Mohon tunggu...
Muhammad Marwan
Muhammad Marwan Mohon Tunggu... Lainnya - marwan

mahasiswa yang ingin wisuda aamiin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Treaty Shopping Serta Dampaknya Terhadap Pendapatan Negara

17 Oktober 2021   13:59 Diperbarui: 17 Oktober 2021   15:04 4318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                          Dari ketiga pengertian treaty shopping yang telah dijelaskan, didapat kesimpulan bahwa skema treaty shopping ini digunakan oleh wajib pajak yang sebetulnya bukan merupakan wajib pajak dari Negara-negara yang bersepakat di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda namun wajib pajak tersebut membuat perusahaan cangkang di salah satu Negara yang telah bersepakat. Skema ini dilakukan agar penghasilan yang diperoleh dari salah satu Negara tersebut nantinya mendapatkan fasilitas, sehingga beban pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak tersebut lebih rendah dari yang seharusnya. Tentunya skema ini merugikan Negara-negara yang melakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, karena pajak yang seharusnya diperoleh justru lebih kecil dari yang seharusnya.

Contoh Kasus Treaty Shopping

                                          Contoh kasus dari penerapan treaty shopping ini ialah misalnya ada sebuah perusahaan yang berdomisili di Indonesia, perusahaan tersebut adalah PT Arthur. PT Arthur membayar royalti kepada PT Bonny yang berdomisili di Jepang atas penggunaan merk shampoo motor. Antara Negara Indonesia dengan Negara Jepang sudah memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Jepang itu telah diatur di dalamnya terkait pemajakan atas royalti. Tarif yang dikenakan atas royalti ini ialah sebesar 10% (Sepuluh persen). Maka atas pajak dari royalti yang dibayarkan oleh PT Arthur kepada PT Bonny harus sesuai dengan tarif Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Jepang, yakni sebesar 10% (Sepuluh persen). Kemudian didapat keterangan bahwa berdasarkan sertifikat merk yang dikeluarkan oleh Direktorat Kekayaan Intelektual disebutkan bahwa pemilik merk atas shampoo motor tersebut ialah PT Clay yang berdomisili di Malaysia. Namun ternyata PT Clay telah mengadakan perjanjian pemberian lisensi kepada PT Danny yang berdomisili di Korea, Berdasarkan dokumen dari BPOM, pemberi otorisasi penggunaan merk di Indonesia adalah PT Danny. Sehingga pada setiap kemasan shampoo motor yang dijual di Indonesia tertera tulisan “Dibuat dibawah kepemilikian dari PT Danny”. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai siapa pemilik sebenarnya yang mendapatkan manfaat ekonomis (Beneficial Ownership) atas penggunaan merk shampoo motor tersebut. Dari pertanyaan tersebut didapatkan jawaban bahwa PT Bonny selaku penerima royalti dari PT Arthur ternyata hanyalah perusahaan cangkang (conduit). PT Bonny dibentuk oleh PT Danny agar atas pembelian royalti yang dilakukan oleh PT Arthur nantinya akan dikenai fasilitas pajak yang ada di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia & Jepang. PT Bonny juga bukanlah pemilik sebenarnya yang mendapatkan manfaat ekonomis (Beneficial Ownership), melainkan PT Danny lah yang berdomisili di Korea yang merupakan Beneficial Ownership sebenarnya atas transaksi ini. Diketahui tarif pajak atas royalti yang diatur di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia & Korea ialah sebesar 15% (lima belas persen). Tarif ini lebih tinggi 5% (lima persen) dibanding dengan tarif yang ada di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Jepang yakni sebesar 10% (sepuluh persen). Dalam hal ini telah terdapat dugaan treaty shopping atas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia & Jepang.

Dampaknya Terhadap Penerimaan Negara

                                          Kerugian yang dialami oleh Indonesia akibat dari penerapan skema treaty shopping ini cukup tinggi. Berdasarkan laporan yang berasal dari Perkumpulan Prakarsa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Belanda, yakni SOMO, menyebutkan bahwa dalam rentang tahun 2010 hingga 2019 saja Indonesia telah merugi sebesar Rp.390,5 Milyar akibat dari skema treaty shopping. Kerugian yang diakibatkan skema treaty shopping ini berasal dari kasus-kasus sengketa pajak antara pemerintah dengan perusahaan multi nasional yang disinyalir telah melakukan praktik skema treaty shopping dengan memanfaatkan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Belanda. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang seharusnya menjadi alat untuk menghindari pemajakan berganda justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk dimanfaatkan fasilitas-fasilitasnya. Kerugian ini baru untuk skema treaty shopping terhadap Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Belanda, belum dengan Negara lainnya. Tentunya Indonesia harus memperbaiki dan memperbarui kebijakan-kebijakan P3B nya agar dapat melawan skema treaty shopping ini, Sehingga ke depannya Indonesia tidak akan terlalu banyak merugi akibat dari penerapan skema treaty shopping ini.

Solusi dan Peran Pemerintah


                                          Salah satu cara yang dapat digunakan oleh Indonesia untuk melawan treaty shopping ini ialah dengan melakukan negosiasi ulang dengan Negara-negara lain yang telah bersepakat untuk mengadakan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Indonesia. Negosiasi ulang ini dilakukan dengan maksud untuk menambahkan pasal baru yang terkait dengan pembatasan penggunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda bagi mereka yang melakukan penyimpangan dari tujuan awal dibentuknya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Pasal baru tersebut ialah pasal tentang Limitation on Benefit (LoB). Sebagai contoh, pasal tentang Limitation on Benefit ini telah digunakan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara India dengan Amerika. Tujuan ditambahkannya pasal baru ini tentunya untuk mencegah disalahgunakannya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda oleh oknum-oknum tertentu dan juga dapat menjadi kepastian hukum bagi subjek pajak yang berhak atas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda tersebut.

                                          Direktoral jenderal Pajak (DJP) selaku pemegang kekuasaan kebijakan perpajakan di Indonesia pun tidak luput memperhatikan isu ini. Direktoral jenderal Pajak telah menerbitkan PerDirJen No. PER-25/PJ/2010 tentang Perubahan PerDirJen No. PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan P3B. Peraturan tersebut kemudian diganti dengan PerDirJen No. PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan P3B. Pembahasan terkait penyalahgunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dijelaskan lebih lanjut di dalam pasal 9 PerDirJen No. PER-10/PJ/2017. Isi dari pasal tersebut ialah penyalahgunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda bertujuan biasanya dilakukan untuk mendapatkan manfaat/fasilitasnya saja dan hal ini juga tentunya bertentangan dengan tujuan awal dibentuknya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Yang mana tujuan awalnya ialah untuk menghindari adanya pengenaan pajak berganda itu sendiri. Lalu dalam pasal 9 juga dijelaskan terkait pengecualian Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak dikategorikan sebagai pengguna penyalahgunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Kesimpulan

                                          Berdasarkan penjelasan yang sudah penulis sampaikan, penulis mendapatkan kesimpulan mengenai skema treaty shopping ini. kesimpulan yang didapat penulis ialah skema treaty shopping ini digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memaksimalkan laba setelah kena pajak dengan cara memanfaatkan celah yang ada di dalam suatu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Skema treaty shopping ini memang menguntungkan bagi orang yang memanfaatkannya, namun bagi Negara yang telah bersepakat di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda skema treaty shopping ini justru merugikan. Bagaimana tidak, pendapatan pajak Negara-negara tersebut menjadi berkurang akibat dari adanya skema treaty shopping ini. Di Indonesia sendiri skema treaty shopping ini telah mengakibatkan kerugian pendapatan pajak yang cukup tinggi. Solusi untuk meminimalisir dampak dari skema treaty shopping ini ialah dengan cara melakukan negosiasi ulang dengan Negara-negara yang telah bersepakat di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Negosiasi ulang ini dilakukan untuk menambahkan pasal baru terkait Limitation on benefit (LoB). Pasal tersebut bertujuan untuk mencegah disalahgunakannya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda oleh oknum-oknum yang bukan residen dari kedua Negara yang telah bersepakat. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku badan pengurus kebijakan perpajakan di Indonesia pun tidak tutup mata akan permasalahan ini. DJP telah menerbitkan PerDirJen No. PER-10/PJ/2017 sebagai respon terhadap permasalahan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun