Mohon tunggu...
mochammad sholehuddin aufa
mochammad sholehuddin aufa Mohon Tunggu... Mahasiswa

penikmat diskusi dan tulisan-tulisan yang mengangkat isu sosial, hukum, dan kehidupan sehari-hari. Suka menulis untuk berbagi sudut pandang, bukan untuk menggurui. Percaya bahwa setiap ide, sekecil apa pun, bisa membawa perubahan kalau disampaikan dengan tulus dan terbuka.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Problematika hukum dalam praktik Gadai syariah di Indonesia

23 Juni 2025   18:47 Diperbarui: 23 Juni 2025   18:47 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusat layanan gadai syariah https://pin.it/6qaDLryvO

Gadai syariah (rahn) merupakan salah satu bentuk solusi keuangan yang ditawarkan oleh sistem ekonomi Islam sebagai alternatif bebas riba dari lembaga keuangan konvensional. Dalam prinsipnya, gadai syariah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan dengan jaminan barang, tanpa memberikan bunga. Namun, pada praktiknya, pelaksanaan gadai syariah belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip syariah secara konsisten. Terdapat ketimpangan antara teori yang dirumuskan dalam fatwa dan regulasi dengan praktik aktual di lembaga keuangan, baik dalam aspek akad maupun pengawasan. Masalah ini tidak hanya mengganggu integritas keuangan syariah tetapi juga menimbulkan keraguan masyarakat terhadap kesyariahan produk yang ditawarkan.

Secara hukum, praktik gadai syariah memiliki landasan yang cukup kuat dalam sistem hukum nasional dan syariah. Beberapa referensi penting adalah:

- Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. Fatwa ini menjadi dasar operasional gadai syariah dengan menekankan bahwa transaksi harus bebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maisir (spekulasi).

- POJK No. 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mengatur tentang tata kelola, perizinan, dan pengawasan usaha pergadaian, termasuk yang berbasis syariah.

- PMK No. 83/PMK.06/2006. Peraturan Menteri Keuangan ini menetapkan standar operasional dan tata cara penyelenggaraan usaha pergadaian.

Meskipun ada dasar normatif, masalah muncul karena fatwa DSN-MUI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat seperti undang-undang. Ketika terjadi ketidaksesuaian antara fatwa dan regulasi formal, maka pelaksanaan gadai syariah bisa menyimpang dari prinsip-prinsip yang seharusnya ditegakkan menurut syariah Islam.

Walaupun gadai syariah hadir sebagai alternatif keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai tantangan dan permasalahan hukum. Beragam problematika ini tidak hanya memengaruhi efektivitas operasional lembaga keuangan syariah, tetapi juga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem gadai berbasis syariah. Beberapa problematika hukum yang umum terjadi antara lain sebagai berikut:, yaitu :

a. Dualisme Regulasi: Perbedaan antara isi fatwa DSN-MUI dan regulasi pemerintah sering kali menciptakan kebingungan, terutama dalam penentuan biaya sewa tempat penyimpanan (ijarah) yang dalam praktiknya menyerupai bunga.

b. Kurangnya Pengawasan Syariah: Banyak lembaga gadai syariah tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang aktif atau bahkan tidak memilikinya sama sekali.

c. Minimnya Literasi Hukum Syariah: Banyak pelaku usaha dan masyarakat belum memahami perbedaan mendasar antara gadai konvensional dan syariah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun