Domestikasi perempuan adalah sebuah konsep yang merujuk pada proses di mana peran dan identitas perempuan secara sosial dan budaya dibatasi atau ditekankan pada ranah domestik atau rumah tangga. Ini seringkali melibatkan penekanan pada peran perempuan sebagai ibu, istri, pengurus rumah tangga, dan pengasuh anak, dengan mengurangi atau mengesampingkan potensi serta peran mereka di ranah publik atau profesional.
Secara historis, di banyak kebudayaan, perempuan memang seringkali secara tradisional ditempatkan dalam lingkup domestik. Hal ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk:
Pembagian kerja berdasarkan gender: Di mana laki-laki diasumsikan sebagai pencari nafkah di luar rumah, sementara perempuan bertanggung jawab atas urusan rumah tangga.
Norma sosial dan budaya: Masyarakat menetapkan ekspektasi tertentu terhadap peran perempuan, seringkali mengaitkannya dengan kesuburan, pengasuhan, dan pemeliharaan keluarga.
Agama dan tradisi: Beberapa ajaran agama atau tradisi bisa menafsirkan peran perempuan secara lebih sempit, menekankan kepatuhan dan fokus pada rumah tangga.
Struktur ekonomi: Sebelum revolusi industri, rumah tangga seringkali menjadi unit produksi utama, di mana perempuan memiliki peran penting dalam produksi barang dan jasa yang dibutuhkan keluarga. Namun, seiring dengan industrialisasi dan pemisahan tempat kerja dari rumah, peran perempuan di rumah tangga menjadi lebih terisolasi.
Pergeseran Paradigma
Saat ini, di banyak belahan dunia, terdapat pergeseran signifikan dalam pandangan tentang domestikasi perempuan. Gerakan feminisme dan perjuangan hak-hak perempuan telah menuntut pengakuan atas hak perempuan untuk memilih peran mereka sendiri, baik di ranah domestik maupun publik. Semakin banyak perempuan yang berpartisipasi dalam angkatan kerja, pendidikan tinggi, politik, dan berbagai bidang lainnya, menunjukkan bahwa peran perempuan tidak lagi terbatas pada ranah domestik.
Meskipun demikian, sisa-sisa domestikasi perempuan masih bisa ditemukan di berbagai masyarakat, terutama di daerah yang masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Tantangan yang ada adalah bagaimana mencapai keseimbangan yang memungkinkan perempuan untuk memilih jalur hidup mereka sendiri, tanpa harus terpaksa memilih antara karier dan keluarga, atau tanpa harus merasa terbebani oleh ekspektasi sosial yang sempit.
Feminisme Islam dan Interpretasi Ulang
Gerakan feminisme Islam muncul untuk mengkaji ulang interpretasi-interpretasi patriarkal terhadap Al-Qur'an dan Hadis yang selama ini membatasi peran perempuan. Mereka berargumen bahwa banyak pembatasan terhadap perempuan sebenarnya berasal dari budaya dan tradisi (adat) yang disalahpahami sebagai ajaran agama, bukan dari ajaran Al-Qur'an itu sendiri. Mereka berusaha menyoroti nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender yang terdapat dalam teks-teks dasar Islam.
Ketika mencari ayat Al-Qur'an atau hadis yang secara eksplisit menyatakan "lebih baik perempuan di rumah," kita akan menemukan bahwa Al-Qur'an tidak mengatakannya secara langsung dan Hadis pun perlu dipahami dalam konteksnya. Tidak ada ayat atau hadis yang memerintahkan perempuan untuk selalu dan mutlak berada di rumah.