Mohon tunggu...
Mo Meimus
Mo Meimus Mohon Tunggu... Freelance engineer, freelance teacher, freelance writer. -

Pseudonym of Utomo Priyambodo. Seorang pemalu, tapi tidak suka memukul dengan palu. Tidak suka dianggap sebagai pengarang, apalagi pembuat arang. Email: mo.meimus@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bunuh Diri dari Atas Menara Masjid

30 Oktober 2016   10:43 Diperbarui: 30 Oktober 2016   12:11 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar diilustrasikan oleh: Rio Satrio H.)

Tarmujo menolak sarannya. Ia berkeyakinan bahwa menikah haruslah dengan modal sendiri, bukan meminjam uang atau berhutang dari orang lain. Terutama ia tidak mau di akhir ijab kabulnya ia berucap; “…dengan mas kawin dibayar hutang!” Tentu itu akan memalukan sekali, pikir Tarmujo.

“Bagaimana kalau meminta sumbangan dari para jamaah masjid untuk modalmu menikah?” usul Kadir lainnya.

Tarmujo menggelengkan kepalanya.

Kadir tidak punya usulan lain yang lebih baik. Ia juga tidak memiliki uang seperti Tarmujo sehingga tidak bisa pula membantunya. Kadir lebih muda tiga tahun dari Tarmujo dan beruntung ia belum kebelet kawin serta tidak menjalin hubungan dengan seorang perempuan mana pun seperti Tarmujo.

Tarmujo terlihat begitu galau. Kalau ia tidak bersegera melamar Siti, Siti akan dinikahi oleh orang lain. Kadir selanjutnya hanya bisa menyarankan Tarmujo supaya banyak-banyak berdoa agar diberikan petunjuk dan jalan keluar.

Galau berhari-hari Tarmujo akhirnya mulai mereda, tapi kemudian galaunya mencapai puncak kembali ketika Tarmujo menyaksikan Siti telah menikah dengan orang lain. Ia terlihat sangat galau tapi kemudian mereda kembali. Kadir seringkali merasa iba, tapi terkadang ia juga tertawa dalam hati melihat Tarmujo begitu labil seperti anak remaja, galau berulang kali. Tapi kini Kadir begitu menyesal karena telah menertawakan Tarmujo tempo hari meskipun hanya dalam hati.


Kini Tarmujo telah mati. Tewas bunuh diri. Hanya Kadirlah yang merasa paling tahu kemungkinan penyebab Tarmujo mati bunuh diri dari atas menara masjid.

Kadir tahu betul penyebabnya bukan soal kegalauan Tarmujo terhadap Siti. Bukan. Sungguh bukan itu. Belakangan Tarmujo pernah curhat bahwa ia telah begitu bahagia melihat Siti yang terlihat bahagia dengan keluarga barunya, dengan pasangannya. Melihat seseorang yang kita sayangi bisa berbahagia memang adalah sebuah kebahagian tersendiri. Jadi, bukan karena Siti.

Tiga hari yang lalu Tarmujo pernah curhat kepadanya soal hal lain. Tarmujo merasa sangat kesal terhadap salah seorang jamaah masjid, seorang bapak-bapak. Ia memang rajin salat berjamaah dan mengaji di masjid ini, sering pula menyumbang untuk masjid, tetapi kata Tarmujo mulut bapak itu begitu tajam. Kata-katanya begitu nyelekit, sengit, dan pedas. Beberapa kali Tarmujo merasa pernah dihina olehnya.

“Jo, kok kamu belum juga menikah sudah umur segini? Belum laku ya? Nggak ada yang mau sama kamu toh, Jo?”

“Jo, kalau cuma jadi marbut hidup kamu ya bakal gini-gini aja, miskin terus! Makanya cari kerja yang serius. Atau bikin usaha saja kayak saya. Jangan kamu cuma menunggu sumbangan dari baitul mal. Yang kamu terima itu bukan gaji Jo, tapi sedekah para jamaah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun