Semalam, di tengah kesibukan mengajar, sebuah notifikasi berita masuk ke ponselku. Saat dibuka, perasaanku kaget dan marah bercampur sedih. Menteri Agama, Nasarudin Umar, berkata: "Guru itu tujuannya mulia, bukan cari uang. Kalau mau cari uang, jadilah pedagang." Bagaimana bisa seorang pejabat setingkat menteri berbicara segegabah itu, tanpa dipikir panjang, seolah-olah guru tak butuh penghidupan layak?
Selama ini, guru terlalu sering dicekoki dengan narasi yang meninabobokan: "guru pahalanya banyak," "guru jaminan surga," "guru harus ikhlas." Jujur saja, semua narasi itu salah. Kata-kata seperti itu terdengar manis, tapi justru membungkam perjuangan guru untuk menuntut haknya. Seolah-olah guru tidak boleh menuntut kesejahteraan karena sudah dijanjikan balasan di akhirat. Padahal guru tetap manusia, yang butuh hidup layak di dunia
Dan kini, luka itu semakin dalam ketika ucapan merendahkan justru datang dari Menteri Agama. Orang yang seharusnya membela guru madrasah dan pesantren, malah melempar kata-kata yang bodoh dan tidak bijak. Di titik inilah rasa kecewaku benar-benar besar. Bagaimana mungkin orang yang bertanggung jawab atas kesejahteraan guru di bawah kementeriannya sendiri justru melukai hati kami?
Sejak dulu, kesejahteraan guru hanya dijadikan produk jualan pemimpin. Selalu manis di mulut, tapi pahit di kenyataan. Guru selalu dijanjikan kesejahteraan, tapi pada praktiknya, itu semua hanyalah gimmick politik yang tak pernah benar-benar direalisasikan. Belum selesai luka Sri Mulyani yang mengatakan guru adalah beban negara, sudah ditambahi lagi oleh pernyataan seperti yang keluar dari mulut Nasarudin Umar yang hanya menguatkan perasaan bahwa guru tidak pernah sungguh-sungguh dihargai di negeri ini.
Sedih sekali rasanya. Saya, dan mungkin banyak guru lain, tidak meminta dipuja-puji dengan kata-kata indah. Kami hanya ingin dihargai sebagai profesional yang punya hak untuk hidup layak. Guru tetap manusia biasa. Kami harus makan, membayar tagihan, menghidupi keluarga, dan terus belajar.
Kalau negara masih saja menganggap guru hanya sebatas panggilan jiwa, tanpa memberikan penghargaan yang nyata, jangan salahkan kalau kualitas pendidikan Indonesia tidak pernah benar-benar maju. Sebab bagaimana mungkin lahir generasi hebat dari guru-guru yang terus diperlakukan tanpa hormat dan tanpa kesejahteraan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI