Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ritual Mars Menipu Venus

9 Januari 2016   12:30 Diperbarui: 4 Maret 2019   14:31 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.pinterest.com

Manusia berada di dalam jagad hypergalaxy yang selain berotasi pada porosnya juga bergerak ke arah menjauhi pusar alam semesta raya dengan kecepatan akumulatif 100.000 kilometer perdetik. Angka itu merupakan pertambahan percepatan karena kita berada pada sistem tata surya yang memutari Galaksi Bimasakti pada kecepatan 2.150 kilometer per detik. Selain itu kita tinggal di bumi yang mengitari matahari sebagai pusat tata surya secara elips dengan kecepatan 29,79 kilometer per detik. Dan pada detik yang sama, kita sedang dibawa berputar pada poros bumi dengan kecepatan 11,18 kilometer per detik.

Sangat menakjubkan, dalam satu detik saja manusia bergerak secara pasif dan melesat pada kecepatan 100.000 kilometer atau sepertiga dari kecepatan cahaya. Tiga detik menyamai kecepatan cahaya. Satu jam 36 juta kilometer dan dalam sehari, selama 24 jam kita telah terseret sejauh 8,64 miliar kilometer di jagad semesta raya. Fenomena ini diargumentasikan oleh para ilmuan astronom mutakhir dengan teori yang disebut The Exppanding Universe atau Alam Semesta Raya yang Mengembang. Teori ini menyimpulkan bahwa detik demi detik kita tengah bergerak ke arah yang menyebar, terdorong oleh hentakan big bang (letupan akbar) menjauhi pusar semesta raya.

Pada intinya, manusia dihadapkan pada realita yang menipu. Ketika seseorang duduk terpaku, maka akal purbawi kita segera menyimpulkan bahwa orang tersebut tidak beringsut sejengkal pun dari posisinya. Padahal satu detik itu 100.000 kilometer bro.!

Lalu kenapa kita menunggu sampai 365 hari untuk merayakan sebuah pergantian waktu? Itu artinya sama dengan 8.760 jam atau 525.600 menit atau 31.536.000 detik. Siapa yang tahu apa makna tahun baru? Apa bedanya dengan detik baru, jam baru atau hari baru? Sesuatu yang sangat besar di alam semesta raya ini berubah super dinamis setiap detiknya. Sekecil apapun dimensi waktu, ia akan sama – sama melesat menuju akhir dunia, ketika alam semesta raya ini kembali digulung oleh Sang Pencipta.

Tidak ada yang berubah setelah perayaan tahun baru, kecuali kalender. Maka untuk menyambut kalender baru itu kota – kota besar di dunia berlomba menampilkan seremoni paling spektakuler. Ratusan miliar dihabiskan pada detik – detik menuju pukul nol nol. Umat manusia separuh jagad pun komat kamit mengikrarkan resolusi tahun baru. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene membahana, terompet ditiup, kembang api meledak lalu menghias langit dan orang – orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” sembari menyanyikan Auld Lang Syne.

Dahulu kala, pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, bangsa Brazil berbondong – bondong menuju pantai dengan pakaian serba putih bersih. Mereka menabur bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja – dewa laut yang terkenal dalam lagenda bangsa latin itu.

Orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan satu lagi menghadap ke belakang).

Orang Jerman pula, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Sementara orang Amerika menonton Parade Bunga Tournament of Roses.

Apa yang istimewa pada tanggal 1 Januari yang telah dirayakan semalam suntuk itu, selain sekadar meniru ritual orang purbakala atas penyembahan dewa mereka? Matahari tetap terbit dari timur dan ayam jantan berkokok masih sama cemprengnya dengan tahun satu. Cicak – cicak di dinding masih diam – diam merayap, datang seekor nyamuk..hap lalu ditangkap, tetap ditangkap, sis, bukan diajak ngerumpi.

Umur bumi sudah 4.540.000.000 tahun, bukan 2016 tahun, bro, jadi biasa sajalah seperti seminggu sebelumnya, tidak perlu melonjak – lonjak melihat angka 2016. Dibanding lebih dari empat miliar usia bumi, 2016 hanya bagian kecil dari ujung riwayat dunia yang tiba –tiba menjadi titik pijak umat manusia dalam mengukur rentang waktu di bumi.

Entah kutukan macam apa, di Indonesia pula begitu ritual tahun baru usai, banyak kondom berserak di tepi taman. Rupanya ada pemaknaan absurd atas perayaan tahun baru selain meniru ritual orang dulu, yakni penyatuan makhluk Mars (pria) dengan makhluk Venus (wanita) dengan media lateks bernama kondom. Malam tahun baru dijadikan modus bagi pejantan untuk merengkuh gadisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun