Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Kumismu Itulah!

3 Juli 2020   06:24 Diperbarui: 3 Juli 2020   08:19 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dikumpulan bersama itu. Aku duduk diantara rekan yang lainnya. Kata orang, reuni. Itulah sebutan untuk menamai pertemuan kami saat itu. Reuni alumni kampus, saat kami kuliah bersama, dalam satu perguruan tinggi yang sama.

Sudah tentu, kami berasal dari ragam jurusan. Ragam fakultas. Ragam daerah. Juga, kami sudah pasti berbeda angkatan. Aku sendiri adalah orang yang dipandang orang, sebagai wakil dari kelompok generasi tengah-tengah, diantara mereka yang hadir.

Reuni, sebuah pertemuan yang kerapkali banyak diimpikan oleh banyak orang. Pertemuan yang kerap menjadi harapan besar bagi banyak orang. Dalam benak setiap insane, yang hadir atau hendak hadir, membawa setitik kenangan masa lalu, yang hendak dicurahkan bersama, dengan penuh harap menjadi sebuah penggalan kesukacitaan di reunion tersebut.

Aku bersama rekan lainnya, yang seangkatan, diposisikan sebagai generasi yang tidak terlampau klasik, dan juga bukan generasi milenial.

He..he..

Itu hanya sekedar untuk menamai saja. Daripada yang klasik, atau senior disebut generasi jadul atau tua, sudah tentu mereka akan tersinggung. Tetapi, jika disebut generasi klasik, hati mereka malah tersentuh. Anehnya, padahal, tersinggung dan tersentuh itu, sama-sama, hanya berbeda tingkat kekerasannya. Namun demikianlah, situasi saat itu, dan kondisi rasa manusia.

Sebagai seseorang yang berada di garis tengah, mencak-mencak gak bisa, karena ada senior, minder pun tak layak, karena masih ada generasi yunior yang lainnya. Paparan ini tidak bermaksud bahwa yang lain bisa memperlakukan hal begitu. Tidak. tidak bemaksud serupa itu. Hanya sekedar sebuah ilustrasi, bahwa sebagai generasi tengah-tengah, kehati-hatian masih dipegang, dan sedikit kekuasaan pun sudah dimilikinya.

Berbeda dengan kalangan senior yang ada di depan mata. Mereka itu, duduk paling depan, bicara paling banyak, kekuasaan paling tinggi. Mereka bisa tertawa sepuasnya, dan memerintah kepada yunior lainnya secara sesuka hati.

Kami yang yunior, diperlakukan serupa itu, rasanya tidak jadi masalah. Biasa saja. Bahkan dianggap wajar. Inilah produk dari system pendidikan asrama, yang dulu dibangun di kampus dulu, pada era penghujung abad XX. Kami terbentuk dan terbangun oleh kultur politik Negara saat itu, dan diciptakan struktur sosial yang hierarkhis.

Namun demikian, kenyataan hidup menunjukkan lain. Arah angin kehidupan berubah. Dulu ke kiri, sekarang ke kanan. Walaupun sempat ditengah perjalanan, mengalami turbulensi, namun arah perubahan kehidupan bangsa ini, terus mengalir ke sisi yang dirancang oleh generasi milenial.

Hal unik dalam reuni kemarin, kami hadir dengan membawa sejarah masing-masing. Pada menit-menit pertama, wajah kami masih dihiasi oleh warna sejarah silam. Dia adalah dia. Kami adalah kami. Mereka adalah mereka. Hierarkhis sosial yang dulu terbentuk, terbayang ulang, dan kemudian membayang ditubuh masing-masing, dan memancang pada mata masing-masing peserta reuni. Termasuk pada mata dan pikiranku saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun