Mohon tunggu...
Mohammad Risky Saputra
Mohammad Risky Saputra Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

Summun Ius Summa lnuria, Summa Lex Summa Crux

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perppu 2 Tahun 2020: Pilkada Vs Pandemi

20 Mei 2020   15:45 Diperbarui: 20 Mei 2020   16:53 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dhimas/Fajar Indonesia Network 

Lebih lanjut Perppu 2 Tahun 2020 meredefinisikan isi Pasal 120 ayat (1) sebagai berikut:

Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan Sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan.

Hal inilah yang menjadikan kegenitan berpikir penulis setelah terbit Perppu ini. Dalil pada Pasal 120 di Perppu ini diperluas dengan menambahkan redaksi "bencana Non-alam". Lalu timbul pertanyaan apakah penggunaan pasal tersebut oleh KPU sebagai dasar penundaan Pilkada sebelum adanya perluasan dalil Pasal 120 sudah tepat? sedangkan pemaknaan dalil pasal tersebut baru diubah serta dirumuskan melalui Perppu 2 Tahun 2020 pada awal Mei.

Umumnya jika membahas terkait Pilkada sangat erat kaitannya dengan partisipasi publik/masyarakat, dimana hal ini tertuang pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu Pilkada sebagai perwujudan penegakkan kedaulatan rakyat.

Maka keberlangsungan Pilkada sangat bergantung dari bagaimana partisipasi masyarakat itu sendiri.

Kondisi saat ini melalui Pembatasan Masyarakat atau Pemerintah merumuskan sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi rumit jika optimisme Pilkada serentak di bulan Desember tetap dilaksanakan


Mengapa? sebab Keputusan KPU hingga KPUD terkait penanganan penyelesaian sengketa proses pada Pilkada tidak akan bisa di gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara hal ini merujuk pada pasal 49 huruf a Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu:

Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:

Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika menggunakan dalil keadaan luar biasa yang membahayakan pada isi pasal di atas maka segala Keputusan KPU/KPUD khususnya terkait penanganan penyelesaian sengketa proses dikondisi saat ini hingga Pilkada serentak 2020 di bulan Desember tidak dapat diajukan ke PTUN. Sebab, selama Presiden belum mencabut kedaruratan mengenai COVID-19 maka Keputusan KPU tidak dapat digugat ke PTUN.  Hal inilah yang menjadi distorsi aturan yang ada dalam kondisi saat ini. Kelak, hal ini akan menjadi perdebatan hukum jika Pemerintah tidak cepat nan tepat mengambil langkah alternatif.

Bagaimana mungkin Pilkada sebagai bentuk sarana partisipasi publik/masyarakat dilaksanakan pada kondisi saat ini yang mana di sisi lain pemerintah sedang gencar-gencarnya menggaungkan pembatasan publik lewat PSBB. Menjadi kontraproduktif menurut penulis selama Presiden belum mencabut kondisi kedaruratan "bencana Non-alam" maka sampai saat itu pula belum dapat dikatakan bahwa kita telah masuk pada kondisi normal dengan kata lain tidak akan tercapai tujuan Pilkada bila kedaruratan belum dicabut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun