Mohon tunggu...
Mochamad Rizky Pangestu
Mochamad Rizky Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Muda

Saya suka menulis, dan ingin berbagi cerita melalui tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pura-Pura Lupa

30 November 2022   13:42 Diperbarui: 30 November 2022   13:49 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau saja bus datang lebih cepat, pertemuan ini tak mungkin terjadi lagi. Dyl sempat menggerutu. Ketika langkahnya semakin mendekati halte. Di sana, Neyl duduk sendiri, secangkir kopi dalam genggamannya, masih mengepul asapnya. Hari hampir habis, senja sedikit lagi tiba. Memang nikmat minum kopi panas.

Mau tak mau Dyl kembali jumpa dengan Neyl. Neyla Trihasiwi. Bahkan namanya masih melekat diingatan Dyl. Dylonald Marcelio, begitu juga sebaliknya, kala sepasang mata indah Neyl menangkap langkah Dyl yang semakin mendekat. Ia juga masih mengingat nama Dyl, selalu ingat.

"Hai Dylo!" panggilan itu, hanya Neyl yang memanggil Dyl dengan sebutan Dylo. Neyl dengan mata yang cemerlang, seruannya begitu bersemangat. Seperti melihat sesuatu yang menakjubkan. Ya, memang Dyl selalu menakjubkan di mata Neyl. Enggan, Dyl membalas sapa Neyl datar. "Hai." 

Senyum yang hangat itu, Neyl tak pernah menghilangkannya, entah. Tapi Dyl bisa rapuh jika berlama-lama di sana.

"Dylo, duduk dong!" Neyl menggeser duduknya. Memberi ruang yang sebenarnya teramat lapang hanya untuk seorang Dyl yang kecil tubuhnya.


"Aku berdiri aja." Dyl lebih memilih mengorbankan kakinya, lebih memilih pegal kakinya daripada pegal hatinya.

Dyl berdiri di sudut halte, pada sebuah tiang. Naasnya, bagi Dyl sesuatu yang tak menguntungkan hanya berdua dengan Neyl di halte hari itu. Bagi Neyl, sungguh kebetulan yang ajaib, yang menyenangkan bisa bertemu Dylo-nya lagi.

***

Dylo-Neylo, belakangan ditambah 've' di belakangnya. "Dilove-Neylove" terdengar kocak. Tapi begitulah mereka saling sapa saat SMA. Mereka merajut kasih sejak awal masuk SMA, dipertemukan lewat hukuman kakak-kakak OSIS saat masa orientasi siswa. Dari sana, mereka kian dekat. Sejalan, semesta turut membantu. Dewi Fortuna turut merestui keduanya. Mereka dipertemukan kembali dalam satu kelas.

Di kelasnya, bukan lagi rahasia tentang 'apa' yang terjadi di antara Neyl dan Dyl. Mereka menjelma pasangan ideal, idola di kelasnya. Bahkan hampir semua guru pun mengetahuinya. Neyl dan Dyl. Neyl yang cantik, matanya paling digemari, bening bersinar. Dyl yang tampan, senyumnya paling disukai, manis dan meluluhkan. Sempurna.

Satu mimpi, satu visi. Jalan mereka seolah luput dari kerikil. Mulus dan selalu beruntung, kata sebagian orang. Neyl dan Dyl, bukan hanya menjadi pasangan ideal yang sama-sama bagus rupanya, tapi juga prestasinya. Keduanya sama-sama saling bahu membahu membangkitkan prestasi masing-masing. Menyemangati dan sama-sama meraih prestasi.

Saingan yang tak pernah saling mematikan. Jika Dyl diurutan dua, maka Nyl selalu bertengger di urutan pertama peringkat kelas. Rumor ini itu tak jarang menerpa mereka. Tentang saling berbagi jawaban saat ujian dan kecurangan-kecurangan yang dimafhum karena mereka punya hubungan spesial. Namun, satu pun tak ada yang terbukti. Mereka pintar bermain di balik layar. Belajar bersama, tentu saja. Saling mengisi, saling melengkapi. Sempurna.

Namun, isu pernah hampir meruntuhkan istana cinta mereka. Jalan mulus hubungan mereka seketika terbantahkan, kala salah seorang teman mereka memergoki mereka sedang adu mulut di sudut jalan, hampir dekat ke rumah Neyl. Suatu sore, sepulang sekolah.

Perselingkuhan. Dyl tertuduh asyik dengan wanita lain di belakang Neyl, dan segera dibantah oleh Dyl, bahwa semua itu fitnah. Apa yang dikatakan kalau cinta membuat lupa segalanya mungkin benar adanya. Itu mungkin kebohongan, tapi apa yang lebih berarti dari pada cinta?

Neyl memaafkan Dyl, mereka kembali akrab dan hangat. Kerikilnya hanya sedikit, jalannya kembali bersih.

Kepingan-kepingan ingatan itu seketika menguar bersama asap kopi dalam genggamannya. Neyl tertangkap basah oleh Dyl sedang senyum-senyum sendiri. "Astaga, manis sekali." Namun segera Dyl membuang pandangan, menggelengkan kepalanya. Kembali menatap jalanan yang riuh kendaraan.

***

Neyl, mahasiswi hukum yang lebih gemar membaca novel fiksi dibanding membaca buku-buku berkaitan hukum. Semester tiga. Harusnya, Dyl juga begitu. Dulu, sempat ada kekhawatiran dalam hati Neyl, sama besarnya dalam hati Dyl. Keduanya khawatir terpisah. Namun, mengejutkan ketika Neyl dan Dyl suatu siang membuka kertas yang mereka isi dengan jurusan juga universitas pilihan mereka masing-masing. Tanpa kompromi. Kejutan. Sama persis. Sempurna.

Senang tak terkira. Lagi-lagi mereka bersama. Ajaibnya, mereka lagi-lagi satu kelas. Entah, jalan hidup mereka terlalu banyak kebetulan.

Sampai akhirnya, yang tak pernah mereka harapkan terjadi, yang tak pernah orang lain sangka menerpa mereka.

"Kamu lebih setuju sama Bey?!"

"Ya, jawaban dia lebih logis, lebih masuk akal"

Kemarahan-kemarahan mulai sering terjadi. Dipicu selisih-selisih pendapat antara Neyl dan Dyl. Neyl mulai menemukan apa yang tak pernah ia sadari sebelumnya, jalan berpikir Dyl yang rumit dan terkadang sukar untuk dimengerti, bahkan tak masuk akal.

Lain dengan sangkaan Dyl. Ia bersikeras kalau Neyl bermain api. Tertarik dan mulai menyukai Beynan. Bahkan tergolong sering Neyl membandingkan cara berpikir Dyl dengan Bey, membuat Dyl dongkol. Kecurigaan tentang permainan gelap antara Neyl dan Bey semakin memekatkan pandangan Dyl, hingga suatu hari, amarahnya tak terbendung lagi.

"Aku mau kita putus. Buat apa lagi, kita udah gak sejalan." Dyl, mengucapkan kata yang dulu tak pernah ia kenali.

"Apaan sih, Dylo? Jangan bercanda deh."

"Aku serius!"

Dyl meninggalkan Neyl yang terus menatapnya sampai habis. Sejak hari itu, mereka tak pernah bertemu lagi. Dan, baru hari ini. Neyl menemukan kekasihnya yang dalam sangkanya Dyl menghilang.

 ***

"Kamu kok pakai begituan Dylo, kayak mahasiswa baru aja." Neyl memecah sunyi yang sebenarnya tak sunyi. Mereka saling bergelak di dalam hati masing-masing.

Dyl tak menanggapi. Segera matanya menuju pada lengan kiri kemejanya, tersemat pita biru sebagai tanda kalau ia mahasiswa baru. Padahal dia sudah memakai hoodie, rupanya masih kelihatan.

"Oh iya, kamu juga kok udah lama gak masuk kelas? Kamu ke mana aja sih? Nanti kamu gak lulus lho" Sesekali Neyl meneguk kopinya.

Dyl masih diam.

Dalam hati, Dyl benar-benar dongkol, apalagi tiba-tiba saja hujan turun. Dyl, dengan berat semakin mendekat pada Neyl, rupanya ia tak rela mengorbankannya tubuhnya dan isi tasnya pada air hujan dan ia pun duduk di samping Neyl.

"Gitu kek dari tadi." Neyl tersenyum.

Dyl, sejak mengakhiri hubungannya dengan Neyl memutuskan untuk kembali mengikuti seleksi di semester baru. Sekarang, Dyl anak bahasa.

"Dylo, kok kamu diam terus. Marah ya? Oh iya, aku lupa harusnya kalau kamu lagi bete aku panggil kamu Dylove." Neyl memajukan wajahnya, didekatkan pada wajah Dyl. Senyumnya melebar.

Sedang Dyl, tengah berusaha menahan godaan yang benar-benar menggoda ini. Kamu kenapa sih Nyl? Lupa atau pura-pura sih?

Neyl masih terus merayu Dyl. "Kamu gak pernah jemput aku lagi, kenapa? Kita udah lama gak main lagi, ayo main bareng lagi. Kita udah lama gak nonton bareng, ayo nonton lagi. Dylove..."

Dyl yang mencoba menahan gejolak malah tersedak.

"Dylove, ini minum..." Neyl menyodorkan cangkir kopinya, hampir saja tangan mereka beradu. "Gak usah." Jawab Dyl datar. Neyl memundurkan lagi tangannya.

"Dylove..."

"Neyl!" sentak Dyl, tiba-tiba. Neyl tersentak, namun, ah! umpat Dyl, mata itu terlalu menggemaskan. Mata Neyl yang mengiba. Tapi Dyl mampu mengontrol diri, tidak rapuh lagi atau mencoba untuk tidak rapuh lagi.

"Kamu lupa ya? Kita kan udah udahan" meluncur begitu lancar dari bibir Dyl, dirinya sendiri bahkan tak percaya bisa mengatakan itu.

Neyl tetap tersenyum. Namun segera mengalihkan pandangannya. Tak lama bus datang, air mata Neyl jatuh seketika, ia sapu segera. 

Aku gak lupa kok Dyl. Aku cuma pura-pura lupa, kalau kita bukan apa-apa lagi, bukan siapa-siapa lagi. 

Dyl bahkan sudah melesat masuk ke dalam bus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun