Sebagai bulan ibadah, Ramadhan tahun ini sama saja dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Secara substantif tidak ada yang berbeda atau berubah. Ramadhan masih tetap sebagai bulan puasa, masih diyakini umat Islam sebagai bulan pengampunan, bulan penuh rahmat, dan keberkahan. Ramadhan masih tetap sebagai ruang untuk melatih kesabaran dan pengendalian diri.
Ramadhan menjadi berbeda dalam sudut pandang dan titik tertentu. Kita dihadapkan pada situasi yang tidak sama setiap tahun. Tahun ini bisa jadi kita memiliki persiapan finansial melewati puasa Ramadhan tidak seperti tahun lalu. Hal ini membuat kita menjalani dan melihat Ramadhan terasa berbeda.
Bisa jadi Ramadhan kali ini seseorang kehilangan kesempatan berbuka bersama keluarga karena harus bekerja di daerah lain atau luar negeri. Situasi ini tentu akan memberikan pengalaman berpuasa yang tidak sama. Atau bisa sebaliknya. Tahun lalu Anda menjalani ibadah puasa di rantauan dan Ramadhan tahun ini dapat menikmati kebahagiaan bersama keluarga sedang berpihak Anda.
Puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam. Namun, ibadah ini tidak serta merta diwajibkan kepada setiap individu karena dipandang sebagai ibadah yang cukup berat dan menantang.
Oleh kareanya, seorang Muslim harus memenuhi syarat wajib puasa. Mereka diwajibkan berpuasa jika sudah baligh atau memenuhi usia syarat dewasa dan berakal dalam arti tidak mengalami gangguan kejiwaan. Syarat lainnya dia harus mampu (tidak sakit) atau sehat secara fisik dan tidak dalam keadaan musafir atau bepergian jauh. Bagi para perempuan yang sedang haid atau nifas dilarang (haram) melakukan puasa. Beberapa di antara mereka yang berhalangan harus mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan atau membayar fidyah, misalnya, karena sedang sakit, lansia, musafir, dan sedang datang bulan.
Dalil paling populer tentang kewajiban berpuasa adalah Al Baqarah Ayat 183, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Dalam ayat di atas tujuan tertinggi seorang Muslim yang hendak dicapai dalam berpuasa adalah takwa. Ini sama dengan semua bentuk ibadah lainnya. Para cendikiawan Islam paling senang mendefinisikan pengertian takwa secara sederhana sebagai "perilaku yang ditunjukkan seseorang yang melaksanakan semua perintah Allah SWT dengan sepenuh hati dan meninggalkan semua larangan-Nya."
Dilansir dari NU Online taqwa merupakan landasan spiritualitas dalam Islam. Konsep spiritual diyakini sebagai hubungan dengan Allah yang memengaruhi kehidupan seseorang. Spiritualitas Islam diyakini memungkinkan seorang Muslim dapat menemukan tujuan hidup, meningkatkan kualitas iman, dan mencapai perdamaian.
Dilansir dari thesystethinker.com, kecakapan spiritual dijelaskan sebagai kecakapan yang berhubungan dengan kesadaran diri, kemampuan untuk mengakses makna, nilai, tujuan abadi, dan aspek bawah sadar diri yang lebih tinggi. Kecakapan spiritual menuntut kemampuan menanamkan makna, nilai, dan tujuan ini dalam menjalani kehidupan yang lebih kaya dan lebih kreatif.
Sekelompok orang meyakini bahwa spiritualitas tidak selalu terkait dengan ritual agama. Namun, kelompok lainnya percaya bahwa agama juga dapat menjadi kemungkinan terbentuknya kecerdasan spiritual.
Hubungan spiritualitas dan agama memang tidak dapat dinafikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kisah-kisah perjalanan spiritual para Nabi, pemimpin agama, dan tokoh agama yang menginspirasi. Sebut saja kisah Nabi Ibrahim AS dalam pencarian Tuhan, Nabi Muhammad SAW saat menerima wahyu pertama kali di gua Hira, atau petualangan Sidharta Gautama dalam agama Budha untuk mencari Tuhan dan kebenaran sejati. Di kalangan umat Kristen ada kisah perjalanan spiritual Yesus Kristus. Dan pasti, dalam agama Hindu ada banyak kisah pencarian spiritual sebagai rujukan umat Hindu sendiri dan umat lain. Semua kisah itu tidak dapat dilepaskan dari agama.
Ramadhan bagi umat Islam merupakan instrumen yang diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada umat Islam yang menjembatani perjalanan spiritualitas. Banyak praktek keagamaan dalam Ramadhan yang menjanjikan kehidupan spiritual yang lebih baik.
Memperbanyak ibadah dan bermunajat
Banyak ibadah dalam Ramadhan yang menjanjikan kehidupan spiritual yang lebih baik. Maka hal mendasar dalam menjalankan ibadah puasa adalah menjaga niat dan keikhlasan, dan--bagi umat Islam--semata-mata karena Allah SWT. Tidak ada yang lain. Setiap ibadah yang dilakukan harus didasari oleh niat yang tulus. Hal ini diharapkan dapat akan menjauhkan seseorang dari sifat flexing.
Shalat tarawih dan tadarrus merupakan dua ibadah yang paling populer. Lalu ada anjuran untuk bermunajat--doa yang dipanjatkan dengan sepenuh hati, bertujuan mengharapkan keridlaan, memohon ampunan dan meminta bantuan kepada Allah Swt agar diberikan solusi dan jalan keluar bagi permasalahan yang sedang dialami.
Rajin bermunajat merupakan salah satu ibadah sebagai jalan menuju titik spiritualitas. Munajat bukan sekadar memanjatkan zikir dan doa atau shalat malam. Dalam doa-doa munajat kita mestinya merenungi kesalahan dan bertaubat atas setiap kekeliruan yang pernah diperbuat.
Munajat seyogyanya disertai juga dengan proses refleksi atas makna keberadaan kita sebagai manusia, tentang tujuan hidup kita di dunia dan setelah kematian. Atau mengajukan pertanyaan tentang makna keberadaan kita bagi orang lain dan hamparan semesta. Apakah kita selama ini memberikan sesuatu yang berarti bagi sesama. Ataukah kita terlalu asyik dengan diri semdiri.
Memperbaiki hubungan sosial
Dalam interaksi sosial, hal penting lainnya dalam menjalani ibadah puasa adalah menjaga lisan dan perilaku sosial. Ini juga bagian dari upaya meningkatkan spiritualitas dalam menjalankan ibadah puasa. Dalam sebuah hadist Nabi SAW pernah berpesan, banyak umat Islam berpuasa tetapi tidak mendapatkan hikmah apapun karena tidak dapat mengendalikan lisannya. Berpuasa tetapi menggunjing orang lain, mengadu domba, dan menipu.
Di era digital dewasa ini, komunikasi lisan telah mengalami transformasi ke dalam lingkaran media sosial. Lisan kita telah mungkin tidak menggunjing tetapi jemari bisa saja begitu ringan mengunggah dan membagikan berita palsu, bertingkah aneh di depan kamera yang menimbulkan ketidaknyamanan pada banyak orang.
Salah satu fungsi ibadah adalah memperbaiki hubungan sosial. Ibadah seharusnya dapat membentuk harmoni dalam kehidupan kolektif. Shalat berjamaah, misalnya, tidak sekedar melipatgandakan pahala tetapi juga diharapkan dapat berdampak kepada kualitas hubungan kita dengan sesama.
Meningkatkan empati
Empati merupakan sifat dasar manusia yang perlu terus dibangun dalam kehidupan bersama. Ramadhan tidak belaka tentang kemampuan kita menahan lapar dan dahaga. Lebih dari itu, rasa lapar dan dahaga yang dirasakan saat puasa seharusnya dapat menumbuhkan empati kepada mereka yang kerap merasakan hal serupa.
Maka Nabi sangat menganjurkan untuk memperbanyak berbagi melalui infaq dan sadaqah. Tidak saja menganjurkan tetapi beliau mempraktekkannya dalam tindakan nyata dengan lebih banyak bersedekah saat Ramadhan. Kewajiban mengeluarkan zakat fitrah selama ramadhan mengandaikan bahwa kita memiliki kewajiban untuk berempati, peduli terhadap sesama.
Lombok Timur, 03 Maret 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI