Perguruan tinggi idealnya menjadi tempat lahirnya insan-insan cendekia yang tidak hanya unggul dalam aspek teoritis, tetapi juga memiliki kesiapan menghadapi dunia kerja dan dunia bisnis yang semakin kompleks. Harapan masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi pun terus meningkat, terutama di tengah perubahan global yang cepat dan dinamis. Namun, kenyataannya, tidak semua perguruan tinggi mampu menjawab tantangan ini dengan baik.
Mimpi Ideal Pendidikan Tinggi
Secara filosofis, pendidikan tinggi tidak hanya bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga mencetak lulusan yang mampu menjadi agen perubahan dalam berbagai sektor kehidupan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menekankan bahwa pendidikan tinggi bertujuan untuk mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berilmu, dan berkompeten di bidangnya.
Banyak perguruan tinggi pun berupaya merespons tantangan ini dengan menyusun kurikulum berbasis kompetensi (KBK), serta menambahkan materi soft skill seperti kepemimpinan, komunikasi, dan kewirausahaan. Bahkan program Merdeka Belajar–Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) adalah langkah konkret untuk mendorong mahasiswa belajar di luar program studi dan berinteraksi langsung dengan dunia industri dan masyarakat.
Kesenjangan antara Teori dan Praktik
Meskipun berbagai inisiatif telah dilakukan, kenyataan di lapangan menunjukkan masih adanya kesenjangan antara dunia pendidikan tinggi dengan kebutuhan nyata di dunia kerja maupun dunia usaha. Banyak lulusan yang hanya kuat dalam aspek teoretis, namun lemah dalam keterampilan praktis. Sebuah laporan dari World Bank (2020) mencatat bahwa lebih dari 50% pengusaha di Indonesia merasa kesulitan menemukan tenaga kerja terampil meskipun banyak sarjana yang menganggur.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak perguruan tinggi yang belum berhasil mengintegrasikan pembelajaran teoritis dengan pengalaman praktis. Mata kuliah yang diajarkan masih terlalu fokus pada pemahaman konsep, tanpa pelatihan yang memadai dalam aplikasi nyata. Bahkan dalam beberapa kasus, kurikulum yang digunakan belum diperbarui sesuai perkembangan industri saat ini, sehingga lulusan tidak memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Perlunya Transformasi Pendidikan Tinggi
Untuk menjembatani kesenjangan ini, dibutuhkan transformasi menyeluruh dalam sistem pendidikan tinggi. Pertama, perguruan tinggi perlu memperkuat kerja sama dengan industri, tidak hanya dalam bentuk magang, tetapi juga dalam penyusunan kurikulum dan proyek-proyek berbasis kebutuhan dunia usaha.
Kedua, dosen perlu diberikan pelatihan dan insentif untuk mengembangkan metode pengajaran berbasis pengalaman (experiential learning), seperti project-based learning, problem-based learning, dan studi kasus nyata. Ketiga, perlunya sistem evaluasi kinerja lulusan yang tidak hanya berdasarkan IPK, tetapi juga keterampilan kerja, kreativitas, dan kemampuan kolaborasi.
Peran Mahasiswa dan Masyarakat
Di sisi lain, mahasiswa juga perlu membekali diri dengan inisiatif untuk belajar di luar ruang kelas. Organisasi mahasiswa, komunitas, dan platform digital bisa menjadi ruang alternatif untuk mengasah soft skill dan hard skill. Sementara itu, masyarakat dan orang tua juga perlu mengubah cara pandang terhadap pendidikan tinggi, dari sekadar “gelar” menjadi “kemampuan”.
Mewujudkan perguruan tinggi sebagai institusi yang mampu melahirkan lulusan siap kerja dan siap wirausaha bukan perkara mudah, namun bukan pula hal yang mustahil. Diperlukan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, industri, mahasiswa, dan masyarakat. Dengan demikian, perguruan tinggi tidak hanya menjadi menara gading, tetapi juga menjadi pusat inovasi dan solusi bagi persoalan bangsa.
Referensi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
World Bank. (2020). Indonesia Skills Report: Education, Training, and Labor Market Outcomes.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2021). Panduan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka.
OECD. (2019). Skills Outlook 2019: Thriving in a Digital World.
Ditjen Dikti Kemendikbudristek. (2022). Evaluasi Program MBKM dan Dampaknya terhadap Kompetensi Lulusan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI