Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jalan Pintas ke Surga Cara Neanderthal

8 Januari 2021   10:33 Diperbarui: 11 Januari 2021   09:19 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Neanderthal: independent.co.uk

Abad 21 ditandai oleh lompatan kuantum bidang apa saja. Tapi tidak ada jejak sejarah yang purna, kita penyusun puzzle belaka. Abad ini adalah abad mozaik penuh, hampir tidak ada yang terluput. Dulu kala banyak temuan teknologi yang tak terlacak, tertolak, dan dilupakan. Seluruh buku kuno telah dibakar dan ditenggelamkan, sedikit saja yang lolos untuk menceritakan bocoran kisah silam.

Barangkali zaman renaisans bukanlah anak tunggal, ada zaman serupa itu yang tak memberi tahu dunia. Mungkin Athena bukanlah satu-satunya kota kuno yang menjadi tungku perapian filsafat Barat. Filsafat Timur yang lahir di Tiongkok kuno dan India yang sintetik dan sulit ditembus logika, membuktikan ada Plato lain di seberang lautan.

Filsafat Islam yang paling moderat pada zamannya, adalah pelepah kurma emas di kegersangan gurun kuno. Mereka mampu membangkitkan jasad Aristoteles menjadi lebih tegap, menghangatkannya dengan Platonisme dan mengharuminya  dengan percikan pikiran Aleksandria-Plotinus, lalu menyempurnakannya dengan wahyu Islam. Di sinilah renaisans yang sebenarnya telah lahir, sebelum 500 tahun kemudian lahir kembali di Florensia atau Milan, Italia.

Sejak jadi orang kaya besar yang ditimbun emas hitam petro dolar, Arab menaruh sejarah abad letupan pikirannya ke dalam museum pengap, untuk tidak ditiru. Mereka tengah sibuk berbelanja dan membangun Burj Khalifa tandingan. Arab puritan pula, seperti kufur nikmat, ketika Barat masih sibuk mengagumi dan mendalami Ibnu Sina (Avicenna) lewat  The Book of Healing  dan The Canon of Medicine __satu dari sekian banyak ilmuan Islam tempo lama yang mereka catat__ orang gurun memilih shortcut ke surga dengan merakit roket yang selalu melenceng.

Andai pelepah kurma emas itu terus dirawat turun temurun hingga abad bedil Eropa, jazirah ini tak kan pernah terjajah__ karena harusnya tidak ada bedil di Eropa sebelum Arab meluncurkan peluru roket. Tapi selalu lebih mudah menyalahkan orang lain, ketimbang mengitung kealfaan diri, dan paling merasa dibela Tuhan.

Ilmu di depan revolusi kognitif sama pentingnya dengan api di zaman gua. Api adalah suatu megatren global zaman Pleistosen. Tidak ada yang tidak selesai dengan api. Seluruh hutan otomatis berada dalam kendali manusia. Semua raja rimba telah menyingkir atau hangus.

Sapiens sebagai moyang manusia mengintip bagaimana api dipercikkan dari batu oleh Neanderthal, suatu spesies purba yang amat mirip manusia. Neanderthal lebih dulu cerdas dengan volume otak 325 sentimeter kubik lebih besar dari kita.

Neanderthal dikenal cerdas tapi tidak selicik Sapiens. Jurnal Scientific Reports mengungkap bahwa Neanderthal menggunakan alat batu untuk membuat percikan api sejak 50.000 tahun lalu. Dalam Mausteriuan (suatu tradisi menciptakan alat-alat khas Neanderthal) mereka merancang gadget berupa batu yang bisa memercikkan api dengan cepat.

Sayangnya di tangan makhluk gua ini, alat tersebut hanya bersifat tren, bukan megatren. Megatren adalah suatu perubahan multidimensi berskala besar yang dapat dilakukan oleh manusia. Begitu mengenggam api, manusia tidak hanya diperbincangkan oleh sebelantara rimba sebagai makhluk tegak yang bisa bicara, tapi juga predator dengan bunga merah menyala.

Dengan api pula manusia dapat mengusir dewa Hefaistos yang dalam mitologi Yunani dikenal sebagai ahli teknologi, pandai besi, pengrajin, pemahat, logam, metalurgi, api, dan gunung berapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun