Kasus siswi gagal masuk tim aubade karena isu jilbab berbuntut panjang. Kepala sekolah lebih dulu mengundurkan diri sebelum akhirnya dikabulkan dan dimutasi ke sekolah lain, sementara  guru pembimbing aubade akhirnya dialihkan menjadi tenaga administrasi.
Kasus yang sempat menyita perhatian publik di Kabupaten Klaten akhirnya memasuki babak baru. Kepala SMPN 2 Klaten, Tonang Juniarta, S.Kor, M.Or, serta guru pembimbing aubade, Cahya Aji Anindita, S.Pd, resmi dibebastugaskan dari jabatannya. Tonang dibebastugaskan dari posisi kepala sekolah SMPN 2 Klaten dan dipindahkan untuk bertugas di sekolah lain, sementara Cahya Aji dialihkan tugas dari guru menjadi tenaga administrasi.
Tonang terlebih dahulu telah mengajukan pengunduran diri dari jabatan kepala sekolah sebagai bentuk tanggungjawab moral atas polemik yang terjadi. Setelah melalui assesmen dan klarifikasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten bersama BKSDM (BKD) pengunduran diri itu diterima dan diikuti keputusan resmi bahwa Tonang dibebastugaskan dari kepala sekolah dan dipindah ke sekolah lain.
Seleksi yang Menjadi Kontroversi
Kronologi kasus dimulai pada awal Agustus 2025, ketika sekolah melaksanakan seleksi tim aubade menjelang peringatan HUT RI.
Dari 74 siswa yang diseleksi tahap pertama ada 9 siswa yang tereliminasi. Salah satu siswi kelas IX bernama Ayodya (14) yang tereleminasi tersebut merasa kecewa karena tidak lolos bersama 8 temannya. Menurut penuturan ibunya ia dinilai tidak masuk tim lantaran tidak mengenakan jilbab. Hal ini memunculkan dugaan diskriminasi dan membuat orang tua siswa melayangkan protes keras.
Isu ini langsung menyebar di lingkungan masyarakat dan media lokal, sehingga menjadi sorotan luas. Orang tua siswa pun menilai bahwa alasan penolakan tersebut tidak adil.
Upaya Mediasi yang Berulang