Jika kehendak bebas itu nyata, dalil Jean-Paul Sartre "Man is condemned to be free" _manusia dikutuk untuk bebas_ dapat diterima. Kita dikutuk untuk bebas agar kita bisa dihukum, tanpa melibatkan Tuhan di dalamnya, atau bahkan Tuhan ikut serta.
Jika kehendak bebas itu nyata, dalil Jean-Paul Sartre "Man is condemned to be free" _manusia dikutuk untuk bebas_ dapat diterima. Kita dikutuk untuk bebas agar kita bisa dihukum, tanpa melibatkan Tuhan di dalamnya, atau bahkan Tuhan ikut serta.
Tuhan menyediakan surga dan neraka untuk segala sesuatu yang telah Dia takdirkan. Sebagai Sang Maha Tahu (omniscient) menjadi mustahil bahwa Tuhan tidak tahu siapa yang akan menjadi penghuni surga dan neraka-Nya kelak.
Menghapus kehendak bebas dari angan-angan kita tidak hanya dilakukan di masa silam, bahkan oleh ilmuan paling progresif abad ini, misalkan Bostrom dari Oxford, Terrile dari NASA, dan Elon Musk pemilik Space X.
Mereka mendalilkan punya landasan logis untuk mengatakan bahwa kita sedang berada dalam dunia simulasi di bawah pengawasan entitas superior di atas langit. Sebuah eksprimen juga membuktikan, bahwa otak telah membuat keputusan bawah sadar sebelum kita menyadarinya.
Lalu apa yang kemudian membedakan kita dengan burung camar atau pohon mangga? Sebagai sesama makhluk yang disusun oleh algoritma dan determinasi, setidaknya kita punya pikiran sadar (consciousness), kita punya bahasa, kita punya mitos dan kita punya puisi. Kita dapat memenuhi dahaga batin dengan merayakan Tuhan dan takdir-Nya detik per detik. ~