KH. Dimyati bin KH. Hasbullah lahir pada tahun 1921 di Dusun Baran, Desa Ploso, Kecamatan Selopuro, merupakan seorang waliyullah yang sangat terkenal. Setelah lulus Sekolah Rakyat (SR) beliau nyantri di Ponpes Lirboyo dan menjadi santri kesayangan Romo Kyai Haji Abdul Karim selama sebelas tahun. Banyak cerita-cerita unik yang meliputi kehidupanya, sehingga orang-orang biasa mengenalnya sebagai Kyai Pandito karena besarnya karomah, kealiman, kewaskitoan (mukasyafah), ladunni serta segudang keahlian lain yang dimilikinya. Beliau meninggal pada tahun 1989 dalam usia 68 tahun, makamnya selalu ramai diziarahi orang dari berbagai penjuru daerah.
8. Makam KH Imam Baghowi dan KH. Imam Sibaweh Ds Tlogo Kec. Kanigoro Kab. Blitar
KH. Imam Baghowi (1850-1927 M) merupakan cucu Mbah Reso Wijoyo seorang anggota laskar Pangeran Diponegoro. KH. Imam Baghowi merupakan peletak tonggak perjuangan dakwah Islam di desa Tlogo dan embrio berdirinya Perkumpulan Pendidikan Pondok Pesantren (PPPP) Al Muslihun Tlogo Kanigoro Blitar. Tidak heran bila di Kawasan PPPP Al Muslihun sampai kini terdapat dua pohon Sawo Kecik sebagai pertanda bila pusat dakwah tersebut masih ada kaitannya dengan laskar perjuangan Pangeran Diponegoro. Setelah beliau tiada perjuangan serta dakwahnya diteruskan oleh putranya yaitu KH Imam Sibaweh yang terkenal sebagai auliya, alim serta waskita, kini makam kedua tokoh tersebut berada di komplek makam “Kubur Dowo” Tlogo Kanigoro Blitar.
9. Makam Kh. Abu Hasan dan KH. Abu Mansyur Ds. Kuningan Kec. Kanigoro Kab. Blitar
KH. Abu Hasan lahir pada tahun 1790 dan meninggal pada tahun 1899. Sejak kecil sampai dewasa menimba ilmu agama Islam di Mambaul Ulum. Usia 29 tahun beliau diberi Dwi Sula dalam barisan komando guru besar Pangeran Diponegoro, hal itu menunjukkan bahwa beliau adalah penghulu yang taat, bermartabat, hebat serta kuat untuk dakwah Islam serta berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Peninggalan-peninggalannya yang sampai saat ini bisa dinikmati adalah rumah tinggal, bangunan Pondok Pesantrean, Masjid Jami’ Nurul Huda, Mimbar Khutbah, Tombak Dwi Sula, Pedang dan Kolam untuk Bersuci. Sedang KH Abu Mnasyur adalah mantan laskar Pangeran Diponegoro keturunan kakak tertua Sultan Hamengkubuwana I, yakni KH. Nur Iman Mlangi (makamnya di Dusun Mlangi, Ds. Nogotirto, Kec. Gamping, Kab. Sleman, DIY) menetap di Desa Kuningan Kecamatan kanigoro Kabupaten Blitar untuk meneruskan perjuangan Pangeran Diponegoro di Jawa Timur, beliau meninggal tahun 1964.
10.Makam Habib Ahmad bin Alwi Ds. Tuliskriyo Kec. Sanankulon Kab. Blitar
Habib Ahmad bin Alwi berasal dari Hadramaut Yaman, menurut silsilah Habib Ahmad dipercaya sebagai keturunan Rosululloh yang ke -34, beliau melakukan syiar Islam di daerah Blitar diperkirakan Tahun 1940-1950 M. Semasa hidupnya terkenal alim, dermawan, santun dan bijak, menjunjung budaya lokal sehingga dekat dengan masyarakat. Dulu kerap kali Pemerintah Kabupaten Blitar minta arahan-arahannya dalam berbagai penentuan kebijakan-kebijakannya. Beliau dulu dakwahnya sambil berdagang, dekat dengan orang Banjar sehingga sampai kini banyak orang Banjar berziarah ke makamnya, wafat pada tahun 1951 M , makamnya berada di sebelah barat Masjid Riyadus Sholihin Desa Tuliskriyo Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.
11. Makam KH Abu Naim Ds.Darungan Ds Kandangan Kec. Srengat Kab. Blitar
KH. Abu Naim atau biasa dikenal sebagai “Auliya Seribu Masjid”, namanyan terkenal sampai di Tulungagung, Trenggalek juga Kediri. Beliau seorang alim, waskita dan ahli bidang penentu arah kiblat sekaligus ahli memilih lokasi yang akan dibangun masjid. Banyak cerita “nyeleneh” yang kerap disaksikan oleh warga, misalnya ketika dalam sebuah perjalanan tiba-tiba beliau berhenti dan mengatakan bahwa di tempat tersebut suatu saat akan ada masjidnya sambil mengambil sebuah pohon atau yang lainnya untuk menandai tempat tersebut, ternyata benar setelah sekian tahun di tempat tersebut berdiri sebuah masjid. Makamnya tepat di belakang Masjid Baitur Rahman Dusun Darungan Desa Kandangan Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.