Tak adil jika dengan PJJ dijadikan alat untuk membalas oleh para mafia untuk menghantam orang baik seperti Nadiem dalam upaya dia membangun pendidikan yang lebih baik dengan kerja tulus tersebut. PJJ memang masih belum ideal. Dan Nadiem sudah cukup bertindak.Â
Nadiem sudah memberikan kewenangan yang besar kepada kepala sekolah dalam pengelolaan keuangan BOS. Kelonggaran penggunaan uang BOS memang sangat dibutuhkan untuk menghadapi PJJ ini.Â
Sayang, justru Pemda pemda yang minimal tindakan. Mungkin masyarakat tidak tahu penuh bagaimana pendidikan dikelola. Pendidikan tidak melulu urusan kementerian pendidikan dan kebudayaan.Â
Masalah guru saja sudah diotonomikan. Guru sudah menjadi pegawai pemda. Dikendalikan dan diatur pemda. Ketika PGRI mengaitkan guru honor dengan POP dan kementerian pendidikan, maka nuansa yang terlihat adalah muatan politis dipastikan dalamnya. Karena PGRI sendiri pasti sudah tahu bahwa kewenangan pengangkatan ada di pemda.Â
Nadiem sendiri sudah melakukan tindakan sesuai kewenangan dia yang pada masa pandemi ini kuota BOS untuk guru honorer juga ditingkatkan menjadi 50 persen.Â
Lalu, ketersediaan internet. Apakah ini juga urusan Nadiem?Â
Ini kebijakan di luar kementerian pendidikan dan kebudayaan. Jika dialamatkan ke Nadiem, jelas hanya akan menunjukkan kebodohan penulis alamat.Â
Seandainya, anggaran DKI digunakan juga untuk penyediaan internet murah. Seandainya, APBD Bekasi, Depok, Tangerang Selatan, dan Tangerang (untuk sekadar menyebutkan kota-kota kaya) juga disisihkan untuk penyediaan kuota internet murah. Maka problem internet saat PJJ tak akan seperti sekarang ini.Â
Di sekolah sendiri, bantuan internet saat PJJ hanya dari dana BOS, sedangkan dana BOP atau dana dari pemda belum diutak-atik sama sekali untuk kegiatan internet PJJ .Â
Atau kalau di daerah yang siswa-siswinya harus naik gunung atau harus menjual keperawanannya untuk membeli kuota internet PJJ, apakah pemdanya sudah melakukan sedikit tindakan? Pasti Anda akan menjawab dengan geleng-geleng kepala.Â
Nasib menteri nonpartai memang selalu diujung tanduk. Kursinya tak pernah berhenti kena goyang. Terlalu seksi memang kursi kementerian pendidikan dan kebudayaan. Terlalu banyak yang mengincar.Â