Mohon tunggu...
Mohammad Sofyan
Mohammad Sofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Programer Penelitian Sosial Ekonomi

Programer Penelitian Sosial Ekonomi CV ODIS

Selanjutnya

Tutup

Money

BPR: Kinerja dan Tantangan di Era Industri 4.0

14 Mei 2021   07:00 Diperbarui: 14 Mei 2021   07:04 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Perkembangan revolusi industri 4.0 dalam bentuk financial technology (fintech) semakin meningkatkan penggunaan perangkat digital yang menjadikan masyarakat semakin mudah dan cepat dalam mengakses produk jasa keuangan perbankan. Fintech tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi juga tumbuh dengan pesat di negara berkembang seperti Indonesia. Keberadaan fintech diharapkan dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman. Proses transaksi keuangan ini meliputi pembayaran, peminjaman uang, transfer, ataupun jual beli saham.

Persaingan di sektor bisnis perbankan di era disrupsi saat ini tidak terelakan lagi, terlebih Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang merupakan lembaga keuangan bank, juga harus bersaing dengan lembaga keuangan bank dan non-bank yang jumlahnya semakin banyak dan semakin gencar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara mudah dan cepat. Persaingan semakin kompleks karena di era disrupsi, terjadi perubahan perilaku masyarakat secara masif, di mana masyarakat menghendaki kondisi yang serba praktis dan cepat.

KONDISI BPR DI MASA PANDEMIK COVID-19

Situasi dan kondisi BPR saat ini semakin terdesak dengan keberadaan bank umum dan bank asing yang menempatkan pembiayaannya secara besar-besaran pada sektor kredit mikro. Keberadaan fintech peer to peer lending merupakan tantangan terbesar bagi BPR. fintech peer to peer lending yang sebagian besar memberi kredit kepada UMKM yang menjadi pasar utama BPR dalam penyaluran kreditnya. Serta Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan suku bunga yang awalnya sebesar 9% kemudian di subsidi oleh APBN sehingga bunga kredit KUR menjadi 7% semakin membuat BPR semakin ditinggalkan oleh UMKM.

Saat terimbas dampak pandemik Covid-19, BPR memberikan relaksasi kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). BPR memberikan kemudahan kepada UMKM sesuai dengan POJK No 11/Pojk.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countrercyclical. Nasabah diberikan relaksasi dengan cara restrukturisasi kredit khusus bagi kredit yang masuk katagori lancar. Relaksasi ini dengan kemudahan penurunan suku bunga atau perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan pokok, dan pengurangan tunggakan bunga.

Sejak beroperasi 2005 sampai dengan 29 Februari 2020, LPS telah melakukan penyelesaian bank gagal dengan melikuidasi 102 bank yang terdiri dari 101 BPR dan 1 bank umum. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan dalam beberapa tahun terakhir memang banyak program pemerintah yang menjadi saingan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kondisi tersebut membuat jumlah BPR mengalami penurunan. Apalagi, OJK mengambil langkah preventif dengan menggabungkan kelompok usaha BPR. Selain itu, BPR yang dimiliki pemda juga melakukan usaha yang sama, sehingga jumlah BPR semakin menurun.

Jumlah BPR terus menyusut. Setiap tahun masih saja ada yang menyerah karena dibekukan atau dilikuidasi. Sepuluh tahun lalu jumlah BPR pernah mencapai 1.700, tapi kini jumlahnya menyusut menjadi 1.621 BPR yang tersebar di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bakal susut lebih dari 40 persen. Hal ini sejalan dengan peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2015 terkait pembatasan modal inti minimum yang harus dipenuhi BPR.

Ada beberapa hal yang menjadi titik lemah BPR, seperti ditegaskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Beberapa hal itu ialah (1) soal modal yang perlu ditingkatkan karena banyak BPR bermodal kecil, (2) kemampuan manajemen yang dirasa perlu terus ditingkatkan, (3) governance yang lemah karena masih sering terjadi conflict of interest yang mengakibatkan kebangkrutan, (4) teknologi informasi yang belum memadai, (5) kebijakan pemerintah yang tidak mendukung BPR.

SOLUSI BAGI KEBERLANGSUNGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

Untuk itu, diperlukan kebijakan Pemerintah yang mendukung dan melindungi keberadaan BPR dengan menyetarakan statusnya setara dengan bank umum agar lebih maksimal dalam fungsi intermediasinya terutama bidang perkreditan mikro. Melakukan kerjasama dengan BPR lainnya dan melakukan kerjasama dengan fintech penyalur kredit online yang secara resmi terdaftar di OJK diperkuat dengan regulasi yang mendukung kerjasama BPR dengan fintech. Inovasi dalam layanan perbankan digital dengan melakukan kerja sama jaringan ATM dengan bank-bank umum serta kolaborasi untuk menerbitkan uang elektronik. Inovasi layanan harus secara paralel dengan perbaikan manajemen dan internal BPR dari sisi integritas dan attitude.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun