Di meja sirkulasi, siswa-siswa kelas 8K sedang mengembalikan buku. Mereka diterima oleh Eko, Rudi, Sapar, Parindra, dan Arija. Â Mereka tertib, wajah-wajah mereka menggambarkan kepuasan usai menyelesaikan bacaan. Rudi menerima buku pengetahuan umum, senyumnya lebar. Sapar menerima buku sejarah dengan sorot mata merenung.
Laksmi mendekat sambil membawa nampan berisi cangkir teh hangat. Aroma teh melati yang mengepul membawa nuansa keakraban dan kenyamanan.
"Bagaimana, teman-teman? Ada komentar yang menarik?" tanya Laksmi sambil tersenyum.
Eko menjawab cepat, "Ada, Bu! Buku sejarah ini bikin saya sadar betapa pentingnya bersatu."
Parindra menimpali sambil membaca kutipan dari lembar catatan, "Saya jadi lebih menghargai perjuangan para pahlawan."
Laksmi memejamkan mata sesaat. Baginya, suara paling merdu bukan musik klasik atau simfoni orkestra, melainkan pengakuan jujur dari siswa yang benar-benar merasakan manfaat dari buku. Rasanya seperti merasakan kue hangat yang baru dipanggang, manis dan menenangkan.
Perpustakaan bukan sekadar ruangan sunyi dan rak penuh buku. Ia adalah ruang di mana pikiran berkembang, hati disentuh, dan masa depan disemai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI