Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

MTsN 1 Bandar Lampung: Suara di Balik Layar Ujian

28 Juni 2025   07:35 Diperbarui: 28 Juni 2025   10:53 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara notifikasi grup WhatsApp "Guru Hebat MTsN 1" menggema tanpa henti. Suara itu seperti dentingan logam ringan yang memecah keheningan pagi, tanggal 3 Juni. Di layar ponselnya, Dona Ratnasari melihat kilatan-kilatan pesan masuk. Ia baru saja menyesap teh hangat yang aromanya samar bercampur dengan wangi buku-buku baru di mejanya.

Pukul 09.16, Bu Rika menulis, "Ujian ke-2 Informatika dimulai jam 09.20 yaa bapak ibu, baru bisa dikerjakan." Hanya berselang 30 menit, pukul 09.47, pesan lain muncul, "Ujian ke-3 Akidah Akhlak dibuka jam 10.10 ya, bapak ibu pengawas."

Ketegangan pun mulai terasa. Suasana digital yang awalnya sunyi berubah hiruk. Pak Desrizal bertanya, "Password-nya sama yang barusan ya, Bu?" --- pertanyaan klasik yang hampir selalu muncul di setiap sesi ujian. Jari Dona mulai dingin saat menggulir layar cepat-cepat.

Bu Liza menimpali, "PW keluar gak bisa, Kak. Yang bisa HNDA90." Bu Rika menjawab sigap, "Untuk PW masuk: LKMC56. PW keluar: HNDA90."

Di tengah kekacauan sandi, Pak Bagus Riyanto, S.Pd., memberi instruksi penting. "Untuk Akidah Akhlak aplikasinya tidak perlu keluar, langsung saja... arahkan siswa yang sudah selesai menunggu soal berikutnya." Tapi laporan datang, "Dah pada keluar, Pak," sahut Bu Liza. Bu Sri Hartini menambahkan, "Katanya belum ada."

Pak Bagus kembali merespons cepat, seperti operator yang sudah terbiasa. "Pastikan siswa sudah menyelesaikan ujian Informatika. Nanti masuk kembali dengan password yang tadi. Ditunggu saja. Terbuka pukul 10:10."

Ponsel Dona sedikit hangat di tangannya, seolah ikut menyerap kegugupan pagi itu. Notifikasi terus berdentang.

Masih pada hari yang sama, Pak Desrizal melaporkan soal nomor 1 Akidah terpotong. Dan pukul 10.39, seorang guru dengan akun Munkholida bertanya, "Siswa yang sudah selesai boleh keluar jam berapa, Bu Panitia?"

Menjelang sore, pukul 17.40, suasana mulai tenang. Tapi lalu Bu Susi mengumumkan perubahan jadwal SAS Genap untuk 4 Juni. Jadwal baru disusun rapi: Seni Budaya dan Prakarya pukul 07.30--09.00, istirahat, lalu Bahasa Lampung dan Penjaskes.

Ucapan terima kasih pun bermunculan. Bu Sri Hartini, Bu Hamidah, hingga Aguslinawati ikut merespons. Canda khas guru-guru muncul, soal memasak rendang dan opor. Dona membaca sambil tersenyum. Ada hangat yang tak terlihat, tapi terasa.

Pukul 19.30, Laskmi Holifah mengirim tautan Zoom. Bu Yunia membalas singkat namun hangat, "Makasih infonya, Bu."

Dona, guru baru yang masih beradaptasi, mencermati semua percakapan itu. Telinganya mendengar suara kipas angin yang lirih di pojok ruangan. Tangannya masih terasa dingin menggenggam ponsel yang terus bergetar. Tapi hatinya hangat.

Esoknya, 4 Juni pukul 09.49, Dona memberanikan diri menulis, "Mohon maaf, izin bertanya. Untuk kelas 8 soal nomor 20 kata anak-anak tidak ada jawabannya. Apakah benar begitu?" Ia membayangkan wajah-wajah panik para siswa yang mengangkat tangan serempak di kelas.

Tak lama, Pak Eko Pepi Irawan ikut menyahut. "Kelas 8 soal nomor 8 tidak ada garis bawahnya. Mohon pencerahan." Ketelitian beliau tidak pernah berubah.

Bu Rizka Wenny, dengan sigap, menenangkan: "Sudah dibahas di kelas, Pak." Disusul Bu Tunah yang bertanya balik. Jawaban pun tuntas. Pak Eko pun membalas: "Terima kasih, Bu."

Namun ketenangan hanya sebentar. Pukul 10.07, Bu Rika mengumumkan, "Ujian ke-3 PJOK jam 10.30." Kabar mendadak memicu respons cepat dari Bu Betty: "Pengawasnya gimana?" "Tukar nggak?"

Dengan tenang, Bu Rika menjelaskan, "Tukar Bu, yang di Kamis untuk Ujian ke-3." Bu Yunia menambahkan, "Iya, nanti map dari Ujian ke-2 dibawa ke ruang panitia dulu."

Dona kembali memegang ponselnya erat. Ia menarik napas panjang. Hatinya terasa berdesir, bukan karena lelah, tapi karena kagum. Dalam satu ruang digital, ratusan hal terjadi---kebingungan, solusi, tawa, dan harapan.

Dona menyadari, dinamika madrasah bukan hanya soal kurikulum atau nilai, tapi juga koordinasi, kecepatan informasi, dan rasa saling percaya. Di balik setiap pesan, ada dedikasi. Dua hari itu, lebih dari sekadar kerja. Ia belajar bahwa menjadi guru juga berarti menjadi bagian dari tim yang tak pernah berhenti bergerak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun