Mohon tunggu...
Mohd. Yunus
Mohd. Yunus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peminat kajian ekologi, politik, dan sejarah

Silahkan kunjungi https://mohdyunus.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sabotase Para Tikus

6 Oktober 2017   16:38 Diperbarui: 6 Oktober 2017   17:29 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tikus (Sumber: fansshare.com)

                                                                                                          

Kuhidupkan saklar lampu di ruang  belakang, tempat dimana biasa aku memarkirkan motorku, motor yang dibeli  nyaris tanpa bunga (baca: lunas), cerita motor ini akan diceritakan  pada bagian lain. Sejenak aku termenung, karena lampu tidak kunjung  menyala, seketika aku keluar melihat lampu depan rumah tetangga, "nyala  kok" pikirku dalam hati. Dugaanku mengenai pemadaman bergilir dari PLN  terbantahkan. Tidak habis akal, akhirnya aku hidupkan lampu di kamarku,  dan "cliiing" menyala dengan malu-malu (karena memang spek lampu  rendahan, kalau terlalu terang susah tidur).

Pikiranku kembali tertuju kepada lampu  yang mati di bagian belakang, aku pun kembali ke belakang, sambil duduk  bersila dan dengan suasana kebathinan yang tenang, aku coba mencari  sebab musababnya. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba terdengar bunyi  "citt citt citt" dari plafon rumahku, disusul dengan bunyi "gluduk  gluduuuk" seperti berlari kesana kemari. Aku semakin terpojok, suasana  seperti inilah yang mungkin dirasakan oleh Bang Bokir ketika dihantui  oleh Suzanna. Akhirnya aku kembali beranjak (baca: lari) ke kamar, aku  berpikirnya sederhana saja, karena di kamarku ada Al-Quran dan tasbih  serta sajadah (mungkin ini tingkat ketakutan yang sangat parah).

Semakin lama, kegaduhan itu semakin  menjadi-jadi tanpa menghiraukan rasa takutku, dramatis sekali malam ini.  Kegaduhan semakin jelas dan dengan sisa keberanian kuraih Nokia 105-ku,  bukan untuk meminta bantuan, tetapi memanfaatkan fasilitas senternya,  guna memastikan apa gerangan yang sedang berlangsung di atas sana. Dari  sedikit celah di sudut atas kamarku, kuarahkan cahaya redup senter ini  ke arah yang kuanggap sebagai sumber kegaduhan itu. "Olalala,,,,ternyata  eh ternyataaaa" pasti anda sudah menduga apa gerangan yang sudah aku  temukan tersebut. Seketika aku menduga, merekalah yang patut  dipersalahkan atas kegelapan di ruang belakang malam ini.

"Penemuan" ini sangat berharga,  setidaknya untuk bahan pemikiran malam ini, seketika pikiran liarku  menerawang kemana-mana, namun tetap dengan objek yang sama, ya TIKUS  itu. Tikus sering digunakan sebagai perwujudan seorang koruptor,  sebagaimana kita ketahui, koruptor adalah "penyakit" bagi pembangunan di  negara kita. Tikus dan koruptor memiliki banyak kesamaan, suka mencuri,  "licin", mudah membaur, sumber "penyakit" dan memiliki wajah "lucu-lucu  menjijikkan".

Seketika aku teringat, sepertinya aku  pernah memiliki buku tentang pemberantasan korupsi, buku itu aku peroleh  sebagai hadiah sebagai pemenang lomba esai di Jakarta. Segera aku  mencarinya di rak buku multifungsi-ku (karena juga berfungsi sebagai rak  baju), dan akhirnya ketemu, buku itu masih terjaga dengan gagahnya  karena jarang dibaca. Setiap kali aku coba membacanya, pasti rasa kantuk  menyerang bertubi-tubi tanpa kompromi. Tapi malam ini kucoba melakukan  suatu kerja nyata untuk membaca buku ini, perlahan kubuka satu persatu  halamannya.

Pengantar dalam buku ini disampaikan oleh Teten Masduki,  orang yang lama berkecimpung dalam dunia pemberantasan korupsi, saat ini  menjabat di Staf Kepresidenan dan diterbitkan oleh Yayasan Obor,  penerbit yang sangat kompeten, setidaknya itu pendapatku. Semoga dengan  pikiran baik ini, aku dapat memahami intisari dari buku ini. Aku  berusaha untuk menghubungkan "isi perut" buku ini dengan kejadian aneh  tadi.

Definisi korupsi sangat luas dan banyak  sekali, secara umum korupsi berarti menggunakan jabatan untuk  mendapatkan keuntungan pribadi. Para koruptor atau "tikus-tikus" itu  akan menggunakan berbagai cara untuk menambah isi brankas haramnya.  Mereka menjelma ke dalam oknum-oknum pembuat, pelaksana, pengawas, atau  perantara dalam suatu kebijakan atau teknis kegiatan. Mereka bisa  menjadi pemain tunggal maupun tim, tentunya dengan ditunjang posisi  tawar yang kuat.

Indonesia Corruption Watch  (ICW), sebuah lembaga yang bergerak di bidang antikorupsi, melakukan  pemantauan terhadap penanganan kasus korupsi tahun 2015. Dinyatakan  bahwa Kerugian Negara akibat kasus korupsi mencapai Rp. 3,1 triliun.  Dari jumlah kerugian negara tersebut, sebesar Rp. 1,2 triliun didapat  pada paruh pertama tahun 2015. Sedangkan pada semester kedua tahun 2015  mencapai Rp. 1,8 triliun. Adapun dari jumlah 550 kasus korupsi,  tersangka yang terlibat kasus tersebut berjumlah 1.124 orang. Sementara  dari rekapitulasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per Maret 2016,  jenis tindak pidana korupsi yang paling dominan adalah penyuapan. Hal  ini sering kita lihat dan dengar di berbagai media, baik suap di  eksekutif maupun di institusi penegak hukum itu sendiri.

Semakin kita gali, maka akan semakin  banyak fakta dan data mencengangkan terkait betapa korupsi telah merusak  sendi-sendi kehidupan Indonesia. Oleh karena itu, sedari dini kita  mesti menggalakkan antikorupsi, mulai dari sendiri, mari kita basmi  TIKUS-TIKUS itu, jangan biarkan mereka berkembang biak, apalagi sampai  menyabotase kehidupan KITA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun