Perempuan itu menengadah. Mengintip matahari yang semakin meninggi.
Lalu kembali melangkahkan kaki.
Sudah entah keberapa ribu kali, perempuan itu melewati jalan itu. Sejak jalan belum diaspal. Ketika kakinya masih kuat menjejak.
Dan hari ini masih ditelusuri nya jalan itu. Jalan yang terasa menyengat saat matahari memuntahkan panas neraka di siang hari DI musim kemarau seperti siang ini.
Kenapa tidak tinggal di rumah saja?
Perempuan itu perlu makan. Tak mungkin dia hanya mengandalkan pemberian tetangga.
Dulu perempuan itu punya suami. Suami yang setia. Saking setianya, dia mati duluan.Â
Pernah juga punya anak. Tapi selalu direnggut oleh penyakit yang kata orang penyakit keturunan. Keluarga suami semuanya mati anak anak kecuali dia satu satunya. Dan kutukan keturunan itu sekarang menimpa kelurga dia.
Hidup sendiri itu berat.
Tapi tak mungkin perempuan itu bunuh diri. Perempuan itu hanya bisa membuang semua alas kaki.
Tanpa Alas kaki, badan akan selalu sehat. Kata suaminya dulu. Dan kesetiaan perempuan itulah yang menjaga kata kata suaminya.
Entah sampai kapan.