"Agama adalah candu masyarakat," ujar Karl Marx.
"Tuhan telah mati," kata Friedrich Nietzsche.
Dua pernyataan ini menjadi simbol dari pandangan modern yang menganggap agama sebagai penghambat kemajuan manusia. Bagi sebagian orang, agama identik dengan dogma, pengekangan kebebasan berpikir, dan keterbelakangan sains.
Namun, benarkah agama---terutama Islam---menjadi penghalang kemajuan?
Sejarah justru menunjukkan hal sebaliknya. Islam hadir bukan sebagai beban bagi pikiran manusia, tetapi sebagai cahaya yang menerangi jalan peradaban.
Islam Bukan Dogma, Tetapi Gerak Peradaban
Islam tidak hanya mengajarkan ibadah ritual, tetapi juga mendorong manusia untuk berpikir dan meneliti.
Al-Qur'an berkali-kali mengajak manusia untuk merenung dan menggunakan akal:
"Maka tidakkah mereka berpikir?" (QS. Al-A'raf: 184)
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan..." (QS. Al-'Alaq: 1)
Ajaran ini menegaskan bahwa iman dan akal tidak bertentangan. Islam tidak menolak sains, justru meletakkan fondasi bagi kemajuan ilmu pengetahuan, moral, dan sosial.
Berbeda dengan pengalaman Eropa pada Abad Kegelapan yang terbelah antara gereja dan ilmu, dunia Islam justru berhasil memadukan wahyu dan rasio.
Zaman Keemasan Islam: Iman yang Melahirkan Kemajuan
Abad ke-8 hingga ke-13 adalah masa di mana Islam memimpin dunia---bukan hanya secara politik, tetapi juga intelektual.
Di Baghdad berdiri Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan), pusat ilmu pengetahuan dunia kala itu. Di sana, ilmuwan Muslim dari berbagai daerah menerjemahkan, meneliti, dan menciptakan teori baru yang menjadi dasar sains modern.
Beberapa tokoh besar yang lahir dari peradaban Islam:
Ibnu Sina (Avicenna) -- pelopor kedokteran modern dengan karyanya The Canon of Medicine.
Al-Khwarizmi -- pencipta konsep al-jabr (aljabar) dan algoritma, dasar dari teknologi komputer modern.
Al-Farabi -- filsuf besar yang menjembatani pemikiran Yunani dan Islam.
Al-Biruni -- ahli astronomi dan geografi yang menulis lebih dari 100 karya ilmiah.
Jabir ibn Hayyan -- dikenal sebagai bapak kimia modern.
Melalui merekalah, Islam menyalakan lentera ilmu yang kelak menjadi fondasi Renaissance di Eropa.
Apa Jadinya Dunia Tanpa Ilmuwan Islam?
Bayangkan jika peradaban Islam tidak pernah melahirkan para ilmuwan itu. Dunia mungkin akan kehilangan dasar matematika, logika algoritma, dan teori medis yang menopang kehidupan modern.
Tanpa kontribusi Ibnu Sina, dokter di Eropa tidak akan memiliki referensi medis selama berabad-abad.
Tanpa Al-Khwarizmi, dunia mungkin takkan mengenal sistem logaritma yang menjadi dasar komputer dan teknologi digital.
Tanpa Al-Battani dan Al-Tusi, peta langit modern mungkin belum akan terbentuk.
Dengan kata lain, tanpa Islam, laju kemajuan dunia akan jauh lebih lambat---dan mungkin tanpa arah moral.
Islam Sebagai Cahaya Peradaban
Islam bukanlah dogma yang mengekang, melainkan energi yang menghidupkan peradaban.
Ia menuntun manusia dari kebodohan menuju pengetahuan, dari kezaliman menuju keadilan, dari kekacauan menuju keteraturan sosial.
Ketika Barat memisahkan sains dari moral, Islam justru menegaskan bahwa keduanya saling melengkapi.
Kemajuan sejati lahir dari keseimbangan antara akal dan iman.
Kesimpulan
Ketika Marx dan Nietzsche memandang agama sebagai penghambat kemajuan, sejarah Islam justru menunjukkan sebaliknya.
Peradaban Islam pernah memimpin dunia dalam ilmu, filsafat, kedokteran, dan teknologi.
Agama bukan penghalang, tapi sumber inspirasi bagi kemajuan manusia.
Jika hari ini dunia modern kehilangan arah moral di tengah laju teknologinya, mungkin yang hilang bukanlah ilmu, tapi cahaya spiritual dari iman yang dulu pernah menerangi dunia.
Referensi:
Al-Qur'an (QS. Al-'Alaq: 1--5; QS. Yunus: 101)
George Sarton, Introduction to the History of Science (1927)
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (1968)
Firas Alkhateeb, Lost I
slamic History (2014)
John L. Esposito, Islam: The Straight Path (1998)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI