Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Banyak Bicara, Apakah Efektif?

19 Mei 2025   09:14 Diperbarui: 19 Mei 2025   11:56 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilsutrasi Berbicara (Dokumen Pribadi)

Berbicara merupakan kebutuhan manusia--ciri khas spesies homo sapiens sebagai makhluk sosial. Setiap orang, dari pribadi yang paling introvert hingga berkepribadian terbuka, secara niscaya membutuhkan orang lain sebagai tempat menumpahkan pikiran dan perasaan, bertanya atas ketidaktahuan, meminta petuah untuk suatu kesulitan yang tengah dihadapi, berdiskusi tentang kehidupan pribadi dan kebutuhan bersama, atau (bisa jadi) menambatkan dusta untuk mendapatkan validasi.

Berbicara menjadi salah satu bentuk komunikasi secara verbal. Dalam interaksi sehari-hari kita saling menyapa, bertanya, dan bercerita tentang satu atau banyak hal. Pada kondisi tertentu, para khatib atau pastur harus berpidato di atas podium, para akademisi dan profesional sibuk berdiskusi tentang ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, atau lingkungan. Kita tentu sepakat bahwa ratusan artikel yang mengalir setiap hari di Kompasiana merupakan bagian dari proses komunikasi verbal yang dilakukan secara tertulis.

Komunikasi tidak saja secara verbal tetapi juga melalui jalur non verbal. Ini ditunjukkan dengan gerakan tubuh atau gestur tertentu, seperti, anggukan kepala sebagai sikap setuju, gelengan kepala yang menunjukkan penolakan, tangisan yang mungkin berarti kesedihan atau rasa haru yang mendalam, atau tersenyum sebagai ekspresi kebahagiaan tetapi dalam ekspresi tertentu dapat dimaknai sebagai sebuah cibiran dan kegusaran.

Komunikasi yang kita lakukan merupakan upaya untuk mengungkapkan pikiran, betapapun sederhananya pikiran itu. Ini merupakan definisi khas komunikasi. Berkomunikasi berarti mengungkapkan berbagai hal yang dapat dijangkau dalam lingkaran pikiran kita, baik berupa pengalaman empiris yang kita temukan, konsep yang kita pahami, maupun sesuatu yang berada dalam jangkauan imajinasi kita.

Mengungkapkan pikiran dapat diandaikan sebagai upaya menyampaikan pesan berupa gagasan, keyakinan, persepsi, pengalaman, dan berbagai hal yang ada dalam sistem kognisi kita. Pikiran terungkap dalam bentuk idealisme, harapan tentang masa depan, gossip, halusinasi, sampai cerita sehari-hari.

Saat mengungkapkan pikiran kita juga kerap melibatkan sisi emosional yang diwujudkan dalam bentuk keluh kesah, ungkapan cinta, luapan kemarahan, atau ekspresi kesedihan. 

Komunikasi yang Efektif

Kemampuan mengungkapkan pikiran dan kemampuan komunikasi merupakan dua hal yang identik. Pikiran yang kita ungkapkan akan dapat dipahami orang lain sangat tergantung kepada kemampuan komunikasi yang kita miliki. Kita membutuhkan kemampuan komunikasi secara efektif agar pikiran kita dapat tersampaikan secara jelas dan dipahami dengan baik oleh lain. 

Mulyana (dalam Rani & Rahman: 2022) mendefinisikan komunikasi efektif sebagai penyampaian pesan yang dihasilkan sesuai dengan harapan penyampai pesan (orang yang menyampaikannya). Setidaknya, dalam proses komunikasi itu penyampai pesan dapat menciptakan kesepahaman dengan penerima pesan. Maka Sani, dkk (2020) menyarankan bahwa komunikasi akan menjadi efektif jika penerima informasi dapat mengartikan pesan yang diterima sama seperti yang disampaikan pengirim atau penyampai pesan.

Pada tingkatan yang lebih bermakna, komunikasi efektif bukan sekadar perpindahan pesan. Lebih dari itu, komunikasi seharusnya mampu memberikan sudut pandang baru, mempengaruhi sikap, pandangan, dan perilaku orang lain. Dalam konteks ini, Harianto (2020) merumuskan bahwa berbicara---sebagai salah satu bentuk komunikasi paling banyak dilakukan---bukan sekadar memberikan informasi tetapi juga upaya menghibur, merangsang, meyakinkan, dan menumbuhkan motivasi kepada orang lain.

Dalam kehidupan  bersama, kemampuan komunikasi yang baik juga membantu kita menavigasi dunia sosial--sebuah proses memahami, mengelola, dan beradaptasi dalam kehidupan sosial. Kemampuan komunikasi dengan demikian kerap dihubungkan dengan keterampilan sosial.

Sebagai ilustrasi, dalam komunikasi sehari-hari kita harus mampu memulai percakapan secara menarik, menjaga percakapan tetap sehat, dan mengakhiri percakapan yang memberikan kesan positif kepada orang lain.

Banyak Bicara; Kesulitan Komunikasi?

Dalam beberapa situasi, seperti presentasi, pidato, atau mengajar, banyak bicara tentu saja diperlukan untuk menyampaikan informasi secara lengkap, akurat, dan meyakinkan. 

Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa efektivitas komunikasi ditentukan oleh seberapa banyak orang mampu berbicara. Namun, jika kita kembali kepada pengertian komunikasi efektif, orang yang berbicara berjam-jam belum tentu memberikan pemahaman yang utuh tentang pikirannya. Banyak bicara tidak selalu identik dengan komunikasi yang efektif. Apa jadinya kita mendengarkan pembicaraan panjang lebar jika gagasan yang disampaikan itu menjadi bias, kabur, atau memberikan pengertian yang samar?

Dalam sebuah acara beberapa waktu yang lalu, seorang pejabat mendapatkan kesempatan untuk memberikan sambutan. Dia "sanggup" berbicara berjam-jam. Sayangnya pesan-pesan yang disampaikan hanya bersifat pengulangan, hampir nihil informasi baru. Kalimat demi kalimat yang disampaikannya hanya mengulang-ulang informasi yang sudah ada dan sering didengarkan di berbagai tempat dan platform media sosial. Sambutan itu membuat banyak audiens mengeluh dan merasa bosan. Sudah bersusah payah hadir, audiens hanya datang untuk menyetel ulang pesan-pesan afkir tanpa informasi yang memberikan daya kejut.

Kemampuan komunikasi seperti itu jelas tidak dapat digolongkan efektif. Ketika kita ngomong berjam-jam tanpa meninggalkan makna baru, dapat berpotensi membuat audiens yang serius sebagai penikmat informasi akan merasa kehadirannya menjadi sia-sia. Ketika pesan-pesan yang disampaikan tidak memberikan sesuatu yang berkesan, itu berarti kita menunjukkan ketidakmampuan melakukan komunikasi scara efektif.

Ciri khas komunikasi efektif adalah ketika audiens memiliki kepuasan dengan topik yang kita sampaikan, mendapatkan lebih banyak informasi baru, dan dapat meng-upgrade pengetahuan dan wawasannya. Lebih jauh lagi komunikasi tersebut dapat membuat perubahan perilaku kepada audiens dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak orang dapat mengkomunikasikan pikirannya dengan baik tanpa berbicara panjang lebar. Biasanya mereka memiliki kemampuan berpikir yang terstruktur, logis, dan mampu menyampaikan pikiran secara jelas sehingga mudah dipahami. 

Lombok Timur, 19 Mei 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun