Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Benarkah Manusia Dikutuk untuk Bebas?

4 Oktober 2021   08:02 Diperbarui: 25 Juli 2022   08:24 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cdn.theatlantic.com

Apa yang kita ilusikan sebagai kehendak bebas hanya tinggal sebagai rencana, prediksi, dan imajinasi sampai itu diizinkan terjadi oleh Sang Maha yang telah mengatur setiap detil gerak kosmos.

Jika demikian kehendak bebas menjadi ilusi. Pujian dan hukuman hanyalah efek samping dari ilusi. Lalu kita berlarian sepanjang hari antara gerak impulsif dan kompulsif.

Perdebatan tak usai antara determinisme dan kehendak bebas (free will) pernah didamaikan oleh aliran kompatibilisme. Secara tidak percaya diri mengatakan bahwa kehendak bebas dan determinisme merupakan gagasan yang tidak bertentangan, dan meyakini keduanya pada waktu yang bersamaan bukan merupakan ketidakkonsistenan logika.

Kata John Locke (1690), para kompatibilis percaya bahwa kebebasan dapat hadir dalam suatu situasi untuk alasan yang tidak ada kaitannya dengan metafisika. Pengadilan misalnya, menetapkan bahwa seseorang bertindak berdasarkan kehendak bebas mereka tanpa membawa isu metafisika.

Begitu pula kebebasan politik merupakan konsep non-metafisis. Mereka mendefinisikan kehendak bebas sebagai kebebasan untuk bertindak tanpa halangan dari orang atau institusi lain.

Dalam konteks metafisika akan muncul pertanyaan, apa yang membedakan antara tanpa halangan dengan diizinkan untuk terjadi? Misalnya seorang pembunuh, apakah dia seorang pendosa tanpa halangan atau justru dia adalah tangan Tuhan yang diizinkan itu terjadi, karena ajal dan cara kematian (saya ingin bertanya kepada pemuja kehendak bebas apakah ini sudah terdertiminasi atau tidak?).

Apakah kita akan begitu saja mengatakan seseorang mati secara acak agar menghukum seorang pembunuh menjadi tampak logis? Dari sisi cara kematian, apa yang kemudian membedakan seorang pembunuh dengan tiang listrik yang ditabrak dalam kecelakaan tunggal?

Apakah kejadian-kejadian pasca pembunuhan harus disusun ulang (berada di luar domain takdir deterministik), misalnya perubahan status seseorang istri menjadi janda, anak menjadi yatim, pembagian warisan dan hari-hari yang tak lagi sama, hanya karena ada seseorang penjahat yang tanpa sengaja menginterupsi durasi hidup orang lain.

Tanpa sengaja artinya motif pembunuhan bisa didorong oleh dendam, amarah, hasutan, kebutuhan, kesempatan dan desakan, apa saja. Lagi-lagi itu bukan bagian dari kehendak bebas. (Tanpa bermaksud permisif terhadap kriminalitas, mau tidak mau ini harus dibunyikan dalam wacana filosofis).

Pertanyaan selanjutnya misalnya tentang pemerkosa (didorong oleh libido sekaligus ditarik oleh sensasi visual dari korban) yang menghasilkan anak. Apakah anak ini dilahirkan karena takdir atau melompat begitu saja ke muka bumi dari ayah seorang bajingan? Lalu bajingan ini dihukum walaupun dia telah "diperalat" oleh Tuhan.

Pertanyaan-pertanyaan serupa dan pembelaan terhadap masalah logis kejahatan dalam bentuk yang lebih kompleks telah dielaborasi oleh Alvin Plantinga, seorang filsuf analitik yang kemudian menulis bukunya Tuhan, Kebebasan, dan Kejahatan (1977).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun