Gadai syariah (rahn) merupakan salah satu bentuk solusi keuangan yang ditawarkan oleh sistem ekonomi Islam sebagai alternatif bebas riba dari lembaga keuangan konvensional. Dalam prinsipnya, gadai syariah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan dengan jaminan barang, tanpa memberikan bunga. Namun, pada praktiknya, pelaksanaan gadai syariah belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip syariah secara konsisten. Terdapat ketimpangan antara teori yang dirumuskan dalam fatwa dan regulasi dengan praktik aktual di lembaga keuangan, baik dalam aspek akad maupun pengawasan. Masalah ini tidak hanya mengganggu integritas keuangan syariah tetapi juga menimbulkan keraguan masyarakat terhadap kesyariahan produk yang ditawarkan.
Secara hukum, praktik gadai syariah memiliki landasan yang cukup kuat dalam sistem hukum nasional dan syariah. Beberapa referensi penting adalah:
- Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. Fatwa ini menjadi dasar operasional gadai syariah dengan menekankan bahwa transaksi harus bebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maisir (spekulasi).
- POJK No. 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mengatur tentang tata kelola, perizinan, dan pengawasan usaha pergadaian, termasuk yang berbasis syariah.
- PMK No. 83/PMK.06/2006. Peraturan Menteri Keuangan ini menetapkan standar operasional dan tata cara penyelenggaraan usaha pergadaian.
Meskipun ada dasar normatif, masalah muncul karena fatwa DSN-MUI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat seperti undang-undang. Ketika terjadi ketidaksesuaian antara fatwa dan regulasi formal, maka pelaksanaan gadai syariah bisa menyimpang dari prinsip-prinsip yang seharusnya ditegakkan menurut syariah Islam.
Walaupun gadai syariah hadir sebagai alternatif keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai tantangan dan permasalahan hukum. Beragam problematika ini tidak hanya memengaruhi efektivitas operasional lembaga keuangan syariah, tetapi juga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem gadai berbasis syariah. Beberapa problematika hukum yang umum terjadi antara lain sebagai berikut:, yaitu :
a. Dualisme Regulasi: Perbedaan antara isi fatwa DSN-MUI dan regulasi pemerintah sering kali menciptakan kebingungan, terutama dalam penentuan biaya sewa tempat penyimpanan (ijarah) yang dalam praktiknya menyerupai bunga.
b. Kurangnya Pengawasan Syariah: Banyak lembaga gadai syariah tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang aktif atau bahkan tidak memilikinya sama sekali.
c. Minimnya Literasi Hukum Syariah: Banyak pelaku usaha dan masyarakat belum memahami perbedaan mendasar antara gadai konvensional dan syariah.