Mohon tunggu...
Muhammad Pascal Fajrin
Muhammad Pascal Fajrin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - A kid from yesterday, today

Cukup antusias dengan kereta api sejak kecil

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Polemik Impor KRL Bekas: Yang Penumpang Butuhkan adalah KRL SF12

18 April 2023   21:29 Diperbarui: 18 April 2023   21:59 1284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRL SF12 saat uji coba di Lin Rangkasbitung, November 2022 | Foto penulis

Polemik impor KRL bekas atau bukan baru kini telah memasuki babak baru. Setelah tidak direkomendasikan oleh BPKP, kini Kementerian BUMN membuka peluang untuk mengimpor sebanyak maksimal 12 rangkaian KRL untuk kebutuhan tahun 2023. Hal ini disampaikan setelah terlaksananya focus group discussion (FGD) tentang KRL bersama INSTRAN beberapa waktu lalu.

Sementara itu, terdapat usulan retrofit atau pembaruan teknologi KRL untuk tahun 2024. Namun usulan ini banyak ditentang terutama karena biayanya mahal, dapat membebani subsidi, dapat membebani tarif KRL yang harus dibayarkan penumpang, dan juga usia armada KRL yang akan diretrofit sudah di atas 40 tahun. Bahkan, 11 rangkaian KRL di antaranya sudah berusia di atas 50 tahun.

Usulan retrofit ini juga tidak sesuai dengan kebutuhan penumpang. Pasalnya, saat ini pasar penumpang KRL kebanyakan menginginkan KRL dengan stamformasi (SF) 12 gerbong (SF12), sementara KRL yang masuk usulan retrofit adalah KRL-KRL dengan SF hanya 8 gerbong (SF8). KRL-KRL SF8 dianggap sudah tidak lagi relevan dengan keadaan berkomuter dengan KRL di Jabodetabek.

Sekilas tentang KRL SF12

KRL SF12 saat pertama kali beroperasi reguler, Januari 2016 | Foto penulis
KRL SF12 saat pertama kali beroperasi reguler, Januari 2016 | Foto penulis


KAI Commuter telah mengoperasikan KRL SF12 sejak tahun 2015, saat masih bernama KCJ. Di tahun tersebut, perusahaan mendatangkan 120 unit KRL seri 205 dengan SF hanya 6 gerbong per rangkaiannya. Infonya, awalnya SF rangkaian-rangkaian KRL tersebut hendak diatur ulang menjadi SF8. Namun alih-alih merealisasikan rencana tersebut, direksi melakukan "gebrakan" dengan mengatur ulang SFnya menjadi SF12 dengan menggabungkan setiap dua rangkaian KRL SF6 menjadi satu rangkaian KRL SF12.

Seluruh 120 unit KRL tersebut datang mulai pertengahan 2015, dengan tiga rangkaian terakhir tiba pada awal 2016. Dengan daya tampung lebih banyak, KRL SF12 kemudian menjadi standar baru layanan perusahaan kepada pengguna jasa KRL. Dengan asumsi satu gerbong KRL dapat mengangkut 200 penumpang, KRL SF12 dapat mengangkut 2400 penumpang. Sedangkan KRL SF10 mengangkut 2000 penumpang, dan KRL SF8 hanya 1600 penumpang.

KAI Commuter kemudian juga merekayasa SF 176 unit KRL seri 205 kedatangan 2014 dari SF8 menjadi SF12 mulai tahun 2016. Caranya, setiap empat rangkaian SF8 diubah menjadi dua rangkaian SF10 dan satu rangkaian SF12. Di tahun 2017 pun rekayasa ini dilakukan pada KRL seri 203, 8000, dan 8500.

Rekayasa ini berlanjut lagi di antara tahun 2019 hingga 2020, di mana pada beberapa rangkaian KRL dari 336 unit KRL seri 205 kedatangan 2018-2020, setiap tiga rangkaian SF8 diubah menjadi dua rangkaian SF12. Per akhir 2020, perusahaan memiliki 43 rangkaian KRL SF12 hasil dari rekayasa tersebut. Di pertengahan 2022, rangkaian-rangkaian ini beroperasi hanya di Lin Bogor dan Lin Cikarang.

Sebelumnya KRL SF12 juga pernah beroperasi di Lin Tangerang, dan rencananya akan beroperasi di Lin Rangkasbitung setelah uji coba tahun 2022 lalu. Namun hingga kini KRL SF12 belum secara reguler beroperasi di dua lin padat penumpang tersebut akibat defisit rangkaian KRL yang terjadi sejak masa pandemi COVID-19 tahun 2020 silam.

Saat ini, KAI Commuter hanya memiliki 36 rangkaian KRL SF12. Salah satu rangkaian terpaksa dipensiunkan setelah mengalami kecelakaan di Kampung Bandan yang mengakibatkan badan kereta mengalami deformasi akhir 2022 lalu. Sedangkan 6 rangkaian lainnya "dikembalikan" menjadi 9 rangkaian KRL SF8 untuk menutupi defisit armada akibat sudah adanya sembilan rangkaian KRL yang pensiun.

Telah menjadi kebutuhan dasar dari penumpang

KRL SF12 kini telah menjadi kebutuhan dasar penumpang semua lin KRL | Foto penulis
KRL SF12 kini telah menjadi kebutuhan dasar penumpang semua lin KRL | Foto penulis

Keberadaan KRL SF12 telah menggeser pasar penumpang KRL Commuter Line di wilayah Jabodetabek. Dengan daya angkut yang lebih besar, kini mayoritas penumpang di seluruh lin-lin utama KRL Jabodetabek menginginkan pengoperasian KRL SF12 yang lebih banyak. Selisih daya angkut KRL SF8 dan KRL SF12 memang tidak main-main jumlahnya karena bisa sampai 800 penumpang per rangkaian KRL.

Bahkan, KRL SF10 pun yang punya daya tampung sedikit lebih besar dari KRL SF8 sudah dipandang kurang memadai oleh penumpang KRL dari segi kapasitas, padahal KRL SF10 diperkenalkan hanya setahun sebelum KRL SF12. Apalagi KRL SF8, yang sudah dianggap tidak lagi relevan dengan keadaan berkomuter di Jabodetabek yang semakin hari semakin padat.

Hampir setiap hari penumpang KRL khususnya di Lin Cikarang telah menyuarakan agar KRL SF10 dapat digantikan dengan KRL SF12. Begitu pula penumpang KRL di Lin Rangkasbitung, yang sehari-hari dilayani KRL SF10, setelah mengetahui KRL SF12 telah diujicobakan pada akhir 2022 lalu. Penumpang di Lin Bogor masih lebih toleran terhadap KRL SF10, karena yang terpenting bagi penumpang Lin Bogor adalah bagaimana KRL SF8 bisa hilang, entah digantikan dengan KRL SF10 ataupun KRL SF12. 

KRL yang akan diimpor adalah KRL SF12

KRL seri E217 dalam formasi SF15 | Maronero 38/Wikimedia Commons (CC)
KRL seri E217 dalam formasi SF15 | Maronero 38/Wikimedia Commons (CC)

Sementara itu, untuk menutupi kebutuhan pensiunnya 10-12 rangkaian KRL pada 2022-2023 dan 16-19 rangkaian KRL pada 2024, perusahaan berencana mengimpor sebanyak 348 unit KRL seri E217 yang dibagi ke dalam 29 rangkaian KRL SF12, dengan rincian 10 rangkaian datang di 2023 dan 19 rangkaian datang di 2024.

KRL seri E217 ini mulai diproduksi tahun 1994 hingga 1999 di Jepang, sehingga usianya relatif masih muda antara 24-29 tahun. Sebagai catatan, usia KRL yang beroperasi di Indonesia saat ini berkisar antara 29-54 tahun. KRL seri E217 diproduksi sebagai rangkaian SF15, dan akan diperpendek menjadi SF12 sebelum dikirim ke Indonesia.

Niat impor ini sendiri terhalang restu dari Kementerian Perindustrian yang menganggap bahwa impor tidak diperlukan, dengan dalih INKA bisa memproduksinya. Memang bisa, namun butuh waktu dua hingga tiga tahun sampai KRL buatan INKA tersebut selesai diproduksi dan siap melayani penumpang KRL.

Sementara itu perusahaan didera dampak dari puncak pandemi pada tahun 2020 dan 2021 lalu. Jangankan untuk membeli KRL baru, untuk membeli KRL bekas pun saat itu tidak memungkinkan untuk dilakukan akibat keadaan finansial saat pandemi. Penyelesaian pembangunan pabrik baru INKA di Banyuwangi pun tidak lepas dari dampak pandemi, dan baru dapat selesai pada 2021 lalu.

Akibat 3 tahun tidak ada pengadaan armada KRL, armada KRL yang telah usang pun menjadi semakin bermasalah akibat usia teknologinya yang semakin tua. Rata-rata KRL ini menggunakan teknologi chopper, yang merupakan teknologi jembatan antara teknologi rheostat dan teknologi VVVF.

Saat teknologi VVVF lahir, teknologi chopper berhenti berkembang, sementara teknologi rheostat masih digunakan. Sehingga kemudian suku cadang untuk KRL chopper semakin susah dicari. Di Singapura sendiri, rangkaian KRL bawah tanah milik SMRT yang menggunakan teknologi ini telah dipensiunkan dan diganti dengan KRL berteknologi VVVF.

Baru-baru ini setelah adanya review dari BPKP, Kementerian BUMN masih mempertimbangkan untuk mengimpor KRL seri E217, dengan menjanjikan keputusan akhir sudah ada setelah lebaran. Hal ini didasari oleh keadaan berkomuter di Jabodetabek yang memang sudah dianggap genting.

Sebelumnya, pihak Kantor Staf Presiden dalam FGD INSTRAN beberapa waktu lalu menyatakan dukungan terhadap usaha KAI Commuter dengan dasar pelayanan publik terhadap masyarakat. Peneliti BKF Kemenkeu, Agunan Samosir dalam kesempatan yang sama menilai usulan retrofit KRL eksisting dapat membebani baik anggaran negara untuk PSO maupun tarif yang harus dibayarkan penumpang untuk menaiki KRL, alih-alih jika mengimpor KRL seri E217.

Mengingat KRL seri E217 rencananya didatangkan sebagai KRL SF12, bila impor terealisasi sepenuhnya 29 rangkaian tentu akan sangat membantu penumpang KRL. Kapasitas angkut KRL yang ada sekarang akan naik, signifikan ataupun tidak, dengan 29 rangkaian KRL tersebut menggantikan KRL-KRL yang akan dipensiunkan. Terlebih, KRL yang akan dipensiunkan mayoritas adalah KRL SF8, dengan kapasitas angkut terkecil di Jabodetabek.

Menjadi jelas jika KRL seri E217 dapat menjawab kebutuhan dasar penumpang KRL Jabodetabek, yang kapasitas angkutannya kian hari kian sesak. Karena KRL ini akan beroperasi sebagai KRL SF12, tentu kepadatan penumpang di stasiun-stasiun besar akan dengan lebih mudah terurai. Bila pada akhirnya datang sesuai rencana awal, 29 rangkaian, keberadaan KRL seri E217 pun dapat membuka kemungkinan pengoperasian KRL SF12 di Lin Rangkasbitung dan Lin Tangerang.

Saat ini, penumpang KRL hanya bisa menunggu hingga setelah lebaran, saat keputusan akhir impor KRL diumumkan. Sejatinya, penumpang KRL sudah tidak bisa menunggu karena keadaan berkomuter dengan KRL memang sudah genting. Semoga pemerintah tidak mengulur-ngulur waktu lagi untuk pelayanan publik yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun