Pagi itu, beberapa hari sebelumnya, sejumlah perempuan berjalan beriringan melalui jalan setapak menuju salah satu rumah warga kampung. Kepala mereka menjunjung wadah yang bisa dipastikan berisi beras. Orang Sasak menyebutnya pelangar.
Pelangar merupakan istilah yang merujuk kepada barang bawaan saat melayat untuk membantu keluarga yang mengalami musibah kematian sebagai bentuk belasungkawa. Beras menjadi pelangar yang paling lumrah tetapi ada pula yang menggenapkannya dengan gula, kopi, teh, bumbu dapur, buah-buahan, sayur, dan hasil kebun lainya. Mereka yang berpikir praktis kadang menyelipkan amplop berisi uang sesuai kemampuannya.
Pelangar digunakan keluarga yang ditinggalkan untuk menjamu tamu yang datang tahlilan sampai sembilan hari. Pada hari-hari tertentu selama sembilan hari, tetangga sekitar dan keluarga dekat datang kembali sambil membawa kebutuhan untuk tahlilan semisal makanan ringan.
Tidak berhenti sampai melayat dan tahlilan, ada tradisi acara 40 hari dan 100 hari pasca kematian. Rangkaian kegiatan itu juga dilakukan dengan mengundang kerabat dan tetangga sekitar.
Melayat merupakan satu dari banyak tradisi yang berperan penting dalam merajut simpul kebersamaan dalam kehidupan sosial. Tidak saja saat musibah tetapi juga tradisi dalam suka cita, seperti, menghadiri undangan pesta pernikahan, datang ke acara khitanan, atau selamatan untuk rumah baru.
Pengeluaran tak terduga
Sebagian tradisi seremonial yang melibatkan banyak orang selalu berdampak pada pembiayaan. Di balik tradisi yang berkembang itu, ada risiko finansial yang harus ditanggung. Tradisi tidak jarang menghadapkan kita pada realitas ekonomi dimana muncul kebutuhan ekstra di luar kebutuhan rutin sehari-hari. Kebutuhan ini tidak dapat diperkirakan dan tidak direncanakan. Makin sering musibah kematian atau makin banyak mendapatkan undangan, makin banyak kebutuhan non rutin yang harus dipenuhi.
Belum lagi tradisi perayaan hari-hari besar keagamaan, upacara adat, dan peristiwa budaya lainnya. Ada banyak tradisi yang mempengaruhi pengeluaran atau biaya finansial yang tidak dapat dihindarkan.
Bagi keluarga kurang mampu ini menjadi semacam "beban" pengeluaran. Mereka harus berhadapan dengan anggaran rumah tangga yang (mungkin) memberatkan mereka. Walaupun tidak dipaksa, ada semacam kewajiban sosial yang membuat mereka merasa dituntut terlibat di dalamnya
Dalam situasi pendapatan yang suram, sebagian orang bisa jadi merasa kesulitan mengikuti irama tradisi yang membutuhkan pengeluaran. Saat mendengar kerabat yang meninggal dunia mereka mulai berpikir tentang sesuatu yang dapat disumbangkan sebagai bentuk empati dan berbelasungkawa. Ketika mendapatkan undangan syukuran untuk menempati rumah baru mereka mulai berpikir tentang berapa liter beras yang layak disiapkan.
Nilai dalam Tradisi
Hampir semua bentuk tradisi selalu ditandai dengan kebersamaan. Ia lebih dari sekadar ritual atau kegiatan seremonial. Tradisi adalah detak jantung sebuah komunitas dan cerminan identitas. Jika uang sebagai alat transaksi pasar, tradisi menjadi medium transaksi sosial dan perekat hubungan antar individu. Tradisi memungkinkan seseorang terikat secara emosional dalam kelompoknya.