Kala itu, kamu datang kepadaku tersedu-sedu. Aku tidak bisa memprediksi cuaca, tapi aku jelas melihat sisa badai di matamu. Kamu pun bercerita bahwa laki-laki itu menyakiti dirimu.
 "Bajingan sekali dia" pikirku. Dan aku pun juga berpikir, kamu pun juga bodoh, sudah berkali-kali ia menyakitimu. Tapi entah mengapa masih kau pertahankan. "Beruntung sekali dirinya", pikirku.
 Tapi aku pun juga tidak mengerti, kenapa aku selalu menawarkan pundak dan pelukan untukmu. Kamu yang bahkan tidak melihat, bahwa aku-lah yang memperlakukanmu bagai ratu. Aku yang selalu menyembuhkan lukamu.
 Kenapa dia yang kamu pertahankan, walau kamu tau itu menyakitkan? Sebenarnya aku ingin mengungkapkan perasaanku, tapi aku takut kamu akan pergi.Â
Sebenarnya pun aku lelah menjadi plestermu, yang cuma kamu tengok saat kamu butuh. Entahlah sampai kapan, tapi aku hanya ingin dirimu tau.Â
Aku menyayangimu. Sabar memang tidak ada batasnya, tapi aku bisa lelah. Lelah menghadapi kenyataan yang tidak adil, aku mencintaimu, kau mencintai dirinya.