan samar bumi besar menggantung di langit selatan.
Aku menaikkan volume TV. Acara pagi nasional, dengan tulisan "Fenomena Langit Selatan: Planet Bayangan?" di layar. Ada tiga panelis: seorang pakar geologi, ahli astrofisika, dan analis sosial. Gambar latar menampilkan planet besar seperti "bumi kembar" menggantung samar di langit.
HOST TV:
Selamat pagi, kita lanjutkan bahasan hangat pekan ini: "Bayangan Bumi di Langit Selatan". Bersama saya, Dr. Erawan (geologi), Prof. Ruth Sibarani (astrofisika), dan Ibu Yanti Juwono (analisa sosial).
PROF. RUTH (ASTROFISIKA):
Secara astronomis, ini tidak terdeteksi sebagai objek yang berasal dari luar angkasa. Tidak ada lintasan masuk. Ia muncul, bukan datang. Jadi kemungkinan besar, ini bukan planet biasa, tapi entitas dimensi paralel --- realitas lain --- yang entah bagaimana 'mendekat' atau tumpang tindih.
DR. ERAWAN (GEOLOGI):
Yang kami perhatikan adalah pola gelombang bawah tanah yang muncul beriringan dengan kemunculannya. Setiap kali 'bayangan bumi' itu membesar, kita mencatat denyutan gelombang --- seperti detak jantung bumi --- yang terasa sebagai gempa ringan. Tapi sejauh ini belum ada kerusakan besar.
YANTI (ANALISA SOSIAL):
Yang menarik, respons masyarakat justru relatif tenang. Setelah pandemi dan krisis global berulang, dunia seolah sudah mati rasa pada anomali. Banyak yang menyebut ini 'Langit Akhir' atau 'Pantulan Tuhan'. Gereja dan masjid sama-sama penuh... tapi untuk alasan yang berbeda.
AKU:
(menatap ke arah langit)
Itu... masih ada di sana. Bahkan kayaknya... makin besar dari kemarin.
MINUL:
(membawa dua cangkir kopi, duduk)
Iya. Katanya mulai kelihatan enam bulan lalu. Awalnya cuma titik hitam, mirip noda di langit. Tapi makin lama... dia tumbuh. Kayak bola udara yang ditiup pelan-pelan.
AKU:
(menerima kopi, lirih)
Tapi kok nggak ada yang panik? Itu kan... bumi, kan? Atau planet?
MINUL:
(mengangkat bahu pelan)
Kita nggak tahu. Katanya itu semacam refleksi dimensi lain, atau mungkin planet paralel. Banyak teori. Tapi semua orang akhirnya... terbiasa. Kayak menerima saja, sambil tetap hidup.