Mohon tunggu...
Mochammad Saddam
Mochammad Saddam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang mencintai sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pentingnya Kompetisi yang Berkualitas bagi Perkembangan Sepak Bola

7 Juli 2022   10:38 Diperbarui: 11 Juli 2022   02:50 1633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu laga derbi di J.League (Dok. J.League)

Kompetisi merupakan aktivitas untuk mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Dalam sepak bola, kompetisi yang sehat sangat diperlukan demi terciptanya kualitas yang baik. 

Pihak pertama yang perlu bertanggung jawab atas tidak terciptanya iklim kompetisi yang sehat dalam persepakbolaan nasional adalah federasi. Karena federasi merupakan sebuah instansi yang bertanggung jawab dan berperan penting atas pembinaan, perkembangan, dan pengelolaan seluruh sarana dan prasarana sepak bola dalam negeri.

Tidak hanya federasi, peran pemerintah pun juga sangat penting karena dengan adanya kebijakan dari pemerintah hal ini akan dapat memudahkan perkembangan sepak bola dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat. 

Jika federasi dan pemerintah tidak memiliki niat yang serius dalam perkembangan sepak bola nasional, tentu hal ini akan membuat perkembangan sepak bola Indonesia menjadi stagnan atau bahkan mundur.

Salah satu contoh bahwa kompetisi yang profesional dapat meningkatkan kualitas sepak bola di suatu negara adalah Jepang, dengan J-League sebagai kompetisi level tertinggi.


Sebelum era J-League, Jepang memiliki kompetisi Japan Soccer League, yang juga menjadi kunci keberhasila timnas Jepang di Olimpiade 1968. Kompetisi itu diikuti kesebelasan amatir dan diikuti oleh universitas dan perusahaan. 

Namun, karena tidak memiliki kualitas yang tinggi seperti negara asia lain, salah satunya tetangga mereka Korea Selatan, kompetisi tersebut tidak mampu meraih dukungan maksimal dari masyarakat Jepang sepenuhnya. 

Oleh karena itu, pada 1992 Jepang melalui JFA (Japan Football Association) juga memutuskan mengubah JSL menjadi Japan Football League (JFL) dengan sistem liga semi-profesional meninggalkan sistem amatir dan lebih ketat dalam menyeleksi klub yang akan berpartisipasi pada liga sepak bola tertinggi di negara tersebut.

Tujuannya tak lain adalah membentuk liga yang lebih berkualitas dan professional agar dukungan masyarakat terhadap klub-klub di Jepang semakin meningkat; pasalnya penonton yang datang hampir tidak pernah melebihi angka 19 ribu orang. Kualitas stadion yang buruk juga menjadi alasan mengapa banyak tribun yang masih kosong meski harga tiket pertandingan di Jepang cukup murah, tidak sampai 5000 yen. 

Oleh karenanya, aspek-aspek seperti keuangan dan infrastruktur dalam klub terutama stadion lebih diutamakan. 

Kenyamanan lapangan serta tribun terus dibenahi hingga memenuhi standar konfederasi sepak bola Asia (AFC). Hingga akhirnya pada tahun 1992, karena hasil seleksi yang sangat ketat itulah, hanya 8 klub yang ditarik dari divisi satu JSL dan 1 klub dari divisi dua JSL yang mengikuti JFL. 

Barulah setahun kemudian JFA resmi meluncurkan J-League sebagai kompetisi utama dalam sepak bola Jepang yang lebih profesional dan berkualitas.

Dampak dari perbaikan kualitas stadion ke tahap yang lebih mumpuni ternyata berpengaruh kepada kebangkitan suatu klub sepak bola. Kashima Antlers yang menjadi juara di J-League edisi pertama setelah mematahkan dominasi Verdy Kawasaki di awal musim adalah salah satu klub yang mendapat dampak positifnya. 

Kesuksesan Kashima Antlers tersebut juga karena klub tersebut merupakan klub pertama di Jepang yang berhasil membangun stadion sepak bola pertama di Jepang dengan kualitas yang benar-benar mumpuni. 

Padahal sebelumnya, Kashima Antlers ini hanyalah klub dari provinsi kecil yang hanya memiliki prestasi memenangkan divisi dua JSL pada 1986-1987.

Sementara itu, dampak dari kedatangan Arsene Wenger dan Gary Lineker pada awal 1990-an membuat ekonomi J-League yang baru terbentuk semakin meledak. 

Hal ini pada akhirnya berdampak pada klub-klub di Liga Jepang yang mulai berpikir untuk mendatangkan pemain asing yang berkualitas yang tentunya juga diimbangi dari talenta-talenta Jepang dengan bakat yang luar biasa yang bermain di negara-negara eropa yang lebih maju sepak bolanya. 

Perlahan-lahan, hasil dari kompetitifnya kompetisi di Jepang juga berdampak pada prestasi tim nasional mereka di kancah asia. 

Tidak hanya di kancah asia, bahkan tim nasional Jepang pun juga mampu lolos ke Piala Dunia 1998 di Prancis meskipun tidak mampu untuk lolos ke babak 16 besar.

Setelah 18 bulan berdirinya J-League sebagai korporasi liga, sekitar 60 ribu supporter di Stadion Nasional Tokyo selalu mendukung timnas Jepang bertanding. Padahal sebelum J-League berdiri jumlah penonton kesebelasan Samurai Biru di stadion bahkan jarang menembus angka 19 ribu orang. 

Dukungan oleh banyak orang Jepang yang mencintai J-League merupakan mimpi yang berjalan langkah pertama menuju kenyataan. 

Kini setelah hampir 30 tahun sejak berdirinya J-League, gerakan sepak bola Jepang menjadi tumbuh secara eksponensial melalui jalan yang sangat panjang menuju profesionalisme dan keberhasilannya. 

Yang pada awalnya dimulai dengan 10 klub kini terdapat 20 klub yang bermain J1 League dan 22 tim yang bermain di J2 League dan juga ada J3 League yang mulai diadakan pada tahun 2013 lalu yang sekarang terdapat 18 tim yang bertanding. 

Dan sekarang, Jepang juga punya rencana untuk memiliki 100 klub profesional walaupun pada saat ini Jepang sudah memiliki 57 klub yang benar-benar professional. Ini pun juga dilakukan dengan terus membinan klub-klub amatir dan semi-profesional untuk naik kelas. 

Dengan terciptanya kompetisi yang terstruktur, rapi, profesional, serta konsisten, J-League menjadi tempat yang dapat melahirkan pemain-pemain dengan bakat luar biasa seperti Makoto Hasebe, Hidetoshi Nakata, Shinji Kagawa dll. 

Bahkan J-League juga membuktikan kualitasnya yang kompetitif. Kita tentu mengetahui bahwasanya kapten timnas Brasil di Piala Dunia 1998, yaitu Carlos Dunga bermain di Jubilo Iwata dan mampu memimpin Brasil hingga ke final. Dan hal inilah menjadi bukti pentingnya kompetisi bagi kemajuan sepak bola di suatu negara. 

Jika Jepang dengan J-Leaguenya terus konsisten dikelola dengan baik dan profesional pada saat ini atau bahkan dapat lebih baik lagi. Maka, hasilnya akan berdampak kepada tim nasional Jepang yang akan semakin mampu untuk berbicara banyak di pentas internasional tidak hanya di Piala Asia, tetapi juga di Piala Dunia. Hal inilah yang seharusnya Indonesia pelajari dari bagaimana Jepang mengelola sepak bolanya.

Hal ini berbeda jauh dengan kesebelasan-kesebelasan di Indonesia yang masih mendapatkan dukungan melalui anggaran pemerintah daerah. 

Meskipun hal ini sebetulnya juga baik namun agar lebih mandiri sebaiknya klub-klub tersebut sudah shifting menggunakan ‘dana pribadi’, atau sudah menjadi swasta. 

Faktor yang mendukung adanya hal ini juga karena adanya liga yang baik dan menarik sehingga konsumen dapat bertambah setiap tahunnya dan memberikan dukungan kepada tim kesayangannya. 

Masyarakat Indonesia sendiri memiliki antusiasme yang tinggi dalam sepak bola. Antusiasme itu menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial dalam industri sepak bola. 

Tetapi, yang menjadi sebuah ironi adalah antusiasme itu belum mampu dimanfaatkan oleh klub-klub dalam negeri. Berbeda dengan yang dilakukan oleh “produsen” luar negeri. Menurut pandangan saya, terdapat beberapa langkah strategis yang harus dilakukan "produsen" sepak bola Indonesia untuk mencapai indikator-indikator ideal sebagai berikut:

1. Komersialisasi pada klub-klub kasta tertinggi di Indonesia tercapai
2. Partisipasi rakyat Indonesia dalam sepak bola nasional mencapai 5% dari keseluruhan jumlah penduduk
3. Masyarakat mudah mengakses lapangan-lapangan sepak bola dengan standar internasional
4. Pemain Indonesia bermain di luar negeri yang memiliki kompetisi yang lebih baik
5. Indonesia konsisten bermain di Piala Dunia

Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mencapai indikator-indikator tersebut antara lain, sebagai berikut:

1. Perbaikan football governance

Hal yang harus dilakukan pertama kali adalah pembenahan di dalam tubuh federasi. Dalam langkah ini juga termasuk seperti pembenahan sistem strata liga profesional sampai amatir, aspek-aspek mengenai pengembangan sepak bola level junior, bahkan hingga sanksi dan hukuman. Dalam hal ini, PSSI dapat belajar dari federasi-federasi negara yang sepak bolanya lebih mapan.

2. Pembenahan sistem finansial di kasta tertinggi sepak bola Indonesia

Menurut Bung Kusnaeni selaku pengamat sepak bola nasional pada intinya ‘harga’ yang terjadi pada persepakbolaan di Indonesia adalah ‘overpricing’.

Yang dimaksud di sini adalah harga tidak sebanding dengan kualitasnya. Karena pada faktanya harga-harga pemain di Indonesia terkadang tidak wajar karena terkesan terlalu memaksa.

3. Mendorong klub-klub untuk menjadi mandiri

Untuk mencapai hal ini dapat direalisasikan secara bertahap seperti peraturan Financial Fair Play (UEFA), yang secara riil baru dilaksanakan setelah 5 tahun dari awal aturan tersebut dicanangkan (2009-2014). Tujuannya adalah agar klub-klub bersiap-siap untuk menuju realisasi dari misi privatisasi tersebut.

4. Standarisasi infrastruktur/fasilitas

Riset membuktikan (De Bosscher et al. 2009), bahwa semua good performers di olahraga, memiliki standar infrastruktur olahraga yang sangat baik. Di Indonesia, lapangan sepak bola jarang sekali memiliki kontur tanah yang ideal (rata).

Dengan banyaknya lapangan sepak bola yang sesuai dengan standar internasional di Indonesia, akan berdampak positif terhadap partisipasi, yang selanjutnya akan menambah peluang lahirnya talenta-talenta muda berbakat. 

Memang, biaya maintenance lapangan sepak bola tidaklah murah, untuk menyiasati kendala ini, pemerintah bisa memberi porsi lebih kepada pembangunan lapangan sepak bola sintetis. 

Di Inggris, lapangan sepak bola sintetis pun sangat banyak sehingga tingkat partisipasi rakyat Inggris terhadap sepak bola meningkat rata-rata 5% setiap tahunnya.

5. Meningkatkan dan memperbanyak pelatih lokal yang berkualitas

Federasi juga dapat mengadakan program beasiswa bagi pelatih untuk mendapat pendidikan kepelatihan ke luar negeri, dan harus dalam jumlah yang signifikan (banyak). Pelatih yang berkualitas melahirkan pemain yang berkualitas. 

Coach Timo Scheunemann dalam salah satu tulisannya pernah menyebutkan bahwa Jepang secara agresif mendidik dan mengirim pelatih-pelatih sepak bolanya ke luar negeri dalam jumlah ribuan untuk mendapatkan ilmu kepelatihan tingkat tinggi. 

Dan, terbukti, sepak bola Jepang saat ini sangat luar biasa. Menurut beberapa pengamat, di dalam sepak bola dan olahraga lainnya, pelatih berpengaruh secara sangat sangat signifikan terhadap prestasi. Dan juga, federasi juga dapat mendorong pelatih lokal untuk mengambil lisensi AFC Pro ataupun setingkatnya.

6. Membangun koneksi dengan agen-agen sepak bola di luar negeri (terutama Eropa)

Tujuannya yaitu agar pemain-pemain Indonesia dapat diimpor untuk bermain di klub-klub Eropa, Jepang, Korea Selatan atau negara yang sepak bolanya lebih maju agar dapat memningkatkan mental dan kualitas pemain tersebut yang pada akhirnya dapat berdampak kepada kualitas tim nasional itu sendiri. Di Indonesia sendiri, peran agen belumlah optimal karena masih banyak yang tidak menyadari pentingnya peran agen.

Hasil dari langkah-langkah yang saya sebutkan di atas jika dilakukan dengan komitmen dan sungguh-sungguh oleh federasi dan seluruh elemen sepak bola Indonesia tentunya akan menjadikan sepak bola Indonesia lebih baik. 

Dengan langkah-langkah strategis serta rencana yang matang akan membuat kemajuan sepak bola dapat terjamin di kemudian hari, dan yang harus kita ingat adalah bahwasanya hasil yang kita raih tidak akan instan, semua harus menerima proses yang berprogres. 

Bahkan Jepang pun memiliki rencana hingga 100 tahun yang terstruktrur serta realistis untuk menjuarai Piala Dunia.

Jika ekosistem dan sepak bola Indonesia sudah mulai berprogres, maka industri sepak bola di Indonesia pun akan dapat berkembang lebih pesat yang pada akhirnya juga meningkatkan kesejahteraan seluruh elemen yang terlibat dalam sepak bola termasuk juga dapat mempermudah meningkatnya kualitas dari kompetisi di negara itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun