Mohon tunggu...
Moch Aldy MA
Moch Aldy MA Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Redaktur Omong-Omong Media

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liverpool: Cinta, Kesetiaan, dan Perlawanan

5 Januari 2021   16:24 Diperbarui: 5 Januari 2021   16:43 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The iconic Kop banner serves as a powerful reminder of the city's proud socialist heritage. photo: Wikimedia Commons

Sejujurnya, selain karena prestasi di dalam lapangan, saya juga mencintainya karena Liverpool adalah kota indah yang menyimpan sejarah, budaya, dan musik yang melegenda. Tempat lahirnya grup musik favorit saya, yaitu The Beatles dan musisi idola saya, yaitu John Lennon yang melahirkan Kultur Hippie di Amerika Serikat sekitar tahun pertengahan 1960-an.

Di sisi lain, saya juga menyukai keberanian dan api perlawanan dari para Liverpudlian (sebutan penduduk asli kota Liverpool), yang pernah menyoraki lagu kebangsaan Inggris, "God Save The Queen" dan melakukannya tepat di depan Pangeran William, putra mahkota Kerajaan Inggris Raya, yang hadir dalam pertandingan itu.  

Saya secara pribadi, memang lekat dengan Sosialisme, menolak "Aristokrasi" dan "sedikit" memiliki masalah dengan "Kapitalisme". Karena saya, memang dibesarkan oleh kedua orang tua yang berprofesi sebagai buruh. Dan atas alasan ideologis tersebut, saya semakin mencintai Liverpool, karena Liverpool adalah kota yang parlemennya dikuasai oleh Partai Buruh bahkan sejak 2010. 

Berbagai bahasa, suku, dan kebudayaan dari beragam belahan negara pun campur aduk di kota Liverpool. Dan pada kenyataannya, Liverpool adalah "anomali" dari kota-kota di Inggris kebanyakan. Khususnya, karena Liverpool tidak pernah mau untuk tunduk, terhadap rezim bangsawan. Mereka memilih untuk terus melawan dan melawan.

Mungkin dari sana pula, Liverpool menjadi seperti "dikucilkan" di Inggris. Mereka dianggap "pengacau" oleh pemerintah dan warga dari kota-kota Inggris lainnya. Secara sosio-historis pun, mereka sering mendapat perlakuan tak adil dari pemerintah, hingga dianggap kabar buruk bahkan musuh besar orang-orang konservatif di Inggris. Kerusuhan bernuansa rasial "Toxteth" di Liverpool pada 1981, Tradegi Heysel pada 1985 hingga Tragedi Hillsborough pada 1989, agaknya menjadi bukti sejarah dari Liverpool yang di anak tirikan oleh pemerintah inggris Inggris.

Namun, Liverpool adalah Liverpool. Saya telah memilih, sampai kapanpun saya akan tetap menjadi Kopites dan akan tetap mencintai Liverpool. Tak peduli siapapun pemain atau pelatihnya, bagaimanapun keadaannya, juara atau degradasi sekali pun. Lagipula, kalah dan menang adalah kepastian dalam pertandingan. Lagipula, mendukung bukanlah perihal merayakan saat menang, tapi hadir dan tak membiarkan yang kita dukung berjalan sendirian ketika kekalahan menerpa.

Terakhir, dewasa ini, saya sudah dewasa, dan saya telah mencintai Liverpool tanpa alasan. Dan, setelah pandemi ini selesai. Nanti kita cerita Liverpool juara lagi, YNWA!

"We've conquered all of Europe
We're never gonna stop
From Paris down to Turkey
We've won the fucking lot... 

Bob Paisley and Bill Shankly
The Fields of Anfield Road
We are loyal supporters
And we come from Liverpool
 

Allez Allez Allez...
Allez Allez Allez...

Allez Allez Allez...
Allez Allez Allez..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun