Mohon tunggu...
M Zein Rahmatullah
M Zein Rahmatullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di Kompas Group

Kadang menulis, kadang jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengarungi Geopolitik: Indonesia di Persimpangan Laut China Selatan

17 Maret 2024   00:41 Diperbarui: 17 Maret 2024   01:34 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan pulau Itu Aba dari udara, pada 2016 yang terletakdi rangkaian kepulauan Spratly, Laut China Selatan yang menjadi sengketa. (© Johnson Lai/

Laut China Selatan (LCS), sebuah kawasan maritim yang luas dan strategis, telah lama menjadi pusat perhatian geopolitik internasional. Kawasan ini tidak hanya penting bagi negara-negara yang mengelilinginya, tetapi juga bagi Indonesia, yang meskipun tidak secara langsung terlibat dalam klaim teritorial di sana, merasakan dampak signifikan dari dinamika yang terjadi.

Bagi Indonesia, LCS memiliki nilai yang tak terukur. Sebagai jalur pelayaran utama yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Hindia, laut ini merupakan arteri perdagangan global yang vital. Lebih dari itu, laut ini juga kaya akan sumber daya alam, termasuk cadangan minyak dan gas yang belum dieksploitasi, serta menjadi habitat bagi terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut. 

Namun, di balik kekayaan dan potensinya, LCS juga menyimpan ketegangan. Isu kedaulatan menjadi topik yang sensitif, terutama terkait dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara, yang berdekatan dengan kawasan ini. Indonesia telah menegaskan hak berdaulatnya untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam di wilayah tersebut, sesuai dengan hukum internasional UNCLOS 1982.

KONTEKS GEOPOLITIK LAUT CHINA SELATAN

LCS merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan internasional. Beberapa negara di kawasan ini, termasuk Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei, telah lama mengklaim sebagian dari wilayah ini sebagai bagian dari kedaulatan mereka. Tiongkok, dengan klaimnya yang paling luas, menggunakan 'sembilan garis putus-putus' untuk menandai wilayah yang mereka anggap sebagai milik mereka, yang mencakup hampir seluruh LCS. Klaim ini seringkali bertentangan dengan klaim negara-negara lain dan telah menimbulkan ketegangan regional yang berkelanjutan.

Sebagai negara maritim dengan wilayah yang berdekatan dengan LCS, Indonesia menghadapi implikasi geopolitik yang signifikan. Meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam klaim teritorial di LCS, negara ini tetap terpengaruh oleh dinamika yang terjadi di kawasan tersebut. Klaim Tiongkok yang meluas dapat mengancam ZEE Indonesia, khususnya di wilayah Laut Natuna Utara, yang kaya akan sumber daya alam. Peningkatan aktivitas militer Tiongkok, termasuk pembangunan pulau buatan dan instalasi militer, menimbulkan kekhawatiran atas kedaulatan dan keamanan wilayah Indonesia. 

Indonesia telah menanggapi situasi ini dengan memperkuat kapasitas pertahanan dan keamanan serta melalui diplomasi multilateral dan bilateral. Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya menjaga kedaulatan wilayah dan hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, serta menjaga stabilitas regional di Laut Natuna Utara. 

Indonesia tidak memiliki klaim teritorial langsung di LCS, tetapi menghadapi tantangan terkait dengan ZEE (ZEE) di Laut Natuna Utara, yang berdekatan dengan LCS. Klaim "Nine-dashed-line" Tiongkok, yang mencakup hampir seluruh LCS, sering kali tumpang tindih dengan ZEE Indonesia, menimbulkan potensi konflik kedaulatan. 

Sejak 2016, Indonesia telah mengalami beberapa insiden yang mengancam kedaulatan negara. Salah satu insiden yang paling menonjol adalah ketika kapal penangkap ikan Tiongkok, KM Kway Fey 10078, dan kapal Coast Guard Tiongkok memasuki perairan Natuna, memicu ketegangan kedaulatan Indonesia. Insiden ini menunjukkan betapa pentingnya bagi Indonesia untuk mempertahankan hak berdaulat atas wilayahnya.

Dalam menghadapi permasalahan territorial ini, Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat kapasitas pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan. Selain itu, Indonesia juga menjaga keaktifan dalam diplomasi multilateral dan bilateral, menekankan pentingnya menjaga kedaulatan wilayah dan hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, serta menjaga stabilitas regional di Laut Natuna Utara. 

Sengketa Kepulauan Natuna: Analisis dan Langkah Pemerintah Indonesia

Kepulauan Natuna, terletak di ujung utara Indonesia, menjadi titik panas geopolitik antara Indonesia dan Tiongkok. Sengketa ini berpusat pada klaim tumpang tindih di LCS, khususnya di ZEE Indonesia yang Tiongkok klaim dengan "Nine-Dash Line" mereka.

Tiongkok telah menuntut Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah yang mereka klaim sebagai bagian dari wilayah mereka. Namun, Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari ZEE mereka di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 dan telah menamainya Laut Natuna Utara pada tahun 2017.

Konflik ini memanas ketika kapal penangkap ikan dan kapal coast guard Tiongkok memasuki perairan Natuna tanpa izin, melakukan pelanggaran ZEE dan praktik penangkapan ikan ilegal. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kedaulatan Indonesia dan keamanan regional.

Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat kedaulatan di Kepulauan Natuna. Presiden Joko Widodo memerintahkan penempatan pesawat tempur dan peningkatan pasukan ke pangkalan militer di sana untuk menunjukkan tekad Indonesia dalam melindungi wilayah dan ZEE mereka.

Selain itu, Indonesia juga telah menegaskan komitmen mereka dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut, membangun infrastruktur maritim, dan mengajak mitra internasional untuk bekerja sama di bidang maritim. 

Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Laut China Selatan dan Implikasinya Bagi Indonesia

Tak bisa dipungkiri, LCS merupakan salah satu kawasan paling vital di dunia, tidak hanya karena jalur perdagangan internasional yang melintasinya tetapi juga karena kekayaan sumber daya alamnya. Persaingan untuk menguasai sumber daya ini telah menimbulkan ketegangan geopolitik yang signifikan, terutama antara negara-negara pesisir dan kekuatan global. 

Kawasan LCS diperkirakan menyimpan cadangan minyak bumi dan gas alam yang besar, serta menjadi habitat bagi berbagai spesies ikan yang mendukung industri perikanan di negara-negara sekitar. 

Bagi Indonesia, LCS memiliki implikasi ekonomi dan strategis yang mendalam. Sebagai negara maritim dengan ZEE yang berdekatan dengan LCS, Indonesia memiliki kepentingan dalam mempertahankan hak eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayahnya. Persaingan di LCS dapat mempengaruhi keamanan jalur perdagangan maritim dan stabilitas regional, yang keduanya penting bagi ekonomi Indonesia. 

Isu pemanfaatan sumber daya alam di LCS merupakan tantangan yang kompleks bagi Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat memastikan bahwa kepentingan nasionalnya terlindungi sambil berkontribusi pada stabilitas dan keamanan regional.

Peran Kekuatan Eksternal Dalam Konflik Laut China Selatan

Kekuatan eksternal, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok, memainkan peran signifikan dalam dinamika konflik ini.Amerika Serikat telah menunjukkan kepentingan dalam menjaga kebebasan navigasi dan penerbangan di kawasan ini, serta mempertahankan perdamaian dan stabilitas regional. AS juga memiliki perjanjian pertahanan dengan beberapa negara di kawasan, termasuk Filipina, yang dapat menariknya lebih dalam ke dalam konflik jika terjadi eskalasi.

Tiongkok, di sisi lain, telah mengambil langkah-langkah agresif dengan mengklaim hampir seluruh LCS melalui "Nine-Dash Line" dan memperkuat klaimnya dengan membangun pulau buatan dan instalasi militer. Klaim ini sering kali menimbulkan ketegangan regional yang berkelanjutan.

Kehadiran kekuatan eksternal di LCS memiliki dampak langsung terhadap keamanan dan kedaulatan Indonesia. Indonesia, meskipun bukan claimant state dalam sengketa LCS, tetap terpengaruh karena kedekatannya dengan wilayah yang disengketakan dan potensi sumber daya alamnya. Peningkatan aktivitas militer dan keamanan di LCS dapat mempengaruhi stabilitas regional dan mengancam jalur perdagangan maritim yang vital bagi ekonomi Indonesia. 

Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga kedaulatan wilayahnya, termasuk peningkatan patroli laut dan kerja sama dengan negara-negara ASEAN lainnya. Namun, ketegangan yang terus meningkat dapat menimbulkan perlombaan persenjataan dan meningkatkan risiko konflik militer yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. 

Strategi Diplomasi Indonesia di Laut China Selatan

Indonesia telah mengambil pendekatan yang cermat dalam menangani konflik di LCS (LCS), dengan mengutamakan diplomasi yang aktif dan konstruktif. Strategi diplomasi Indonesia mencakup beberapa langkah utama:

1. Diplomasi Multilateral dan Bilateral: Indonesia menerapkan pendekatan diplomasi multilateral dan bilateral yang aktif, mempromosikan dialog dan kerjasama antara negara-negara ASEAN untuk mencapai konsensus dan menyelesaikan sengketa secara damai. 

2. Defense Diplomacy: Strategi ini mengintegrasikan prinsip-prinsip pertahanan dan diplomasi, melibatkan kerja sama dalam bidang pertahanan, dan membangun hubungan yang kuat dengan negara-negara tetangga. 

3. Penguatan Kapasitas Pertahanan dan Keamanan: Indonesia meningkatkan kehadiran kapal perang di wilayah strategis seperti Pulau Natuna untuk menjaga stabilitas daerah tersebut. 

4. Penegakan Hukum Internasional: Indonesia menegaskan komitmennya pada hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, untuk mempertahankan hak berdaulatnya. 

5. Kerjasama Regional dan Internasional: Indonesia berupaya memperkuat kemitraan dengan negara-negara tetangga dan pemangku kepentingan internasional untuk mencapai solusi yang damai dan berkelanjutan atas sengketa di LCS. 

Evaluasi Keberhasilan dan Tantangan

Keberhasilan:

- Indonesia berhasil mempertahankan posisi netral sambil tetap aktif dalam diplomasi regional.

- Langkah-langkah pertahanan dan diplomasi telah memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci di kawasan Asia Tenggara. 

Tantangan:

- Meningkatnya klaim teritorial China yang agresif di LCS, yang bertentangan dengan klaim beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia.

- Perluasan aktivitas militer China di LCS, termasuk pembangunan pulau buatan dan instalasi militer, yang dapat mengancam kedaulatan dan keamanan regional.

- Menjaga keseimbangan antara memperkuat kedaulatan nasional dan menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat.

Kesiapan Militer Indonesia Menghadapi Potensi Konflik di Laut China Selatan

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah maritim yang luas, menghadapi tantangan keamanan yang signifikan di LCS. Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan ini, kesiapan militer menjadi prioritas utama dalam agenda pertahanan nasional.

Pemerintah Indonesia telah meningkatkan investasi dalam kapasitas pertahanan dan keamanannya. Ini termasuk modernisasi angkatan laut dan udara, serta peningkatan pengawasan maritim. Modernisasi alutsista mencakup pembaharuan armada kapal perang, pesawat tempur, dan sistem pertahanan lainnya yang diperlukan untuk menjaga kedaulatan wilayah.

Disamping itu, secara militer, Indonesia melakukan gelar kekuatan operasi matra (matra laut, udara, dan darat) dan gabungan. Patroli rutin di wilayah perbatasan dilakukan untuk memastikan keamanan wilayah maritim, khususnya di daerah yang berdekatan dengan LCS. 

Operasi ini juga melibatkan kerjasama dengan lembaga lain seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Polisi Perairan dan Udara (Polairud). 

Indonesia juga meningkatkan diplomasi preventif dengan negara-negara pengklaim untuk meredam konflik dan mempertahankan stabilitas regional. Upaya ini penting untuk menghindari eskalasi konflik yang dapat mengganggu perdamaian dan keamanan regional.

Penguatan kapasitas pertahanan dan keamanan mencakup peningkatan patroli di perairan yang rentan terhadap pelanggaran kedaulatan. Hal ini dilakukan untuk melindungi wilayah perairan Indonesia di LCS dari ancaman eksternal.

Kerja Sama Regional dan Multilateral: Kunci Penyelesaian Konflik Laut China Selatan

Konflik di LCS telah menjadi isu geopolitik yang kompleks, melibatkan klaim teritorial yang saling bertentangan dan kepentingan strategis dari berbagai negara. Dalam menghadapi tantangan ini, kerja sama regional dan multilateral muncul sebagai instrumen penting untuk mencari solusi damai dan berkelanjutan.

Kerja sama regional dan multilateral memainkan peran vital dalam menyelesaikan konflik LCS dengan cara yang konstruktif. Melalui dialog dan negosiasi, negara-negara yang terlibat dapat mengidentifikasi kepentingan bersama, mengurangi ketegangan, dan mencegah eskalasi konflik. Pendekatan ini juga memungkinkan pembagian sumber daya dan pengetahuan, serta koordinasi kebijakan dan tindakan untuk menjaga stabilitas regional. 

ASEAN, sebagai organisasi regional utama di Asia Tenggara, memiliki peran kunci dalam memfasilitasi kerja sama dan dialog antar negara anggota yang terlibat dalam konflik LCS. 

Melalui inisiatif seperti The Declaration of Conduct (DOC) dan Code of Conduct (COC), ASEAN berupaya menciptakan kerangka kerja untuk mengelola sengketa dan mempromosikan perdamaian di kawasan.

Selain ASEAN, forum-forum internasional seperti ASEAN Regional Forum (ARF), East Asia Summit (EAS), dan ASEAN Defense Ministers Meeting Plus (ADMM+) juga berkontribusi dalam mencari solusi atas konflik LCS. Forum-forum ini menyediakan platform bagi negara-negara untuk berdiskusi dan bekerja sama dalam isu-isu keamanan, perdamaian, dan stabilitas regional.

Kerja sama regional dan multilateral merupakan kunci untuk menyelesaikan konflik LCS secara damai. Melalui kerja sama yang erat antar negara anggota ASEAN dan partisipasi aktif dalam forum-forum internasional, negara-negara di kawasan ini dapat bekerja bersama untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan, yang tidak hanya menguntungkan semua pihak yang terlibat tetapi juga menjaga perdamaian dan stabilitas regional.

Kesimpulan dan Rekomendasi: Mengelola Ancaman Konflik di Laut China Selatan

Konflik di LCS menimbulkan ancaman signifikan terhadap kedaulatan Indonesia, terutama terkait dengan klaim Tiongkok yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia. 

Klaim "Nine-Dash Line" Tiongkok berpotensi mengurangi wilayah ZEE Indonesia, mempengaruhi eksploitasi sumber daya alam, kegiatan perikanan, dan kepentingan ekonomi lainnya. 

Eskalasi konflik juga dapat mengganggu perdagangan maritim dan aktivitas ekonomi, mengancam stabilitas regional dan kedaulatan ekonomi Indonesia. 

Rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia dan Pemangku Kepentingan

1. Meningkatkan Diplomasi Preventif: Memperkuat diplomasi preventif dengan negara-negara pengklaim untuk meredam konflik dan mempertahankan stabilitas regional.

2. Pengembangan Kapabilitas Militer: Melanjutkan modernisasi alutsista dan peningkatan kehadiran militer di wilayah strategis, termasuk di Natuna. 

3. Kerja Sama Regional dan Multilateral: Mendorong kerja sama yang lebih erat dalam ASEAN dan forum internasional lainnya untuk mencari solusi damai dan berkelanjutan.

4. Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional: Mendukung industri pertahanan nasional untuk mencapai Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) dan memperkuat deteksi dini keamanan nasional. 

5. Pengelolaan Sumber Daya Alam: Menjaga hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, serta mempertahankan kedaulatan wilayah. 

6. Peningkatan Kerjasama Militer: Mencapai keseimbangan tidak langsung dengan menjalin kerja sama militer dengan negara-negara besar, baik China maupun Amerika Serikat.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat mengelola konflik LCS secara efektif dan memastikan bahwa kedaulatan dan kepentingan nasionalnya terlindungi.

Indonesia tak boleh absen dalam berupaya mengatasi tantangan ini dengan memperkuat diplomasi dan kapasitas pertahanannya, serta mempromosikan kerjasama regional untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. 

Diplomasi di LCS merupakan contoh penting dari upaya negara dalam menjaga kedaulatan sambil berkontribusi pada stabilitas regional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun