Mohon tunggu...
Mohammad Arkham Zulqirom Putra
Mohammad Arkham Zulqirom Putra Mohon Tunggu... Buruh - Saya bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas di Dinas Sosial Kab. Tegal

Nama panggilan Arom, manusia biasa.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Saat Naik ke Gunung Panderman Malah yang Terasa Mendebarkan ketika Naik Puspa Indah, bukan Puncaknya

23 Mei 2023   05:21 Diperbarui: 23 Mei 2023   05:42 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi/ Mohammad Arkham Zulqirom Putra

Tahun 2014 silam pada malam kamis, ketika saya dan satu orang teman sedang duduk di serambi masjid pondok setelah waktu ngaji wajib telah selesai dan merencanakan perjalanan naik gunung Panderman yang sudah dinanti jauh-jauh hari.

Kami mondok di salah satu pesantren di Jombang, malam mengaji paginya sekolah biasa. Ekstrakurikuler yang sama-sama kami ikuti termasuk kegiatan di alam bebas atau biasa disebut SISPALA (Siswa Pencinta Alam) dan karena itulah keinginan untuk mendaki gunung setelah menyelesaikan pendidikan dasar sangat dinanti untuk merasakan sensasi yang katanya sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.

Kami asyik berdiskusi perihal persiapan perjalanan, perlengkapan dan perbekalan yang diperlukan dalam pendakian esok lusa mendatang. Namun, karena masih pelajar tentunya dana yang dimiliki terbatas dari kiriman orang tua perbulan untuk jajan. Setelah merengreng segala kebutuhan dengan mepet dan dalam waktu sesingkat-singkatnya, giliran kami untuk menentukan transportasi yang akan digunakan untuk kesana.

Pada waktu itu, moda transportasi Jombang-Malang yang paling efektif, murah, dan jam terbang cukup tinggi adalah Bus Tiga Perempat Puspa Indah. Bus yang waktu itu cukup mendominasi trayek Malang ke Jombang setelah akhirnya disingkirkan oleh Bus Bagong.

Uang yang kami miliki masing-masing 50 ribu, jadi total seratus ribu. Biaya transport Jombang - Batu (Malang) 15 ribu waktu itu, jadi untuk transportasi total 60 ribu PP, sisanya 40 ribu untuk tiket masuk Basecamp dan beli bekal makan.

Setelah selesai merancang konsep perjalanan dan waktu yang dibutuhkan (juga termasuk rute teraman menghindari kemanan pondok yang memiliki mata yang terlalu tajam, mungkin mereka di suplai tomat setiap hari), meeting ditutup dan kami kembali ke mess untuk istirahat bersama dengan belasan santri lain dalam satu ruangan.

Kamis sore setelah sholat ashar, setelah saat siang di waktu kami berdua diam-diam menyiapkan perlengkapan seperti carrier, pakaian ganti, sepatu, senter, batre cadangan, dan lain-lain kamipun bergegas memulai rencana pendakian!

Saat kerumunan santri pulang dari sekolah kami langsung ambil seribu kaki untuk berbelok ke rute yang tidak mengarah ke pondok, melewati kuburan, gang-gang kecil dan akhirnya sampai ke perhentian bus Puspa Indah yang biasanya menurunkan penumpang.

Perasaan senang karena bisa keluar dari lingkungan pondok untuk mendaki benar-benar melegakan karena itu menjadi salah satu hambatan yang kami prioritaskan. 

Sebelumnya, saat merencanakan pendakian, saat mempertimbangkan cuaca, info jalur, dan sebagainya, rute agar bisa keluar dari pondok dengan aman dan tanpa ketahuan adalah yang paling menantang. Seperti pondok pada umumnya, izin keluar jika selain di sambang orang tua dan mengikuti lomba hampir tidak mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun