Mohon tunggu...
Monique Rijkers
Monique Rijkers Mohon Tunggu... profesional -

only by His grace, only for His glory| Founder Hadassah of Indonesia |Inisiator Tolerance Film Festival |Freelance Journalist |Ghostwriter |Traveler

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sejak Kapan Israel Menjajah Palestina?

8 September 2018   19:58 Diperbarui: 19 Agustus 2020   01:42 3977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Pemandangan ke arah halaman Kuil Baha'i di kota Haifa, Israel. Baha'i adalah salah satu minoritas yang hidup di Israel.

Tulisan saya ini untuk menanggapi tulisan Zuhairi Misrawi, intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute di detik.com pada tanggal 30 Agustus yang lalu dengan judul "Jemaah Haji dari Israel". Lihat di sini.

Pertama adalah pernyataan Zuhairi, "Meski Israel sudah resmi berdiri dan diakui sebagai negara oleh PBB sejak 1948, tetapi kehadiran Israel di bumi Palestina masih menjadi "petaka" (nakba), karena Israel lebih tepat dianggap sebagai "penjajah". 

Saya tergelitik ingin menanyakan kapan tepatnya Israel "menjajah" Palestina sebab sejauh ini dalam sejarah eksistensi Israel justru Israel mengalami penjajahan berulang-ulang oleh berbagai bangsa jadul seperti Mesir, Babilonia, Persia, Romawi hingga era moderen seperti Ottoman yang menjajah sejak 1517 hingga 1917 dan Inggris yang berhasil menaklukkan Ottoman dan membagi dua tanah Israel menjadi Arab Palestina dan Yahudi Palestina.

Nama Palestina yang melekat pada kedua entitas tersebut adalah nama yang diberikan oleh Kerajaan Romawi pada tahun 132 Masehi untuk wilayah Yudea.

Pada masa itu orang Yahudi memberontak terhadap Romawi sehingga untuk mengintimidasi orang Yahudi maka Romawi menamakan wilayah Yudea dengan nama musuh bebuyutan Israel yakni Filistin atau Palestine. 

Di masa Ottoman nama Palestina dipakai merujuk wilayah Suriah Selatan, sedangkan wilayah Israel dimasukkan dalam wilayah administrasi Damaskus dengan pusat pemerintahan berada di Istanbul.

Pada masa Ottoman, orang Yahudi hidup di Yerusalem, Nablus, Hebron, Gaza, Safed dan Galilea serta Jaffa. Pasca Romawi, nama pemberian Romawi itu terus terbawa hingga sekarang bahkan digunakan oleh Palestina sebagai nama meski huruf Arab tidak mengenal huruf P.

Yahudi Palestina menerima jatah tanah dari Inggris dan mendeklarasikan kemerdekaan Yahudi Palestina (Israel) namun Arab Palestina menolak sehingga pada tahun 1948 terjadi perang antara Arab Palestina melawan Israel.

Arab Palestina dalam hal ini terdiri dari Mesir, Yordania, Suriah, Lebanon dan Irak tanpa Palestina (sebagaimana yang eksis saat ini). 

Mengacu pada sejarah Palestina yang dipublikasikan dalam situs negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bisa diakses di sini: palestineun.org, Palestina tidak memasukkan sejarah Perang Arab-Israel tahun 1948 sebagai bagian sejarah kemerdekaan mereka.

Justru, yang disebut sebagai bagian sejarah perlawanan melawan Israel adalah Intifada I dan II.

Intifada adalah perlawanan Palestina terhadap Israel yang berlangsung pada 1987 hingga 1993.

Penyebab Intifada I adalah sebuah truk Israel menabrak dua mobil Palestina yang menewaskan 4 orang, akibatnya 150 orang Israel tewas, mayoritas adalah warga sipil. 

Intifada II berlangsung tahun 200 hingga 2005 menewaskan korban di pihak Israel 1063 orang, sekitar 700-an warga sipil sedangkan di pihak Palestina sekitar 4878 korban tewas. 

Itulah sejarah Intifada yang dicantumkan oleh Palestina secara resmi dalam situs mengenai negara Palestina di PBB.

Dengan demikian pernyataan Israel menjajah Palestina yang ditulis Zuhairi Mizrawi tidak tepat.

Bahkan faktanya Palestina sudah mendeklarasikan kemerdekaan pada 15 November 1988 di Aljazair.

Tanggapan kedua adalah pernyataan Zuhairi Mizrahi berikut ini,

"Sebagai minoritas di Israel, warga Arab Muslim membutuhkan perhatian dari kita semua. Nasib mereka tidak selalu mujur. Ketegangan politik yang kerap berkecamuk dengan Palestina sangat berpengaruh terhadap nasib warga Muslim di Israel. Mereka kerap mendapatkan ketidakadilan, termasuk hak mereka untuk memilih dan untuk dipilih dalam parlemen kerap mendapatkan ketidakadilan."

Saya ingin memberikan informasi bahwa warga negara Israel yang berasal dari Arab dan Bedouin, beragama Islam, Kristen, Ahamdiyah, Druze atau Baha'I mempunyai hak suara yang sama dan kesempatan untuk mengikuti pemilu dan dapat dipilih serta membentuk partai sendiri.

Kelompok minoritas Arab untuk periode ini mempunyai 18 anggota di parlemen Israel atau Knesset, sedangkan jumlah mantan anggota Knesset dari Arab mencapai 65 orang.

Selain duduk di parlemen, orang Arab di Israel juga bisa duduk di Kabinet, Mahkamah Agung, menjadi diplomat, menjadi atlet atau seniman.

Israel mungkin menjadi satu-satunya negara di Timur Tengah yang memberikan kesempatan ikut pemilu kepada perempuan. 

Diskriminasi karena latar belakang ras tau agama dalam pendidikan tidak terjadi di Israel. Contoh saja pada tahun 2017, mahasiswa keperawatan di Israel 42% orang Arab, 38% di bidang farmasi dan 38% masuk fakultas kedokteran di Technion di Haifa, Israel.

Saat saya ke Hebrew University Mei 2017 silam, saya melihat banyak perempuan berjilbab di kampus yang didirikan oleh Albert Einstein itu.

Kehidupan sebagai minoritas di Israel rupanya cukup menyenangkan sebab menurut riset Harvard, 77% Arab Israel memilih tinggal di Israel daripada di negara lain.

Pada Maret 2017 media Israel, Times of Israel menyebutkan pada 2016 terdapat 1081 keluarga Arab Palestina yang mengajukan permohonan menjadi warga negara Israel.

Angka ini menurun sejak 2014 saat ada 4000 aplikasi namun hanya 84 yang diterima sebagai warga negara, 161 ditolak dan sisanya masih menunggu. 

Keinginan berpindah kewarganegaraan tentu ada alasan dan tak ada keluarga yang berpindah kewarganegaraan hanya untuk mencari kesusahan, sebaliknya umumnya ingin mencari kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya. 

Buat saya tentu ini kabar baik karena menunjukkan pengakuan orang Arab Palestina terhadap eksistensi Israel.

Dengan menjadi warga negara Israel diharapkan setiap warga negara berkeinginan hidup damai tanpa konflik dengan negara tetangga.

Karena itu patut disayangkan jika masih banyak orang Indonesia yang menganggap Israel menjajah Palestina sementara orang Arab Palestina sendiri ingin menjadi warga negara Israel. []

Monique Rijkers, pendiri yayasan independen-bukan untuk profit Hadassah of Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun